Prevalensi subluksasi sendi bahu penderita hemiparesis akibat stroke, dilaporkan mencapai 80% dari CVA dan hubungannya dengan kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari merupakan salah satu masalah vang perlu diteliti agar penanganan di bidang rehabilitasi medik dapat lebih tepat dan terarah. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hubungan antara derajat subluksasi sendi bahu dengan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) pada penderita hemiparesis dextra akibat strok. Disamping itu, juga untuk memperoleh prevalensi subluksast sendi bahu serta untuk memperoleh hubungan antara hasil pengukuran klinis dengan hasil pengukuran radiologis. Jenis penelitian studi potong lintang (cross sectional study) ini melibatkan 120 pasien hemiparesis dextra akibat stroke yang terdiri 42 (35%) perempuan dan 78 (65%) laki laki. Pengukuran subluksasi sendi bahu secara klinis dilakukan dengan cara palpasi subacromion space. Pengukuran radiologis melalui pemeriksaan rontgen biasa dengan posisi penderita duduk tegak dan sudut oblique (45°) serta lengan tergantung bebas. Skor AKS menggunakan indeks modifikasi Barthel. Hubungan antara derajat subluksasi sendi bahu dan AKS diuji dengan Chi Square Test. Berdasarkan derajat subluksasi sendi bahu, frekuensi pasien untuk derajat 0, 1, 2 dan 3 masing-masing adalah 24 (20 0%), 59 (49,2%), 27 (22,5%) dan 10 (8,3%). Sedangkan untuk derajat 4 (dislokasi) selama kurun waktu penelitian tidak diperoleh seorang pasienpun. Hasil pengukuran rerata skor AKS berdasarkan derajat subluksasi sendi bahu menunjukkan bahwa untuk derajat 0, 1, 2 dan 3 berturut turut adalah 4,58 (nilai D), 7,64 (nilai C), 18,15 (nilai B) dan 24 (nilai A) Hasil pengukuran klinis (subacromion space) berdasarkan derajat subluksasi sendi bahu reratanya adalah 0,32 jari (5,0 cm), 0,44 jari (6,29 cm), 0,99 jari (15,56 cm) dan 1,45 jari (21,2 cm) berturut-turut untuk derajat 0, 1, 2 dan 3. Pada penelitan ini, prevalensi subluksasi sendi bahu pada penderita hemiparesis dextra akibat strok adalah cukup tinggi (70,6%), dan subluksasi sendi bahu paling banyak terjadi pada stadium Brunnstrom 4, di mana spastisitas mulai menurun. Hasil analisis statistik membuktikan bahwa ada hubungan positip yang bermakna antara derajat subluksasi sendi bahu pada penderita hemiparesis dextra akibat strok dengan skor AKS (r 0,73). Disamping itu, ada hubungan positip yang bermakna antara hasil pengukuran klinis subluksasi sendi bahu dengan derajat subluksasi hasil pemeriksaan radiologis (r 0,88). Semakin besar subacromion space, semakin tinggi derajat subluksasi sendi bahu. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi derajat subluksasi sendi bahu penderita hemiparesis dekstra akibat strok, makin rendah tingkat kemandiriannya. |