Industri penerbangan komersial merupakan salah satu moda jasa angkutan yang ideal dalam mobilisasi masyarakat Indonesia sebagai negara kepulauan. Secara yuridis, pelaksanaan jasa angkutan udara niaga merupakan ruang lingkup perjanjian pengangkutan. Hal ini melahirkan perikatan antara penumpang dengan maskapai udara, yang dalam peraturan penerbangan dikonkretisasi melalui tiket. Dalam perjalanannya, sengketa antara penumpang seperti kecelakaan pesawat, kerugian bagasi, dan keterlambatan penerbangan silih berganti mewarnai industri penerbangan komersial Indonesia. Teori tanggung jawab pelaku usaha atas kesalahan, atas wanprestasi, dan atas kemutlakan, dapat diterapkan dalam upaya pelindungan konsumen penerbangan. Hukum Indonesia telah menstandardisasi kewajiban kompensasi dan ganti rugi terhadap faktor di luar dasar pelepas tanggung jawab. Walaupun demikian, hukum penerbangan mengakomodasi hak gugatan yang tidak terbatas standardisasi kompensasi dan ganti rugi baik secara materiil dan imateriil. Sebaliknya, hukum penerbangan memberikan pembatasan tanggung jawab bagi maskapai udara atas pembatalan penerbangan atas keadaan kahar (alam maupun sosial). Oleh karena itu, inti gugatan yang diajukan berkaitan ada atau tidaknya kesalahan. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan terhadap pelaksanaan hak penumpang terdampak pembatalan, prinsip tanggung jawab maskapai terhadap kerugian penerbangan, dan dasar pelepas tanggung jawab terhadap keadaan kahar. Tinjauan teoretis kerugian perdata dalam UU Perlindungan Konsumen dan hukum penerbangan dikaitkan tinjauan praktis putusan gugatan kerugian dalam analisis Putusan No 176/PDT.G/2019/PN PTK yang dikuatkan Putusan No 80/PDT/2020/PT PTK. Pada akhirnya, penelitian ini mencapai penemuan bahwa pengecualian keadaan (alam/cuaca maupun sosial/teknis) merupakan dasar pertimbangan hakim dalam membenarkan maskapai udara dari kesalahan. Oleh karena itu, regulasi lebih detail diperlukan dalam mengatur faktor maskapai yang merupakan keadaan kahar sejauh diverifikasi jabatan badan yang berwenang. Selain itu, perjanjian penanggungan (asuransi penerbangan) dapat pula disepakati dalam mengatur nilai kerugian. Hal ini dapat memberikan keseimbangan upaya pelindungan kerugian penumpang dan kelangsungan usaha pelaku usaha. The commercial aviation industry is one of the ideal modes of transportation services in mobilising societies, moreover in Indonesia, as an archipelagic country. Legally speaking, the commercial air transportation services is within the scope of the carriage agreement. This creates a binding agreement between passengers and airlines, which is concretised through a ticket. Nevertheless, passengers’ disputes, such as aircraft accident, baggage damages, and flight cancellation ripen after another on Indonesian commercial aviation industry. As a service industry, the producer’s liability such as negligence liability, contractual liability, and strict liability shall be applicable, for the consumer protection realization. With the adoption to the EU 261/2004 regulations, Indonesian provision has standardised the passengers’ damages and compensations to be compiled on top of the legal justification. However, aviation law also urges the passengers’ right on pledging damages in the extent of the aforementioned limitation. On the other hand, aviation law limits liability for air carriers for flight cancellations due to force majeure (both natural and social). Therefore, the negligence proof is required in claiming the material and immaterial damages through the torts. This research focuses on passenger’s right implementation, airline’s liability, and the particular flight’s extraordinary events exemption. The theoretical overview of civil damages sue under Consumer Protection Act is analysed on the practical overview on similar cases of flight cancellation indicments, to anaylse the verdict of Court Decission No 176/PDT.G/2019/PN PTK and No 80/PDT/2020/PT PTK (in appeal procedure). Eventuallys, there is an urgency in the regulation amendment that recognises aircraft issue as the liability with the verification of the official authority. Plus, airline might offer the aviation insurance to valuate its liability. Therefore, these two advices provide the equal protection to passengers’ losses and airlines’ business sustainability. |