Alasan penulisan skripsi ini adalah karena saat ini pemerintah Indonesia sedang mencari devisa di luar sektor Minyak dan Gas (migas) dan salah satunya adalah dari sektor pariwisata. Sektor pariwisata tidak terlepas dari penyediaan sarana akomodasi penginapan sebagai salah satu sarana penunjangnya. Tujuannya adalah untuk melihat penerapan strategi produk yang ditawarkan oleh pihak hotel, dalam hal ini menggunakan kasus Hotel "SSBR" yang terletak di Senggigi, Pulau Lombok, Prop. NTB dimana telah terjadi persaingan yang sangat ketat dengan melihat pasar sasaran wisatawannya. Metode penelitian yang digunakan dengan cara wawancara secara langsung dengan pihak manajemen hotel, data-data yang diberikan piĀ¬hak hotel, studi literatur, Badan Pusat Statistik Prop. NTB dan Dinas Pariwisata Prop. NTB.
Dari hasil penelitian yang didapat bahwa dari tahun 1988 - 1992 secara umum telah terjadi penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Lombok. Penurunan pertumbuhan yang, drastis terjadi pada tahun 1992 yang hanya sebesar 7%, dimana tahun sebelumnya sebesar 18%. Jumlah hotel di Prop. NTB dari tahun 1989 - 1991 naik sebanyak 57 buah, kenaikan jumlah kamar rata-rata tiap tahun adalah 350 kamar atau 17%. Untuk hotel berbintang kenaikan jumlah kamarnya naik drastis pada tahun 1991 sebanyak 238 kamar dibandingkan dengan tahun sebelumnya hanya 50 kamar, atau telah naik sebesar 61%. Bila dilihat dari permintaan dan penawaran kamar hotel keselurahan bahwa rata-rata dari tahun 1988-1991 telah terjadi kelebihan penawaran lebih kurang sebesar 75%, sedangkan untuk hotel berbintang kelebihan penawaran sebesar lebih kurang 60%.
Dari data segmentasi yang didapat, bahwa wisatawan mancanegara yang datang ke Prop. NTB sebagian besar berasal dari negara-negara Eropa (Belanda, Jerman), kemudian kedua adalah wisatawan Australia, ketiga Inggris, dan keempat Amerika dan Jepang.
Pada dasarnya produk perhotelan dibagi menjadi dua, yaitu Tangible Product dan Intangible Product. Tangible product adalah yang secara nyata terlihat terdiri dari kamar (rooms), makanan dan minuman, jasa-jasa lainnya. Intangible product adalah tidak secara nyata terlihat tapi dapat dirasakan dan sangat menunjang tangible product, seperti pelayanan, kenyamanan dan ketenangan, dll.
Kesimpulan dari tulisan ini, bahwa di Prop NTB, Pulau Lombok telah terjadi kelebihan penawaran kamar lebih kurang sebanyak 75% dan untuk hotel berbintang sebanyak 60%. Wisatawan yang berkunjung ke Pulau Lombok sebagian besar berasal dari negara Eropa. Produk yang ditawarkan antara tangible dan intangible product tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya dan keduanya saling menunjang. Sarannya adalah pihak pemerintah daerah diharapkan untuk membatasi perijinan baru pendirian hotel, karena sudah oversupply. Pihak perhotelan juga diharapkan untuk membuat paket-paket penginapan yang menarik agar dapat menambah jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Lombok dan akhirnya diharapkan akan menambah juga tingkat hunian kamarnya (occupancy rate).