Produksi plastik dunia tahun 2019 meningkat 22,900% dari produksi tahun 1950. Tingginya tingkat produksi tidak berbanding dengan tingkat daur ulang plastik yang konstan berada di angka 9%. Limbah plastik yang tidak terdaur ulang berpotensi memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Tidak hanya limbah plastik/anorganik, limbah organik Indonesia dengan potensi 49.6 juta ton juga mengancam lingkungan. Untuk mengatasi masalah ini, metode daur ulang digunakan untuk mengubah limbah anorganik dan limbah organik menjadi WPC (Wood Polymer Composite) yang memiliki keunggulan berupa kekakuan dan kekerasan yang tinggi serta ringan. Akan tetapi, produk WPC dari limbah anorganik dan organik memiliki kompatibilitas yang buruk karena perbedaan sifat alami kedua material. Untuk mengatasi masalah tersebut, metode iradiasi elektron digunakan untuk meningkatkan kompatibilitas WPC melalui pembentukan radikal bebas yang dapat menginisasi pemotongan rantai, penggabungan rantai, dan ikatan silang. Formulasi WPC yang digunakan pada penelitian ini adalah 78% limbah polietilena (rPE), 20% limbah sekam padi, dan 2% limbah polietilena teriradiasi (i-rPE) dengan variabel dosis iradiasi 100, 200, dan 300 kGy. Limbah polietilena teriradiasi akan dikarakterisasi menggunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC) dan Fourier Transform Infrared (FTIR) sebelum di-rheomix dengan kedua bahan lain menjadi WPC yang kemudian dikarakterisasi menggunakan Universal Testing Machine (UTM) dan Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (SEM-EDS). dan Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (SEM-EDS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sifat kimia diketahui seiring dengan meningkatnya dosis iradiasi gugus fungsi karbonil dan hidroksil yang terbentuk semakin banyak dan menstimulasi proses mekanisme crosslink dan chain scission. Pada perilaku termal temperatur leleh diketahui menurun karena adanya chain scission. Pada perilaku mekanis kekuatan tarik dan elongasi menurun pada dosis 100 kGy dan kembali naik lalu turun pada dosis 200 dan 300 kGy. Hal ini disebabkan oleh kurangnya gugus fungsi hidroksil dan karbonil dan beberapa faktor seperti degradasi, kadar air, perbedaan ukuran mesh pada sekam padi, dan kurangnya komposisi compatibilizer. World plastic production in 2019 increased by 22.900% from production in 1950. The high production level is not proportional to the plastic recycling rate, which remains constant at 9%. Plastic waste that is not recycled has the potential to hurt the environment. Besides plastic/inorganic waste, Indonesia's organic waste, with a potential of 49.6 million tons, threatens the environment. To overcome this problem, recycling methods are used to transform inorganic and organic waste into WPC (Wood Polymer Composite), which has the advantages of high stiffness, hardness, and lightweight. However, WPC products from inorganic and organic waste have poor compatibility due to differences in the natural properties of the two materials. To overcome this problem, the electron irradiation method is used to increase the compatibility of WPC through the formation of free radicals that can initiate chain scission, chain joining, and cross-linking. The WPC formulation used in this research was 78% polyethylene waste (rPE), 20% rice husk waste, and 2% irradiated polyethylene waste (i-rPE) with variable irradiation doses of 100, 200, and 300 kGy. Irradiated polyethylene waste will be characterized using Differential Scanning Calorimetry (DSC) and Fourier Transform Infrared (FTIR) before being rheomixed with the other two materials to become WPC, which is then characterized using Universal Testing Machine (UTM) and Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (SEMEDS). The results show that the chemical properties are known as the radiation dose increases, more carbonyl and hydroxyl functional groups are formed and stimulate the process of crosslink and chain scission mechanisms. In thermal behavior, the melting temperature decreases due to chain scission. In mechanical behavior, tensile strength and elongation decreased at a dose of 100 kGy and increased and then decreased at 200 and 300 kGy doses. The behavior is caused by factors such as lack of hydroxyl and carbonyl group function and factors such as degradation, water content, differences in rice husk’s mesh size, and lack of compatibilizer’s composition. |