ABSTRAKPioneers (yaitu first mover yang pertama kali masuk ke suatu pasar sebelum para imitators), seringkali digambarkan sebagai mesin-mesin penggerak peliumbuhan ekonomi. Sebaliknya, imitators dipandang tidak lebih sebagai copycats yang malas melakukan inovasi. Namun, siapakah yang seringkali menguasai pasar? Fakta memperlihatkan bahwa tidak sedikit imitators yang mampu mengungguli pioneer-nya dan menjadi market leader.
Imitasi merupakan strategi yang umum dipakai oleh banyak perusahaan, dimana pada strategi ini imitators cukup meniru atau meng-copy beberapa aspek (baik produk, proses atau prosedur) yang telah dilakukan oleh pioneer. Banyak kemudahan yang didapat oleh suatu perusahaan!produsen dengan melakukan imitasi. Sementara pioneer dihadapkan pada sejumlah kendala dan tantangan, seperti: pengembangan produk bese1ia pasarnya, resiko kegagalan dan kerugian serta kesulitan dana; imitators justru menikmati sejumlah kemudahan, seperti: cepat, murah dan produk-produk yang dihasilkan juga telah lebih sesuai keinginan konsumen.
Ada tiga strategi imitasi yang lazim dilakukan imitators . Pertama, beberapa imitators menjual generic version dari produk-produk pioneer dengan harga yang jauh lebih murah, seperti yang dilakukan oleh pulpen Bic. Kedua, imitators dapat meniru dan mengembangkan (imitate and improve) produk pioneer, seperti pada kasus Boeing. Dan terakhir, banyak imitator yang mengalahkan smaller pioneer dengan memanfaatkan kekuatan pasar, kekuatan dana atau jalur distribusi yang telah dimiliki. Hal ini dapat dilihat pada kasus IBM yang mengalahkan sang pioneer (Apple II).
Industri yang terbilang raJm mengadaptasi strategi imitasi ini adalah industri sepatu kulit. Sebagai salah satu atribut penting dari fashion, sepatu kulit senantiasa mengalami perubahan. Berbeda dengan barang-barang elektronik (dimana perubahan terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama), pada sepatu kulit perubahan trend dapat terjadi hanya dalam hitungan bulan. Sehingga mau tidak mau, produsen harus terus dapat mengimbangi perubahan trend yang terjadi di masyarakat.
Maraknya praktek peniruan terlihat j elas disalah satu sentra industri sepatu kulit, yaitu di PIK Penggilingan. Hampir seluruh toko (dari sekitar 75 toko yang berada di sana) memproduksi serta menjual sepatu/sandal imitasi. Mereka tidak hanya sekedar mencontek atau meniru model-model sepatu/sandal yang ada di pasaran, namun lebih jauh lagi mereka menggunakan beberapa merek sepatu/sandal temama, seperti: Buccheri, Charles Jourdan, Nike, Reebok, Eagle, Spotec dan masih banyak lagi untuk memasarkan sepatu/sandalnya.
Sebagai salah satu toko yang beroperasi di sana, Al Kausar pun tidak menabukan praktek imitasi ini. Di dalam tokonya dapat ditemui model-model sepatu/sandal yang memakai beragam merek. Untuk sepatu olahraga, terlihat beragam merek temama terpajang di rak, seperti: Nike, Reebok, Nekerman, Spotec atau Eagle. Bedangkan untuk sepatu kulit selain menggunakan nama tokonya, AI Kausar juga menggunakan beberapa merek lain, seperti: Yongki Komaladi Shoes dan Pierre Cardin. Penggunaan merek-merek yang telah dikenal masyarakat tadi terbukti ampuh untuk memasarkan sepatu/sandai imitasi. Keinginan memiliki sepatu/sandal bermerek nampaknya telah mendorong konsumen untuk membeli produk-produk bajakan ini. ''Beda rasauya memakai sepatu bermerek", demikian alasan umum yang mcrcka kemukakan.
Dalam memasarkan sepatu/sandal imitasinya, Al Kausar menerapkan lower-price strategy. Artinya, harga sepatu/sandal bajakan ini tidak semahal produk aslinya yang biasa dijual di toko-toko besar atau di mal. Selain bahan baku yang dipakai memang tidak terlalu baik, muralmya sepatu/sandal produksi Al Kausar juga dikarenakan belum memiliki brand name sebaik original product.
Kerasnya persaingan di industri sepatu kulit (khususnya di PIK Penggilingan) serta usia perusahaan yang memang belum terlalu lama, nampaknya telah menjadi pertimbangan utama Al Kausar untuk mengadopsi strategi imitasi. Ada beberapa keuntungan yang didapat Al Kausar dengan memproduksi dan menjual sepatu/sandal imitasi, diantaranya: cukup mudah dilakukan, tidak mengeluarkan banyak biaya promosi, menghemat waktu, lebih menguntungkan dan masih banyak lagi.
Walaupun penerapan Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia tidak berj alan sebagaimana mestinya, namun praktek saling tiru dan saling contek tetap riskan untuk dilakukan. Maka alangkah lebih baik jika dalam perjaianmmya, Al Kausar secara perlahan-lahan merubah strategi imitasi yang dilakukannya. Jika saat ini strategi yang dilakukannya adalah lower-price strategy (yaitu dengan meniru produk yang ada di pasaran serta menjualnya dengan harga yang lebih rriurah), maka dalam perkembangannya Al Kausar dapat melakukan strategi imitate and improve. Pada strategi imitate and improve, Al Kausar tidak lagi sekedar hanya meniru model atau desain sepatu/sandal yang telah ada di pasaran. Lebih jauh lagi, AI Kausar juga melakukan pengembangan dan inovasi atas sepatu/sandal yang telah ada di pasaran. Sehingga natinya sepatu/sandal produksi Al Kausar akan memiliki kualitas dan model/desain yang lebih bagus dibandingkan dengan yang produk aslinya (second but better).