ABSTRAKMutu modal manusia yang meliputi pendidikan, kesehatan dan keamanan akan mempengaruhi tingkat kualitas pekerja (sumber daya manusia). Dari segi kuantitas pekerja, akan dipengaruhi oleh faktor-faktor demografi yang meliputi: fertilitas, mortalitas dan migrasi. Dengan meningkatnya mutu modal manusia melalui kualitas dan kuantitas akan meningkatkan produktivitas di dalam proses produksi. Selain dipengaruhi oleh mutu modal manusia tingkat produktivitas juga dipengaruhi oleh investasi dan teknologi. Tingkat produktivitas akan mempengaruhi besarnya penghasilan, ditambah dengan pendapatan di luar usaha (non labor income) akan diperoleh total pendapatan. Selanjutnya, besarnya pendapatan dan faktor-faktor demografi akan mempengaruhi besarnya kebutuhan hidup yang terdiri dari: sandang, pangan, papan, keamanan, pendidikan, keamanan dan biologis. Pangan akan mempengaruhi status gizi keluarga. Pendidikan akan mempengaruhi tingkat teknologi yang berperan di dalam proses produksi. Dengan terpenuhinya kebutuhan hidup hal ini akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga, yang mana dengan tingkat kesejahteraan keluarga yang semakin tinggi akan semakin meningkatkan mutu modal manusia. Sedangkan besarnya investasi dipengaruhi oleh besarnya tabungan yang berasal dari besarnya pendapatan.
Tesis ini hendak melihat faktor pangan sebagai salah satu dari kebutuhan hidup yang akan mempengaruhi status gizi keluarga. Permintaan terhadap komoditi makanan akan mempengaruhi tingkat konsumsi kalori yang akhirnya akan mempengaruhi status gizi keluarga. Semakin meningkat status gizinya maka akan meningkatkan kesejahteraan keluarga yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu modal manusia. Konsumen di dalam membelanjakan uangnya untuk bahan makanan pada umumnya dipengaruhi oleh harga, besarnya pendapatan dan selera. Baik harga dari komoditi yang bersangkutan maupun komoditi lain yang berfungsi sebagai barang substitusi maupun sebagai barang komplementer. Sebagai penjabaran dari selera antara lain adalah: pekerjaan, umur, pendidikan istri dan tempat tinggal. Faktor-faktor harga, pendapatan dan selera demikian pula tingkat elastisitas harga dan pendapatan akan mempengaruhi jumlah kalori dan jenis komoditi makanan yang dikonsumsi oleh rumahtangga.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai permintaan bahan makanan di beberapa daerah Indonesia menunjukkan bahwa besarnya konsumsi kalori dan jenis komoditi makanan yang dibelanjakan oleh rumahtangga dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain seperti yang dilakukan oleh Kuntjoro. yaitu besarnya pengeluaran rumahtangga sebulan, dan oleh Nenot adalah tempat tinggal, tingkat pendidikan ibu rumahtangga. Lekir dengan menggunakan analisa AIDS untuk data Susenas 1981 mengemukakan bahwa harga komoditi makanan merupakan faktor yang mempengaruhi permintaan dan menunjukkan beberapa hasil temuannya mengenai besarnya nilai elastisitas harga dan pengeluaran yang mempengaruhi besarnya konsumsi makanan di beberapa daerah Indonesia. Demikian pula yang dilakukan oleh Timmer dan Alderman.
Data yang digunakan di dalam menganalisa konsumsi makanan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Susenas tahun 1990, dengan 144 sampel rumahtangga dan PSU (primary sampling unit)-nya adalah kode sampel. Komoditi makanan seluruhnya meliputi 218 jenis yang dikelompokkan menjadi tujuh kelompok komoditi, terdiri dari kelompok komoditi beras; umbi-umbian; ikan, daging, telur, susu; sayur, kacang, buah; minyak, bumbu; minuman (bahan minuman); dan konsumsi lain yang terdiri dari makanan jadi, minuman jadi dan tembakau-rokok. Variabel yang digunakan adalah total pengeluaran rumahtangga; harga komoditi makanan; umur istri; sumber penghasilan; tempat tinggal; dan pendidikan istri.
Alat analisis yang digunakan adalah model permintaan yaitu model AIDS (Almost Ideal Demand System) yang mula-mula dikembangkan oleh Deaton dan Muellbauer, dengan memasukkan restriksi homogen, restriksi simetri dan adding-up ke dalam model. Adapun metode pendugaan parameter sistem yang digunakan adalah metode SIR (Seemingly Unrelated Regression) dari Zellner. Untuk menghi tung elastisitas digunakan hasil pendugaan parameter yang memasukkan restriksirestriksi, akan diperoleh nilai elastisitas harga sendiri, elastisitas pengeluaran dan elastisitas harga silang.
Dari perhitungan pendugaan parameter dapat dibandingkan antara pendu gaan parameter tanpa restriksi dengan pendugaan parameter yang menggunakan restriksi. Hasilnya adalah, dari sejumlah 98 parameter yang diduga dengan uji taraf signifikansi 1-10 persen, menunjukkan bahwa jumlah koefisien yang nyata tampak meningkat pada pendugaan parameter yang memasukkan restriksi homogen dan simetri, baik menurut tempat tinggal (perkotaan dan pedesaan) maupun menurut tingkat pendidikan istri (tidak sekolah dan tidak tamat SD serta pendidikan SD plus). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku konsumsi makanan di D.I.Yogyakarta memenuhi sifat simetri dan homogen seperti yang dinyatakan di dalam teori.
