Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan relatif kecilnya proporsi alokasi belanja pembangunan (29,64 persen) dibanding belanja rutin (70,36 persen) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 1995/1996 - 2000. APBD bisa digunakan sebagai instrumen kebijakan makro yang dijalankan Pemerintah Daerah untuk menentukan arah dan tujuan pembangunan daerah. Kebijakan perencanaan Anggaran Daerah yang dituangkan dalam APBD memerlukan perhatian terutama dalam pengalokasian anggaran pada sektor-sektor yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi.
Dengan menggunakan pendekatan Input-Output, penelitian ini diawali dengan upaya mengidentifikasi sektor-sektor unggulan daerah. Pembahasan lebih lanjut mencoba mengungkap sejauh mana dampak belanja pembangunan APBD Propinsi DIY terhadap pembentukan output dan kesempatan kerja ?
Berdasarkan Tabel Input-Output Propinsi DIY Tahun 1995 dengan menggunakan klasifikasi 9 sektor, sektor industri pengolahan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor-sektor unggulan di Propinsi DIY. Dari analisis angka pengganda (multiplier), ada dua sektor ekonomi di Propinsi DIY yang memiliki nilai di atas rata-rata nilai angka pengganda output, angka pengganda pendapatan dan angka pengganda kesempatan kerja. Sektor-sektor tersebut adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor industri pengolahan, sehingga sektor tersebut bisa disebut sebagai sektor pemacu pertumbuhan, pemacu pendapatan sekaligus penyerap tenaga kerja.
Dengan melakukan analisis secara parsial, kajian dampak belanja pembangunan APBD Propinsi DIY terhadap output perekonomian Propinsi DIY menempatkan sektor jasa sebagai sektor ekonomi yang tertinggi outputnya dan sektor listrik, gas dan air bersih sebagai sektor yang terendah outputnya dari Tahun Anggaran 1995/1996 - 2000. Adapun sektor pertanian menempati peringkat pertama dalam kemampuannya menciptakan kesempatan kerja. Sedangkan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan menempati peringkat terendah dalam kemampuannya menciptakan kesempatan kerja. Hal ini dikarenakan sektor tersebut tidak mendapatkan alokasi belanja pembangunan APBD Propinsi DIY dalam penelitian ini.