ADHD adalah suatu gangguan perkembangan, dalam bentuk gangguan pemusatan perhatian. Gangguan tersebut memiliki 3 gejala utama, yaitu inattention (ketidakmampuan memperhatikan), impulsivitas, dan hiperaktivitas (Wenar, 2000). Akibat adanya gejala-gejala tersebut, anak ADHD sering mengalami masalah akademis atau kesulitan untuk berprestasi optimal di sekolah, dimana 75 % dari para penyandang ADHD mengalami kesulitan belajar (Mash & Wolfe, 1999). Prestasi akademis mereka cenderung rendah tetapi hal tersebut bukan disebabkan oleh kemampuan intelegensi mereka, melainkan oleh kesulitan dalam menerapkan kemampuan intelektual tersebut dalam situasi yang mereka hadapi sehari-hari.
Beberapa literatur mengutarakan bahwa kondisi ADHD berkaitan erat dengan kurang atau lemahnya kemampuan pengendalian diri. Menurut Sarafino (1996), kemampuan pengendalian diri berfungsi menahan atau menunda pemuasan dorongan-dorongan atau hasrat yang ada di dalam diri seseorang. Kurangnya kemampuan pengendalian diri pada anak ADHD dapat terlihat dalam gejala impulsivitas dan hiperaktif (Flick, 1998). Gejala impulsif menunjukkan bahwa anak ADHD tidak mampu menahan diri untuk menunggu dalam waktu te1tentu sebelum bertindak atau berbicara. Sama seperti gejala impulsif, gejala hiperaktif juga menunjukkan ketidakmampuan anak untuk menahan dorongan dari dalam diri untuk melakukan gerakan-gerakan secara berlebihan.
Masalah dalam penguasaan diri dan aktualisasi kemampuan akademis perlu diatasi. Jika dibiarkan terus menerus tanpa ada intervensi, maka anak dapat semakin terpuruk dalam bidang akademis. Mengingat dampak gejala impulsivitas dan hiperaktifitas terhadap perkembangan keterampilan akademis dan kepribadian anak secara umum, maka peneliti tertarik untuk melakukan intervensi kepada anak ADHD dalam bentuk pelatihan kendali diri.
Salah satu bentuk pelatihan kendali diri adalah pelatihan kendali diri dengan menggunakan teknik progressive delayed reinforcement dan kegiatan pengalih (Dixon, Binder & Ghezi, 2000). Pelatihan dengan teknik ini berangkat dari definisi kendali diri menurut pendekatan behavioral yaitu sebagai kemampuan untuk menunda pemuasan kebutuhan secara (immediate gratification ) atau kemampuan untuk memilih penguat yang lebih besar yang diberikan setelah penundaan (penguat-besar tertunda/larger delayed reinforcement ) daripada memilih penguat yang lebih kecil, namun diberikan segera (penguat-kecil-segera/sma/ler immediate reinforcement ) (Ainslie, Rachlin, & Green, dalam Dixon, dkk, 1998). Berdasarkan definisi tersebut, pelatihan dengan teknik tersebut, melatih kemampuan kendali diri dengan cara menghadapkan individu kepada dua pilihan penguat, yaitu penguat-kecil-segera dan penguat-besar tertunda. Adanya kebiasaan anak untuk belajar menunda pemuasan kebutuhan, diharapkan dapat mengembangkan kemampuan anak dalam menunda pemuasan kebutuhan segera yang pada gilirannya akan menguatkan kemampuan pengendalian dirinya. Jangka waktu penundaan penguat-besar-tertunda ditingkatkan secara bertahap untuk meningkatkan kendali diri anak.
Pelatihan kendali diri dalam penelitian ini selain menggunakan teknik progressive delayed reinforcement dan kegiatan pengalih juga menggunakan teknik modelling. Kegiatan pengalih yang digunakan adalah perilaku defisit pada anak yaitu duduk dan menge1jakan tugas. Selain itu kegiatan pengalih yang digunakan adalah self statement rule yang berfungsi sebagai instruksi diii bagi anak untuk mengerjakan tugasnya. Modelling dilakukan untuk mempengaruhi anak untuk tetap menampilkan kendali diri ketika diberikan pilihan penguat.
Hasil pelatihan menunjukkan peningkataan kendali diri, yang dilihat dari dua indikator. Pertama, adanya peningkatan kecenderungan anak untuk memilih penguat-besar-te 1iunda. Kedua, adanya peningkatan jangka waktu perilaku duduk dan mengerjakan tugas pada anak ADHD. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peningkatan kendali diri terjadi jika penguat-kecil segera diberikan jangka waktu penundaan juga.