Trombolisis merupakan pengobatan baku untuk IMA masa kini. Keberhasilan trombolisis berkisar 50-85%, berarti sekitar 15-50% gagal trombolisis. Kejadian reperfusi berkaitan dengan turunnya morbiditas, mortalitas dan dipertahankannya fungsi ventrikel global maupun regional/segmental. Baku emas penilaian reperfusi adalah pemeriksaan angiografi koroner yang memerlukan teknologi tinggi, invasif, kurang praktis, mahal dan berisiko. Sementara penilaian klinis dengan menilai berkurangnya sakit dada, menurunnya ST elevasi dan adanya aritmia reperfusi kurang akurat. Petanda reperfusi dini pada penderita IMA yang non invasif, praktis, relatif murah dan memiliki sensitifitas dan spesifisitas tinggi menjadi harapan para klinisi. Dari beberapa studi, mioglobin yang dapat meningkat dengan cepat pada jam pertama reperfusi tampaknya dapat memenuhi harapan tersebut. Tetapi manfaat klinis penilaian keberhasilan reperfusi dini pada IMA dengan Mioglobin dalam hubungannya perbaikan fungsi regional dinding ventrikel kiri belum pernah diteliti hingga kini.Penelitian ini bertujuan untuk menilai keberhasilan reperfusi dini pada IMA yang dinilai dengan mioglobin dalam hubungannya dengan perbaikan fungsi segmental dinding ventrikel kiri secara ekokardiografis. Penelitian ini bersifat cross sectional dengan sampel 30 penderita IMA pertama kali, dengan keluhan sakit dada < 12 jam, yang memenuhi 2 dari 3 kriteria IMA sbb: 1. Sakit dada terus menerus > 30 menit, 2. EKG menunjukkan peningkatan segmen ST> 1 mm pada sandapan ekstremitas dan atau > 2 mm pada sandapan dada, 3. Peningkatan enzim CK dan CKMB > 2 kali nilai normal. Penderita mendapat terapi trombolisis (tPA atau Streptokinase). Penelitian dilakukan di RS Jantung Harapan Kita Jakarta. Kriteria pengeluaran : adanya riwayat trauma otot dalam 6 jam sebelumnya (termasuk suntikan IM, kerokan, mendapat renjatan arus searah), gagal ginjal, penyakit jantung katup tingkat sedang-berat. Seluruh subyek penelitian diambil darah vena 3 kali untuk pemeriksaan Mb, pertama sebelum diberikan trombolisis (Mb0), kemudian 30 (Mb30) dan 60 menit (Mb60) setelah mulai trombolisis. Rasio kadar Mb60/Mb0 atau Mb30/Mb0 > 2,4 sebagai petanda berhasil reperfusi terapi trombolisis. Sedangkan kadar MbO> 820 mg/ml dan menurun pada Mb30 atau Mb60, serta rasio kadar MbO/CKO > 5, digunakan sebagai petanda terjadinya reperfusi sebelum terapi trombolisis diberikan (otoreperfusi). Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan 2 kali, pertama, dalam 24 jam pertama (0,5 - 24 jam, rata-rata 13,9 jam) pasca trombolisis dan kedua, pada hari ke 6 atau lebih (6 -192, median 10 hari). Semua subyek penelitian berjenis kelamin lelaki, usia antara 35-68 tahun (rata-rata 48,9 ± 8,9 tahun). Hasil penelitian menunjukkan, 18 (60%) memenuhi kriteria reperfusi berhasil, 4 (13%) otoreperfusi dan 8 (27%) gagal reperfusi. Kenaikan kadar Mb dalam 60 menit setelah mulai trombolisis menunjukkan korelasi linier dengan perbaikan WMSI (-0,58). Kejadian reperfusi (termasuk otoreperfusi) yang dinilai dengan mioglobin menunjukkan hubungan sangat bermakna dengan perbaikan WMSI (p<0,007). Apabila perbaikan WMSI yang adekuat (>0,22) saja yang diuji terhadap kejadian reperfusi, hubungan tersebut tetap bermakna (p<0,02). Jumlah segmen yang membaik juga berbeda bermakna antara yang berhasil dan gagal reperfusi (3,91 ± 2,14 vs 1,5 ± 1,5 segmen, p<0,002). Uji multivariat dengan logistik regresi atas beberapa variabel pengaruh terhadap perbaikan WMSI menunjukkan bahwa hanya reperfusi berhasil yang menunjukan hubungan bermakna (p<0,05), sedangkan variabel lain seperti waktu (p=0,32), usia (p-0,81) maupun lokasi infark (p=0,40) tidak menunjukkan perbedaan bermakna. Kesimpulan: Kejadian reperfusi dini yang dinilai dengan Mb pada penderita IMA yang mendapat trombolisis kurang dari 12 jam, menunjukkan perbaikan WMSI yang bermakna dibandingkan yang gagal reperfusi. |