Perkembangan inovasi dan digital pada sektor perbankan perlu diperhatikan dengan adanya ketentuan mengenai tata kelola bank yang baik. Penelitian ini menganalisis bagaimana sebenarnya kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan persetujuan atas rencana pemberhentian direktur utama, direktur yang membawahi fungsi kepatuhan, dan komisaris independen yang termuat di dalam Pasal 11 & 43 POJK 17/2023 tentang pedoman tata kelola bagi bank umum. Penelitian ini memanfaatkan pendekatan doktrinal yang didasarkan pada peraturan yang berlaku di Indonesia serta teori- teori yang sesuai dengan situasi yang terjadi. Data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang mengacu pada hukum positif di Indonesia, seperti POJK Tata Kelola, UU Perseroan Terbatas, UU Perbankan, dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dinilai hanya sebatas memberikan persetujuan terkait rencana pemberhentian, sehingga kewenangan untuk memberhentikan tetap beradap RUPS pada saat pelaksanaannya. Selain itu, adanya ketentuan mengenai kewenangan Otoritas Jasa Keuangan juga dinilai menginterupsi hak-hak dari RUPS, yakni hak untuk memberhentikan anggota direksi dan dewan komisaris dalam UU PT. Meskipun begitu, kewenangan Otoritas Jasa Keuangan tidak mengintervensi hak RUPS untuk memberhentikan anggota direksi dan dewan komisaris karena Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan sebelum pelaksanaan RUPS. Akan tetapi, perlu diingat bahwa pemegang saham memiliki hak untuk meminta diselenggarakannya RUPS dan hak untuk mengusulkan mata acara rapat sehingga dalam hal ini, kewenangan Otoritas Jasa Keuangan mengintervensi beberapa hak dari pemegang saham. The development of innovation and digitalization in the banking sector needs to be considered with the existence of good bank governance regulations. This research analyzes the authority of the Financial Services Authority (OJK) in approving the plan for the dismissal of the president director, the director overseeing the compliance function, and the independent commissioner as stipulated in Articles 11 & 43 of POJK 17/2023 concerning governance guidelines for commercial banks. This research utilizes a doctrinal approach based on the applicable regulations in Indonesia and theories that are relevant to the current situation. The data used in this study are secondary data referring to positive law in Indonesia, such as the POJK Governance, the Limited Liability Company Law, the Banking Law, and other regulations related to the research topic. The authority of the Financial Services Authority is considered to be limited to giving approval related to the dismissal plan, so the authority to dismiss remains with the GMS during its implementation. In addition, the provisions regarding the authority of the Financial Services Authority are also considered to interrupt the rights of the GMS, namely the right to dismiss members of the board of directors and commissioners in the Limited Liability Company Law. However, the authority of the Financial Services Authority does not intervene in the GMS’s right to dismiss members of the board of directors and commissioners because the Financial Services Authority gives approval before the GMS is held. Nevertheless, it should be noted that shareholders have the right to request the convening of the GMS and the right to propose meeting agendas, so in this case, the authority of the Financial Services Authority intervenes in some rights of shareholders. |