Mak Yong yang diajukan dalam disertasi ini adalah salah satu jenis kesenian yang terdapat di daerah Riau, khususnya di daerah Bintan Timur yang menggabungkan unsur-unsur ritual, cerita, tari, nyanyi, dan musik. Dalam pertunjukannya, Mak Yong mempertemukan pemain dan pementasannya dengan penonton dalam ruang waktu dan tempat yang sama.
Untuk melakukan kajian Mak Yong terlebih dahulu diperlukan deskripsi yang "lengkap" yang diharapkan dapat menjembatani pemain dan pertunjukannya dengan penonton selaku penikmat dan pendukungnya. Deskripsi pertunjukan semacam ini menghadapi masalah yang kontradiktif. Di satu pihak, sebuah pertunjukan pada dasarnya bersifat "satu kali," tetapi di lain pihak dapat muncul suatu keperluan untuk melihat kembali pertunjukan itu yang sudah tidak ada. Deskripsi seakan-akan membekukan peristiwa, waktu, dan ruang sebuah pertunjukan dalam bentuk rangkaian kata dan berbagai bentuk rekaman suara dan gambar.
Pertunjukan Mak Yong yang akhirnya dideskripsikan ini memperlihatkan kecairan dan kepekatan kelisanan yang amat menarik. Kecairan mendukung fungsi hiburan dan resistensi rakyat terhadap penguasanya, kepekatan mendukung fungsi pengajaran dan pengukuhan nilai. Selain itu, hal lain yang menarik adalah interaksi antara dunia kelisanan dan keberaksaraan dalam menghasilkan sebuah pertunjukan. Adanya birokrasi yang tidak tampak jelas, peranan panitia yang sangat kuat, kebijakan penguasa mengenai seni, dan sistem latihan dalam sanggar mewarnai perjalanan sebuah tradisi menembus masa kini. Kajian ini adalah "cerita" mengenai perjalanan sebuah pertunjukan tradisi lisan di dalam masyarakatnya yang masih mengandalkan kelisanan dan di luar masyarakatnya yang sudah memasuki dunia keberaksaraan dalam suatu masa kejayaan orde politik tertentu di Indonesia.