Masyarakat Serawai Bengkulu memiliki tradisi pertunjukan seni dendang yang dipertunjukkan pada upacara adat nundang padi, upacara bimbang adat, dan upacara akikah anak. Pertunjukan seni dendang merupakan kombinasi pertunjukan tuturan, tarian yang iringi alat musik rebana, biola, dan serunai. Pertunjukan seni dendang ini sebagai pertunjukan adat yang ditampilkan oleh sekelompok laki-laki di atas pengujung. Disertasi ini berupaya mengungkapkan pemertahanan ekosistem budaya masyarakat Serawai melalui pertunjukan seni dendang sebagai representasi majelis adat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif melalui pendekatan sejarah, etnografi, dan antropologi dengan konsep-konsep tradisi lisan. Hasil dan temuan mengungkapkan pertunjukan seni dendang Serawai diinterpretasikan majelis adat yang berkaitan dengan adat budaya lamo yang diwariskan turun-temurun. Pertunjukan seni dendang sebagai pembuka adat dalam ekosistem budaya Serawai yakni upacara adat nundang padi, upacara bimbang adat, dan upacara akikah anak. Penelitian ini menemukan bahwa struktur pertunjukan seni dendang memiliki kebaruan setiap pertunjukannya dengan pola yang tersimpan dalam memori pemain dendang. Sistem pengelolaan dahulunya mengandalkan masyarakat desa beralih pada unsi. Komponen-komponen dalam pertunjukan seni dendang menjadi jaringan adat dalam pemertahanan ekosistem budaya Serawai. Pertunjukan seni dendang merepresentasikan adat pinjam pakai caro dahulu yang masih dipertahankan masyarakat Serawai. The Serawai Bengkulu community has a tradition of performing seni dendang, which is performed at the nundang padi ceremony, the bimbang adat ceremony, and the aqiqah ceremony. The performance of seni dendang is a combination of speech performances and dances accompanied by tambourine, violin, and trumpet musical instruments. This performance of seni dendang is a traditional performance performed by a group of men at the pengujung. This dissertation seeks to reveal the maintenance of the cultural ecosystem of the Serawai community through the performance of seni dendang as a representation of the traditional assembly. This research uses qualitative research methods through historical, ethnographic, and anthropological approaches to the concepts of oral tradition. The results and findings reveal that the performance of seni dendang Serawai was interpreted by the traditional assembly as relating to the traditional budaya lamo, which has been passed down from generation to generation. The performance of seni dendang is an opening for customs in the Serawai cultural ecosystem, namely the traditional nundang padi ceremony, the traditional bimbang ceremony, and the aqiqah ceremony. This research found that the structure of the performance of seni dendang is novel in each performance, with patterns stored in the memory of the singing performer. The management system that previously relied on village communities has shifted to unsi. The components of the performance of seni dendang form a traditional network for maintaining the Serawai cultural ecosystem. The performance of seni dendang represents the adat pinjam pakai caro dahulu, which is still maintained by the Serawai people. |