Badak putih selatan adalah salah satu jenis badak yang populasinya hampir terancam punah di dunia. Badak putih selatan banyak ditemukan di daerah Afrika Selatan, Namibia, Zimbabwe, dan Kenya. Perburuan badak putih selatan untuk dijual culanya masih menjadi masalah utama dalam penurunan populasi badak putih selatan yang terjadi selama ini. Tindakan preventif terus dilakukan untuk menjaga populasi badak putih selatan. Contohnya adalah kepemilikan konservasi swasta badak putih dan pemanenan cula badak putih selatan atau dehorning yang dilakukan oleh pihak swasta dan pemerintah. Namun, konservasi swasta dan proses pemanenan ini memakan biaya operasional yang cukup besar sehingga banyak pemilik konservasi swasta badak putih kewalahan dalam pelaksanaannya. Untuk itu, pemerintah Afrika Selatan melegalkan penjualan cula badak secara regional, sehingga stok cula badak hasil pemanenan yang telah didapatkan dapat dijual langsung secara pribadi atau melalui skema lelang. Hal ini dapat membantu menutupi biaya operasional yang dilakukan dalam pelestarian populasi badak putih selatan. Namun, ada kemungkinan legalisasi penjualan cula badak ini dapat membahayakan populasi badak saat ini karena dapat memicu kenaikan pemburu. Penelitian ini dilakukan untuk melihat dinamika populasi badak putih selatan dan pemburu dengan mempertimbangkan pemanenan legal dan perburuan ilegal, serta harga cula yang beredar di pasar yang dimodelkan sebagai fungsi penawaran dan permintaan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem persamaan diferensial. Dari model yang telah dibentuk, dilakukan analisis mengenai eksistensi dan kestabilan titik keseimbangan. Kemudian, dilakukan simulasi numerik untuk memberikan visualisasi dan interpretasi yang lebih baik dari hasil analitik yang telah dilakukan. Dari hasil kajian analitik dan simulasi numerik, diketahui bahwa dinamika populasi pemburu dapat dipengaruhi oleh frekuensi pemanenan cula badak dalam satu tahun, proporsi badak putih yang mati akibat perburuan liar, intervensi pemerintah dalam menangkap pemburu ilegal, dan harga cula di pasar. The southern white rhino, which can be found in South Africa, Namibia, Zimbabwe, and Kenya, is in near threatened status due to illegal poaching. The local government and private sector have made efforts to maintain the remaining white rhino population by doing rhino ranches and dehorning practices. To further support the effort, the South African government legalized rhino horn trade in South Africa so that the revenue can be used to cover the expensive operational cost. However, this move can backfire and decreased the white rhino population instead. This study introduced a mathematical model using differential equation to model legal and illegal poaching while taking the rhino horn price into account. The existence and stability of the equilibrium points is also discussed. Moreover, autonomous simulation is performed to provide visualization and better interpretation of the analytical study. The results from the analytical study and autonomous simulation show that the population dynamics of hunter can be affected by the number of times of dehorning in a year, the proportion of rhino that died because of illegal poaching, government's intervention to arrest illegal poachers, and horn price in the market. |