Skripsi ini membahas kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutus perselisihan Pemilukada berdasarkan UU Pemerintahan Daerah. Namun MK melaksanakannya tidak mendasarkan pada UU. Skripsi ini mengambil studi kasus putusan MK atas perselisihan Pemilukada di Kota Jayapura. Permasalahannya bagaimana MK menjalankan kewenangan memutus perselisihan Pemilukada dan apakah bakal pasangan calon dapat diterima sebagai pemohon dalam perselisihan Pemilukada. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa MK menjalankan kewenangan dengan memegang prinsip hukum dan keadilan, sehingga mengutamakan keadilan substantif. Demi menegakan keadilan substantif, MK mendasarkan kewenangannya pada UUD NRI Tahun 1945. Apabila MK hanya mendasarkan pada UU, maka keadilan prosedural akan menyampingkan keadilan substantif, yang kemudian akan menjadikan MK berwenang mengadili seluruh pelanggaran yang terjadi dalam proses Pemilukada yang mempengaruhi hasil Pemilukada. Dengan kewenangan tersebut, maka MK dapat memeriksa sejak penetapan daftar pemilih pada kasus Kota Jayapura. Dengan adanya pemohon yang merupakan bakal pasangan calon, MK perlu menggunakan interpretasi ekstensif untuk memberikan kedudukan hukum. MK memberikan kedudukan hukum tersebut demi menegakan keadilan substantif dan menjamin hak konstitusional warganegara karena pada dasarnya bakal pasangan calon secara materiil merupakan peserta Pemilukada berdasarkan putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap. Bakal pasangan calon juga dapat menjadikan putusan PTUN sebagai alat bukti otentik di persidangan. Penulis juga mendapat kesimpulan bahwa MK menganut aliran Interessenjurisprudenz dalam melakukan penemuan hukum, dimana hakim konstitusi mencari dan menemukan keadilan dalam batas kaidah-kaidah yang telah ditentukan. MK juga menjadikan putusan-putusannya sebagai yurisprudensi untuk menerapkan pada perkara yang sejenis.
This paper discusses the authority of the Constitutional Court to decide election disputes according to Local Government Act. However, the Constitutional Court does not refer to the Act on asserting its authority. This paper takes a case study of the Constitutional Court verdict on Election dispute in Jayapura. The problem is how to assert the Constitutional Court‟s authority to decide Election disputes and whether the pre-candidates would be accepted as party in the election dispute. The author uses the method of legal normative research, using secondary data. This research concluded that the Constitutional Court implement the principle in law and justice so that substantial justice will be taken as first priority. For the sake of upholding the substantial justice, the Constitutional Court refers its authority on the Constitution. If the Constitutional Court only refers to the Act, the procedural justice will rule aside substantive justice, which makes Constitutional Court has the authority to examine all violations in the Election process which could influence the Election result. With such authority, the Constitutional Court is able to examine since the enlistment of voters in Jayapura case. With the existence of such plaintiff, which is a pre-candidate, the Constitutional Court ought to interpretes extensively to grant legal standing to these plaintiffs. The Constitutional Court grants them the legal standing in order to uphold substantive justice and ensure the constitutional rights of citizens because pre-candidate substantively will be a participant in the Election based on the final and binding verdict of the Administrative Court. Pre-candidates will also be able to use its verdict as an authentic evidence in the trial. The author also concludes that the Constitutional Court adopts Interessenjurisprudenz idea on legal finding, in which the constitutional judges look for and find justice within the limits of established norms. The Constitutional Court also deduces its verdicts as the case law to be applied in other similar case(s).