ABSTRAKPengelolaan hutan di Provinsi Papua selama ini belum meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua, khususnya masyarakat hukum adat Papua selaku pengguna hak ulayat. Sejak berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, negara dan rakyat Indonesia mengakui, menghormati dan menghargai hak-hak masyarakat hukum adat Papua atas sumber daya alam, termasuk di dalamnya sumber daya hutan. Pengelolaan hutan di Provinsi Papua dilakukan dengan keberpihakan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat hukum adat Papua yang dilakukan melalui jalinan kerjasama setara dan adil, dengan tetap perpegang pada prinsip-prinsip kelestarian lingkungan, keadilan dan pemerataan. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif, yaitu jenis penelitian yang didasarkan pada pemikiran bahwa telaah terhadap permasalahan yang nampak dalam fenomena masyarakat hukum adat di Provinsi Papua yang menggunakan Peraturan Daerah Khusus Papua (Perdasus) Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Provinsi Papua sebagai dasar dalam pengelolaan hutan berkelanjutan dengan dikeluarkanya Peraturan Gubernur Papua Nomor 13 Tahun 2010 tentang IUPHHK-MHA, kemudian untuk mengumpulkan data penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara terhadap para ahli hukum dan petugas penegak hukum dalam hal ini polisi, jaksa, hakim, instansi pemerintah serta Akademisi. Sedangkan Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) serta pendekatan konsep (conceptual approach). Pendekatan Undang-undang dilakukan untuk meneliti pasal-pasal yang berkaitan dengan Peraturan Daerah Khusus Papua Nomor 21 Tahun 2008, sedangkan pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan Kehutanan, serta mencari kejelasan mengenai persepsi (pandangan) masyarakat Papua dan aparat penagak hukum di Papua tentang Peraturan Daerah Khusus Papua Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Provinsi Papua. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka di peroleh beberapa kesimpulan bahwa Penerapan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua sebagai implementasi Peraturan Daerah Khusus Nomor 21 Tahun 2008 telah diberlakukan di Papua. Dalam penerapannya, fakta membenarkan bahwa adanya perdasus kehutan tersebut telah di terima oleh masyarakat Papua khususnya hampir sebagian besar masyarakat adat di Papua, namun penerapannya belum efektif secara menyeluruh. Hal ini akan menjadi dilema ketika masyarakat hukum adat diperhadapkan dalam dua kondisi aturan yang bertentangan atau tidak sejalan, maka sangat diperlukan regulasi yang bisa membatasi dan memperjelas kedudukan kedua jenis hukum tersebut, dengan kata lain adanya singkronisasi dan harmonisasi aturan Perdasus kehutanan Papua dan aturan-aturan dari menteri kehutanan, dimana apabila hukum adat masih diakui keberadaannya, maka penting bagi negara untuk memberikan ruang bagi pemberlakuan hukum-hukum adat sepanjang dapat menjamin kemakmuran bagi warga Negara dalam pengelolaan hutan berkelanjutan.
ABSTRACTForest management in Papua province has so far not improve the welfare of the Papuan people, especially the indigenous people of Papua as users of customary rights, and not strengthen the fiscal capacity of government in the province of Papua. Forests in Papua province is a creation and gift of Almighty God, must be used wisely for the welfare of mankind, both current generation and future. Since the enactment of the Law of the Republic of Indonesia Number 21 of 2001 on Special Autonomy for Papua Province, the state and people of Indonesia recognize, honor and respect the rights of Papuan indigenous people over natural resources, including forest resources. Forest management in Papua province is done by partisanship, protection and empowerment of indigenous people of Papua, in order to achieve prosperity and independence in the Republic of Indonesia. Forest management in Papua province through the fabric of equal and fair cooperation, while perpegang on the principles of environmental sustainability, fairness, equity and human rights.The method used is the Judicial Normative, the type of research that is based on the notion that the examination of the problems evident in the phenomenon of indigenous people in Papua province that uses the Papua Special Local Regulation (Perdasus) No. 21 of 2008 on Sustainable Forest Management in Papua Province as the basis of sustainable forest management by the Governor Regulation No. 13 of 2010 on IUPHHK-MHA, and then to collect data on field research carried out using interview techniques to legal experts and law enforcement officers in this case the police, prosecutors, judges, government agencies and academics. While the research approach used in this study is to use the approach of legislation (Statute approach) as well as the approach to the concept (conceptual approach). The law approach taken to examine the articles associated with the Papua Special Local Regulation No. 21 of 2008 on Sustainable Forest Management in Papua province, while the concept of the approach used to understand the concepts related to forestry, as well as seek clarity on the perception the law of Papua and Papua enforcement officials on the Papua Special Local Regulation No. 21 of 2008 on Sustainable Forest Management in Papua Province.Based on the results of research that has been done, then obtained a conclusion that the implementation of Sustainable Forest Management in Papua province as the implementation of the Special Local Regulation No. 21 of 2008 has been enacted in Papua. In practice, a fact confirmed that the Special Local Regulation No. 21 of 2008 has been accepted by the people of Papua in particular most of the indigenous people in Papua, but its application has not been effective as a whole. This will be a dilemma when confronted indigenous peoples in the two conditions of a rule that contradicts or is inconsistent, it is necessary regulations that could restrict and clarify the legal status of both types, in other words, the synchronization and harmonization of rules Special Local Regulation No. 21 of 2008 and rules minister of forestry, which if customary law is recognized, it is important for countries to make room for the application of customary laws to ensure prosperity for all citizens in sustainable forest management.