ABSTRAK Tesis ini ingin mengetahui sejauh mana iklan politik partai pada pemilu legislative
2014 berperan sebagai ruang publik pemilu. Dalam hal ini akan dibahas
bagaimana struktur kepemilikan televisi dan iklan politik komersial televisi
berpengaruh terhadap pembentukan ruang publik pemilu. Tesis ini menggunakan
konsep ruang publik dan analisis diskursus menurut teori tindakan komunikasi
Habermas, serta pendekatan ekonomi politik komunikasi untuk mengetahui
faktor-faktor struktural yang mempengaruhi ruang publik pemilu. Hasil studi ini
menunjukkan bahwa iklan politik partai pada pemilu legislatif gagal untuk
membangun ruang publik pemilu karena didominasi oleh iklan pencitraan, adanya
komersialisasi iklan politik dan konsentrasi kepemilikan media. Kelemahan
dibidang peraturan hukum dan penegakan hukum terkait dengan penyelenggaraan
pemilu ikut menyumbang bagi kemungkinan terjadinya praktik keberpihakan
politik media. Dalam hal ini telah terjadi kolonisasi ruang publik pemilu oleh
koalisi antara elit politik dan elit media untuk kepentingan politik mereka. Media
penyiaran telah gagal berperan sebagai ruang publik untuk membangun demokrasi
Indonesia yang berkualitas
ABSTRAK This thesis discusses the political discourse on party political advertising in the
2014 legislative election, to determine wheter the party political advertising can
function as a public sphere of election according Habermas’s conception. In
addition, it also discusses how the ownership structure of commercial television
and commercial political advertising will influence the public sphere of
election. The methodology in this thesis uses the concept of public sphere and
discourse analysis according to Habermas's theory of communication action, as
well as the political economy of communication approach to determine the
structural factors that influence the public sphere of election. The results of this
study stated that the party political advertising in legislative election dominated
by advertising imagery that failed to build a public sphere of election.
Furthermore, the commercialization of political advertising and concentration of
media ownership has resulted media bias to a particular political
party. Weakness in the field of rule of law and law enforcement related to the
election contributed to the political bias of media practices. In this case there has
been a colonization of public sphere in the legislative election by a coalition
between the party political elite and the media elite for their political
interests. Broadcast media have failed to act as a public sphere to build the
quality of democracy in Indonesia.