Dinamika dakwah Islam di Indonesia banyak mengalami perubahan tiap jamannya, termasuk media dakwah yang digunakan. Pasca orde baru yang represif, penyebaran dakwah oleh tokoh agama atau organisasi Islam pun bermunculan terutama di era internet. Penggunaan media sosial Instagram menjadi media dakwah telah menambah warna ragam dakwah di Indonesia. Salah satunya adalah dakwah yang dilakukan oleh Ustadz Khalid Basalamah yang beraliran Salafi. Instagram sebagai bentuk media sosial telah memberikan kesempatan gerakan kelompok Islam beraliran Salafi yang mengusung pemurnian ajaran Islam dan menolak segala ibadah yang dianggap bid`ah untuk hadir di tengah kontestasi dakwah. Instagram telah menjadi arena kontestasi aliran kelompok Islam dan usaha dominasi untuk meningkatkan kapital dan posisi sosial pendakwah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan data primer berupa gambar foto, ilustrasi dan teks pada konten feed yang diunggah pada akun Instagram Ustadz Khalid Basalamah ustadzkhalid dan khalidbasalamahofficial dari bulan Juli 2018 hingga Desember 2018 yang dianalisis menggunakan semiotika sosial. Dengan menggunakan pemikiran Bourdieu khususnya terkait peran kapital di dalam arena, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Instagram telah menjadi platform yang diandalkan oleh ustadz dalam mengembangkan dakwah melalui pembuatan konten dakwah yang kreatif dan menjadi sarana pedagogi untuk menanamkan doktrin keagamaan. Pemilihan konten yang memunculkan simbol, atribut dan jaringan kelompok sosial di Instagram digunakan sebagai pembentuk identitas kelompok dan legitimasi ajaran sebagai bentuk perwujudan kapital sosial. Keterlibatan follower dalam media sosial juga dimunculkan dengan pemilihan konten yang mencerminkan kesuksesan ustadz sebagai seorang tokoh panutan yang berujung pada semakin menguatnya kapital simbolik. Dalam penelitian ini juga didapatkan kesimpulan bahwa Khalid Basalamah memanfaatkan fitur dengan konten untuk mengonversi kapital yang dimilikinya menjadi bentuk kapital lain yakni kapital ekonomi melalui beberapa bentuk komodifikasi yang berlabelkan agama.
The dynamics of Islamic preaching (dakwah) has been constantly changing along the time. Post new order regime and facilitated by the booming of social media usage has given varieties in Islamic preaching in Indonesia. After the repressive new order, the spread of da`wah by religious leaders or Islamic organizations also emerged, especially in the internet era. The use of Instagram social media as a medium of propagation has added various colors to dawah in Indonesia. Instagram, as one of the example, came as one of the social media channel that rich in features, has been giving enormous opportunities for islamic minority group (salafi) to take stand and arise in the middle of religion dispute. Instagram has been used as battle field and dominating effort to gain popularity and the capital income for the religious leaders within their social contest. This research is a qualitative research with photos, illustration, imagery, and text as its primary data which have been derived from the Ustadz Khalid Basalamahs (UKB) ustadzkhalid and from khalidbasalamh official Instagram account from from July 2018 to December 2018. This primary data then been analysed using social semiotic approach. By using Bourdieus thinking, especially related with, capital, and arena, the result of this research shows that IG has become most used social media platform by ustadz (islamic religious leader) to develop their dawah through the creation of creative dawah content and a pedagogical tool. With the ustadz ability to transform religious script as cultural capital, instagram then became lecturing arena for ustadz to indoctrinate the religion. Content creation that uplift the symbols, attributes, group network on Instagram, has been used to form the social identity and thought legitimation, again, as religious doctrine. The involvement of the accounts follower in the social media also has been taking important role to define the content that reflect the successful of the ustadz. With this process taking shape, the symbolic capital also getting stronger. This research also reveals the conclusion where UKB has been using a feature to convert the the capital and its popular content to become economic capital through form of commodification