BUMN mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional. Namun, banyak BUMN yang kondisinya - cukup memprihatinkan. Kondisi BUMN semakin parah dengan terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 sehingga menjadi beban bagi keuangan negara. Untuk itu, pemerintah kemudian mengambil kebijakan memprivatisasi BUMN. Dalam praktek, privatisasi tidak hanya ditujukan untuk mencapai tujuan privatisasi, melainkan juga untuk menutup defisit APBN. Pelaksanaan privatisasi juga dipengaruhi oleh IMF sehingga dikhawatirkan' dapat merugikan rakyat. Oleh karena itu, privatisasi kemudian diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Pengaturan privatisasi dalam UU No. 19 Tahun 2003 didorong oleh faktor-faktor untuk menafsirkan dan menjabarkan Pasal 33 UUD 1945, untuk melindungi hajat hidup orang banyak, dan sebagai pedoman untuk melaksanakan privatisasi.
Tujuan privatisasi dalam UU No. 19 Tahun 2003 adalah untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham persero. Agar tujuan tersebut tercapai, maka privatisasi dilakukan dengan maksud untuk melakukan restrukturisasi kepemilikan, managerial, keuangan, teknologi, dan pasar. Dengan adanya restrukturisasi, diharapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dapat diterapkan. Upaya untuk menyehatkan BUMN melalui privatisasi tidak boleh merugikan kepentingan negara dan hajat hidup orang banyak. Untuk itu, di dalam UU No. 19 Tahun 2003 diatur mengenai kriteria perusahaan yang dapat diprivatisasi dan yang tidak dapat diprivatisasi. UU No. 19 tahun 2003 juga mengatur mengenai tata cara privatisasi. Privatisasi harus dilaksanakan sesuai dengan tata cara yang telah ditentuakan agar hasilnya optimal.
Dalam privatisasi, Pemerintah dan DPR mempunyai peranan penting. Pemerintah berperan dalam mengambil keputusan privatisasi dan melaksanakan privatisasi, sedangkan DPR mempunyai peranan untuk mengawasi Pemerintah dalam menjalankan perannya. Pengawasan DPR meliputi pengawasan preventif dan pengawasan represif. Dengan demikian, terciptalah check and balances dalam privatisasi sehingga privatisasi dapat dilaksanakan dengan baik.