UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Kewenangan MPR RI menurut UUD 1945 dan UUD 1945 perubahan kajian dari teori perundang-undangan = The authority of the MPR RI according to the 1945 constitution and the 1945 constitution amendment to the law of the law

Paman Nurlette; Fitriani Ahlan Sjarif, supervisor; Maria Farida Indrati, supervisor; Harsanto Nursadi, examiner; Simatupang, Dian Puji Nugraha, examiner (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020)

 Abstrak

Corak bangunan sistem ketatanegaraan Indonesia dewasa ini sangat bervariatif, hal itu berimplikasi pada pergeseran fungsi, kewenangan dan kedudukan organ-organ Negara dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan. Salah satu implikasi dari Perubahan iklim sistem ketatanegraaan pasca Reformasi ialah, terjadi pemangkasan terhadap fungsi dan kewenangan lembaga MPR, Dahulu MPR memeliki kewenangan yang paling kuat dalam sistem ketatanegraaan Indonesia sebagai lembaga tertinggi Negara. Sehingga mendistribusikan kekuasaanya secara vertical-struktural, namun setelah terjadi Perubahan UUD 1945, maka kini MPR telah menjadi lembaga tinggi Negara dan kekuasaannya ada pada lembaga Negara lain secara horizontal-fungsional, sehingga MPR sudah bersetara dengan lembaga-lembaga Negara lain seperti DPR, Presiden, DPD, BPK, MA, MK dan KY. Akan tetapi tidak ada suatu hal yang salah dengan keinginan untuk memperkuatkan lagi fungsi dan kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan. Fakta empiris membuktikan dalam praktek ketatanegaraan Indonesia selama ini eksistensi MPR lebih kepada lembaga seremonial, seharusnya sebagai lembaga yang menjadi tempat bernaungnya para anggota DPR dan DPD, seyogyanya MPR dapat menjadi tempat para wakil rakyat bermusyawarah untuk membicarakan hal-hal strategis. Namun selama ini Negara sudah kehilangan esensi bermusyawarah, DPR lebih kental dengan kekuatan politik partai yang penuh dengan lobi dan belum tentu apa yang diputuskan menjadi kepentingan seluruh masyarakat. Ketika MPR diperkuatkan fungsi dan kewenangan dalam sistem ketatanegraan Indonesia, maka ada kebijakan-kebijakan strategis dan substantif yang bisa dibahas secara bersama antara DPR dan DPD dengan melepas atribut partai atau kedaerahan. Akan tetapi tentu kewenangan MPR juga perlu dibatasi hanya pada hal-hal fundamental, seperti masalah penguatan ideologi, menjadi lembaga yang menengahi kisruh politik yang mampu memecah belah bangsa.

The style of building the Indonesian constitutional system today is very varied, it has implications for the shift in the function, authority and position of State organs in the hierarchy of statutory regulations. One of the implications of climate change in the post-Reform constitutional system is that there was a reduction in the functions and authority of the MPR institution. In the past, the MPR had the most powerful authority in the Indonesian constitutional system as the highest state institution of the State. So that it distributes its power verticallystructurally, but after the changes to the 1945 Constitution, the MPR has now become a high state institution and its power is horizontally functional in other state institutions, so that the MPR has become equal with other State institutions such as the DPR, the President, DPD, BPK, MA, MK and KY. But there is nothing wrong with the desire to strengthen the function and authority of the MPR in the constitutional system. Empirical facts prove that in the practice of the Indonesian constitution so far the existence of the MPR is more to ceremonial institutions, it should be an institution that houses the members of the DPR and DPD, should the MPR be a place for representatives of the people to deliberate to discuss strategic matters. But so far the State has lost the essence of deliberation, the DPR is more thick with party political power that is full of lobbying and not necessarily what is decided is in the interests of the whole community. When the MPR is strengthened functions and authority in the Indonesian administrative system, there are strategic and substantive policies that can be discussed together between the DPR and DPD by removing the party or regional attributes. But of course the authority of the MPR also needs to be limited to fundamental matters, such as the problem of strengthening ideology, becoming an institution that mediates political chaos capable of dividing the nation.

 File Digital: 1

Shelf
 T54558-Paman Nurlette.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Tesis Membership
No. Panggil : T54558
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resources
Deskripsi Fisik : x, 120 pages : illustration ; 28 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T54558 15-21-576464742 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20501786
Cover