Abstract
Masjid Kuncen Madiun merupakan masjid yang dibangun beriringan dengan berdirinya Madiun sebagai pusat pemerintahan tahun 1575 oleh Pangeran Timur, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga sebagai artefak budaya yang merefleksikan proses islamisasi di Madiun. Penelitian ini mengkaji gaya bangunan Masjid Kuncen sebagai representasi akulturasi antara budaya lokal Jawa dan ajaran Islam dalam konteks arsitektur masjid kuno. Metode penelitian yang digunakan mengacu pada pendekatan arkeologi menurut Robert J. Sharer dan Wendy Ashmore (2003) yang meliputi tujuh tahapan. Gaya bangunan Masjid Kuncen menampilkan ciri khas masjid kuno Jawa sebagaimana dikemukakan oleh G.F. Pijper dan Sumijati Atmosudiro, seperti atap tumpang, tidak memiliki menara, soko guru sebagai penopang utama, serta pawestren sebagai ruang ibadah perempuan. Elemen-elemen bangunan seperti, teras, serambi, ragam hias, dan sistem tata ruang mengadopsi rumah tradisional Jawa sekaligus mengintegrasikan arsitektur Islam. Hasil analisis mengungkapkan adanya adopsi bentuk, teknologi, dan ornamen dari budaya lokal Jawa yang kemudian diselaraskan dengan Islam.
......Kuncen Mosque in Madiun was established in 1575 alongside the founding of Madiun as a governmental center by Prince Timur. Besides serving as a place of worship, the mosque functions as a cultural artifact that reflects the Islamization process in the region. This study examines the architectural style of Kuncen Mosque as a representation of the acculturation between Javanese local culture and Islamic teachings within the context of ancient mosque architecture. The research method follows an archaeological approach as proposed by Robert J. Sharer and Wendy Ashmore (2003), consisting of seven stages. The architectural features of Kuncen Mosque reflect traditional Javanese mosque characteristics as described by G.F. Pijper and Sumijati Atmosudiro, such as tiered roofs (atap tumpang), the absence of a minaret, soko guru (main pillars), and pawestren (a dedicated prayer space for women). Architectural elements such as terraces, porches, ornamentation, and spatial layout adopt forms from traditional Javanese houses while also integrating Islamic architectural principles. The analysis reveals an adaptation of form, technology, and ornamentation from Javanese local culture that has been harmonized with Islamic values.