Indonesia is facing shortage of pharmacist in public health centers (PHCs),
therefore the local government and PHCs have to cope with this problem.
This paper aimed to describe the pharmaceutical manpower availability in
PHCs, the problems occurred and potential applied solutions. Data was
taken from National Health Facility Research 201. Quantitative data related
to pharmaceutical manpower in PHCs was analyzed descriptively based on
regions. Supporting qualitative data through in-depth interviews with the
health office staffs in Bogor and Bekasi and pharmacists in four PHCs were
conducted and being analyzed using thematic analysis. It was found that
Sulawesi had the highest percentage of PHCs having pharmacist (29.1%)
while Eastern Indonesia 51.5% of PHCs didn?t have any staff with pharma-
cy related educational background. The highest percentages of staff com-
position were pharmacy technician followed by nurse. The main problem
was due to high workload with limited manpower available. The proposed
solutions are recruitment of new pharmacists, but in case it is not possible
then placing pharmacist in certain type of PHCs with urgent needs is a
priority. Empowering pharmacy technician, all available trained staff and
other resources such as on job students are other feasible choices.
Indonesia masih menghadapi keterbatasan jumlah apoteker di puskesmas,
sehingga pihak pemerintah daerah dan puskesmas harus berupaya me-
ngatasi permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menggam-
barkan ketersediaan dan distribusi tenaga pelayanan kefarmasian di
puskesmas serta permasalahan dan alternatif pemecahannya. Data di-
ambil dari hasil Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) tahun 2011I. Data
kuantitatif tentang tenaga pelayanan kefarmasian di puskesmas dianalisis
secara deskriptif berdasarkan regional. Data kualitatif sebagai pendukung
diperoleh melalui wawancara mendalam dengan bagian kepegawaian
dinas kesehatan dan apoteker empat puskesmas di Kota Bogor dan Bekasi,
3
kemudian dianalisis dengan metode analisis tema. Hasil analisis menun-
jukkan bahwa Sulawesi memiliki persentase puskesmas dengan tenaga
apoteker tertinggi (29,1%) sedangkan Indonesia Timur memiliki persentase
puskesmas tertinggi dengan tenaga pelayanan kefarmasian tanpa latar
belakang pendidikan farmasi (51,5%). Persentase tenaga kefarmasian
terbesar di puskesmas adalah tenaga teknis kefarmasian kemudian pera-
wat. Permasalahan utama yang dihadapi puskesmas adalah beban kerja
yang berat dengan kondisi tenaga yang terbatas. Alternatif pemecahan
masalah yaitu pengangkatan apoteker baru, namun jika tidak memungkin-
kan maka penempatan apoteker pada puskesmas dengan kebutuhan men-
desak merupakan prioritas utama. Pilihan lain yang memungkinkan adalah
pemberdayaan tenaga teknis kefarmasian dan staf lain yang sudah dilatih
atau memanfaatkan tenaga siswa magang.