Persekongkolan tender merupakan fenomena yang membahayakan bagi perekonomian secara keseluruhan. Sehingga beberapa negara memandang perlu untuk mengaturnya dalam peraturan khusus. Tesis ini memberikan penjelasan mengenai perbandingan persekongkolan tender berdasarkan hukum persaingan usaha di Indonesia dan Jepang. Dampak persekongkolan tender mengakibatkan kerugian yang signifikan, baik terhadap pelaku usaha pesaing maupun kepada masyarakat secara luas. Oleh karena itu, hampir semua negara menganggap perlu melarang tegas aktivitas tersebut. Bahkan, sudah sejak lama menganggap perjanjian di antara para penawar untuk tidak bersaing sebagai tindakan curang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode Yuridis Normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan. Larangan Persekongkolan Tender dalam hukum persaingan usaha di Indonesia diatur dalam pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mengatur pasal tersebut dalam pedoman khusus. Para pelaku usaha dilarang melakukan persekongkolan dalam tender dengan pelaku usaha lain dalam mengatur dan menentukan pemenang tender sehingga menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Sementara aturan lain mengenai tender dalam pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah diatur dalam Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010. Di Jepang di atur dalam pasal 2 (6) undang-undang Antimonopoly. Peraturan ini didasarkan pada pasal 3 undang-undang Antimonopoly mengenai hambatan perdagangan yang tidak sehat. Dan beberapa pedoman lain yang berada dibawah kontrol undang-undang Antimonopoli. Sedangkan undang-undang yang mengatur mengenai barang dan jasa pemerintah di atur dalam kaikei Ho (Account Act).
Bid Rigging is a dangerous phenomenon for the economy overall. So that some countries consider it necessary to arrange them in specific regulation. This thesis is explains about the comparison of bid rigging prohibition under the Indonesian and Japanese competition law. The impact of bid rigging resulted in significant losses, both to business competitors and to society at large. Therefore, almost all countries consider need to expressly prohibit such activities. In fact, has along been considered the agreement among the bidders not to compete as an act of fraudulently. The research method that used in this research is a Legal Normative that refers to the legal norms found in laws and regulations. Bid rigging in Indonesia has been ruled inArticle 22 Act No. 5, 1999. Commission for The Supervision Commission of Business Competition (KPPU) has already made a guidance in the implementation of that Article. The entrepreneurs are prohibited to perform the bid rigging with other entrepreneur to arrange and to determine the winner of the tender resulting in unfair business competition. While, the other rules of the government procurement of goods and services is regulated in Peraturan Presiden No. 54, 2010. In Japan, the bid rigging prohibition is also regulated in The Japanese Anti Monopoly Act (The AMA) Article 2 (6) Act No. 54, 1947. This regulation is based on the article 3 of the Antimonopoly Act about unreasonable restraint if trade. And some guidance of the bid rigging prohibition under the Antimonopy Act control. While, the act about government procurement is regulated in kaikei Ho or Account act.