Bagi masyarakat Tiongkok, mianzi (面子) lebih dari sebuah konsep, mianzi berperan besar dalam segi sosial, ekonomi, bahkan politik Tiongkok. Mianzi dapat diartikan sebagai status dan kehormatan yang dimiliki setiap orang atau yang dalam konteks negara bisa diartikan sebagai kejayaan, kedaulatan dan pengakuan dari negara lain. Memperoleh dan menjaga status dan kehormatan tentu merupakan tanggung jawab penting, terlebih bagi negara yang pernah melalui masa kejayaannya, seperti Tiongkok pada era huihuang shengshi. Namun, peristiwa Perang Candu membuat status dan kehormatan Tiongkok itu harus hilang bahkan membawa mereka ke dalam “era humiliasi”. Oleh karena itu, tak heran melihat para pemimpin Tiongkok terus menggagas usaha mewujudkan kebangkitan kembali kejayaan Tiongkok, salah satunya adalah gaige kaifang pada era Deng Xiaoping. Gaige kaifang ‘memaksa’ rakyat Tiongkok untuk mengembangkan usaha sendiri melalui program xiahai. Dari sini berkembanglah industri shanzhai yang identik dengan barang imitasi, namun berhasil mendorong tumbuhnya kreativitas masyarakat. Usaha mewujudkan kebangkitan kembali kejayaan Tiongkok terus dilanjutkan hingga era Xi Jinping di mana ia memformulasikan Zhongguomeng dan merilis kebijakan Made in China 2025. Made in China 2025 adalah realisasi atas strategi Tiongkok untuk mengembangkan sektor industri mereka dengan mengikuti inovasi teknologi guna dapat bersaing dengan perusahaan skala global. Dari sisi prinsip pelaksanaan kebijakan yang digunakan, industri shanzhai dan Made in China 2025 merupakan dua hal yang bertolak belakang yakni antara imitasi dan inovasi. Kontradiksi semakin terlihat dari sisi mianzi, di mana proses imitasi dan inovasi memiliki pengaruh yang berbeda dalam membentuk kehormatan suatu negara dan pandangan dari negara lain. Namun, nyatanya keduanya dapat menambah kehormatan/zengjia mianzi bagi Tiongkok. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa hubungan antara industri shanzhai dan Made in China 2025 dan pandangannya dari sudut pandang konsep mianzi. For Chinese people, mianzi (面子) is more than just a concept; it plays a significant role in China’s social, economic, and even political aspects. Mianzi is the status and honor that each person possesses, or in the context of a country, it can be interpreted as glory, sovereignty, and recognition from other countries. Obtaining and maintaining status and honor is undoubtedly an important responsibility, especially for a country that has experienced its own era of glory, such as China during the huihuang shengshi. However, the events of the Opium War caused China to lose its status and honor, plunging them into “century of humiliation”. Therefore, it is not surprising to see China’s leaders continuously proposing efforts to revive China's glory, one of which was the gaige kaifang during Deng Xiaoping’s era. Gaige kaifang "forced" the Chinese people to develop their own businesses through the xiahai program. From this, the shanzhai industry, which refers to imitation products industry, developed but managed to drive the growth of creativity in China society. Efforts to revive China's glory continued into the Xi Jinping’s era, where he formulated the Zhongguomeng and released the Made in China 2025 policy. Made in China 2025 is the realization of China's strategy to develop its industrial sector by embracing technological innovation to compete with global-scale companies. From the implemented policy principles, the shanzhai industry and Made in China 2025 are two contrasting things: imitation versus innovation. The contradiction becomes more apparent in terms of mianzi, where the processes of imitation and innovation have different impacts on shaping a country's honor and the perceptions of other countries. However, both can indeed add the honor/zengjia mianzi for China. The purpose of this study is to analyze the relationship between the shanzhai industry and Made in China 2025 and the views from the perspective of the mianzi concept. |