Pemerintah Indonesia memiliki target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050. Dengan target ini, Indonesia dinilai akan mulai melakukan investasi pada pemasangan energi baru terbarukan untuk menggantikan pembangkit dengan bahan bakar fosil. Dengan perubahan eksistensi pembangkit, pastinya terdapat beberapa kemungkinan permasalahan baru pada sistem kelistrikan di Indonesia yang bersangkutan dengan kualitas daya seperti frekuensi/tegangan yang tidak stabil, perminataan beban yang berlebih, atau fluktuasi daya pembangkitan. Battery Energy Storage System (BESS) atau Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) merupakan salah satu jenis pembangkit yang dapat memperbaiki kualitas frekuensi sistem. Akan tetapi, pengimplementasian BESS sebagai ancillary services di Indonesia masih diragukan jika dibandingkan PLTD jika hanya dilihat dari aspek finansial. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai alternatif yang seharusnya dilakukan untuk memperbaiki frekuensi sistem kelistrikan di Indonesia. Penelitian ini akan menganalisis kedua alternatif tersebut menggunakan analisis biaya dan manfaat dilihat dari aspek finansial dan nonfinansial. Analisis finansial akan mengkaji kedua alternatif melalui perhitungan Internal rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV), Discounted Payback Period (DPP), dan Profitability Index (PI) atau Benefit to Cost Ratio (BCR). Sementara itu, analisis nonfinansial akan mengkaji dari segi keteknikan, lingkungan, dan sosial. Dari hasil analisis ini, Penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa BESS memiliki untuk diimplementasikan sebagai ancillary services di Indonesia. Proyek BESS pada wilayah TT menghasilkan NPV > 0, IRR 6,09, DPP selama 9 tahun, dan BCR 1,18. Sementara itu, proyek PLTD menghasilkan NPV > 0, IRR 5,64, DPP selama 7 tahun, dan BCR 1,427. The Indonesia government has set a target of New and Renewable Energy (NRE) sector for about 23% in 2025 and 31% in 2050. Along with this target, Indonesia is expected to start investing in the installation of renewable energy sector to replace conventional power plant (fossil fuel-fired power plant). With the change of existing power plants, there are certainly some new potential problems arised in the Indonesian electricity systems related to the power quality such as unstable frequency/voltage, excessive load demand, or fluctuation of power generation. Battery Energy Storage System (BESS) or Diesel Power Plant are the type of generation plant which can improve the quality of frequency in the system. However, BESS implementation as ancillary services in Indonesia is still doubtful compared to PLTD if only seen by financial analysis. Therefore, several studies need to be carried out to determine the best alternatives to improve the frequency of Indonesia’s electricity system. This research will analyze which is the better implementation (BESS or PLTD) by using cost benefit analysis considering financial and nonfinancial aspects. Financial analysis will analyze the two alternatives by calculating Internal rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV), Discounted Payback Period (DPP), dan Profitability Index (PI) atau Benefit to Cost Ratio (BCR). Meanwhile, nonfinancial analysis will analyze in the technical, environment, and social. Along with this analysis, this research generates the conclusion that BESS has the potentials to be implemented as ancillary services in Indonesia’s electricity system. BESS in TT region generates NPV > 0, IRR 6,09, DPP in 9 years, dan BCR 1,18. Meanwhile, Diesel generator generates NPV > 0, IRR 5,64, DPP in 7 years, dan BCR 1,427. |