Dari hasil perhitungan elastisitas yang berasal dari nilai pendugaan parameter dengan restriksi homogen dan simetri (SUR) menunjukkan, bahwa elastisitas harga sendiri seluruhnya bertanda negatif, baik menurut tempat tinggal maupun menurut tingkat pendidikan istri. Di perkotaan nilainya berkisar antara -0.277 (kelompok ikan, daging, telur, susu) dan -1.360 (kelompok minuman). Sedangkan di pedesaan nilainya berkisar antara -0.272 (kelompok ikan, daging, telur, susu) dan -1.359 (kelompok minuman). Baik di perkotaan maupun di pedesaan menunjukkan pola yang sama. Kelompok minuman adalah yang paling elastis terhadap perubahan harganya, dengan nilai yang sedikit lebih tinggi di perkotaan, yang menunjukkan bahwa dengan meningkatnya harga minuman sebesar satu persen akan berdampak menununkan konsumsi tersebut sebesar 1.360 kalori. Sedangkan nilai yang paling rendah elastisitasnya menurut tempat tinggal adalah pada kelompok ikan, daging, telur, susu dengan nilai lebih rendah di pedesaan dibandingkan dengan perkotaan. Dilihat menurut tingkat pendidikan istri menunjukkan kondisi yang hampir sama dengan menurut tempat tinggal. Namun menurut tempat tinggal, nilai kelompok umbi-umbian nampak lebih elastis dibandingkan dengan kelompok beras. Sedangkan menurut tingkat pendidikan istri yang terjadi adalah sebaliknya. Adapun kelompok komoditi yang lain menunjukkan pola yang sama antara menurut tempat tinggal dengan menurut tingkat pendidikan istri. Di kedua tingkat pendidikan istri, nilai elastisitas harga sendiri berkisar antara -0.277 (kelompok ikan, daging, telur, susu) dan -1.377 (kelompok minuman) dengan urutan yang sama pada kedua tingkat pendidikan istri. Secara keseluruhan penduduk di D.I.Yogyakarta yang rata-rata berpendapatan sebesar Rp.123.181,71, rata-rata bekerja di bidang pertanian, istri rata-rata berumur 43 tahun serta konsumsi kalori per kapita per hari sebesar 1.758,66 berperilaku, menurut hasil perhitungan elastisitas harga sendiri, seluruh kelompok komoditi bertanda negatif. Kelompok minuman dan konsumsi lain menunjukkan nilai yang paling elastis terhadap perubahan harganya, sedangkan kelompok ikan, daging, telur, susu memperlihatkan keadaan yang paling tidak peka terhadap perubahan harganya.
Perhitungan elastisitas pengeluaran menunjukkan bahwa menurut tempat tinggal, di perkotaan maupun di pedesaan memperlihatkan pola yang sama. Kelompok konsumsi lain dan kelompok sayur, kacang, buah merupakan kelompok makanan luks. Sedangkan kelompok komoditi lainnya merupakan makanan pokok. Perilaku konsumsi dari kelompok ikan, daging, telur, susu nampak yang paling tidak peka terhadap perubahan pendapatan dengan nilai masing-masing sebesar 0.756 di perkotaan dan 0.751 di pedesaan. Dilihat menurut tingkat pendidikan istri, nampak pola yang hampir sama di kedua tingkat pendidikan istri seperti halnya kondisi menurut tempat tinggal. Kelompok konsumsi lain; kelompok sayur, kacang, buah dan umbi-umbian merupakan makanan luks di kedua tingkat pendidikan istri. Sedangkan kelompok komoditi lainnya merupakan makanan pokok. Secara keseluruhan di D.I.Yogyakarta yang rata-rata berpendapatan Rp.I23.181,71, rata-rata bekerja di bidang pertanian, istri rata-rata berumur 43 tahun dan konsumsi kalori per kapita perhari sebesar 1.758,66 menunjukkan bahwa kelompok konsumsi lain; sayur, kacang, buah; dan umbi-umbian merupakan kelompok makanan luks deingan nilai masing-masing sebesar: 1.124; 1.101; dan 1.011, sedangkan kelompok lainnya terdiri kelompok beras; ikan, daging, telur, susu; minyak, bumbu; dan minuman merupakan makanan pokok.
Hasil perhitungan elastisitas harga silang, menunjukkan bahwa hubungan antara kelompok beras dengan kelompok ikan, daging, telur, susu; sayur, kacang, buah; dan konsumsi lain merupakan barang komplementer. Sedangkan hubungan antara kelompok beras dengan kelompok umbi-umbian; minyak, bumbu; dan minuman menunjukkan hubungan substitusi. Kondisi demikian terjadi di daerah pedesaan, perkotaan maupun di kedua tingkat pendidikan istri. Dilihat secara keseluruhan (di perkotaan dan di pedesaan) bahwa dampak dari peningkatan harga kelompok beras akan menurunkan konsumsi terhadap masing-masing kelompok barang komplementer secara lebih lambat dibandingkan dengan adanya peningkatan harga pada masing-masing kelompok barang komplementer pengaruhnya terhadap konsumsi kelompok beras menurun secara lebih cepat. Namun dengan kebijakan peningkatan harga kelompok beras dampaknya terhadap konsumsi barang-barang substitusi akan semakin meningkat secara lebih lambat dibandingkan dengan peningkatan harga kelompok barang-barang substitusi terhadap konsumsi kelompok beras yang meningkat secara lebih cepat.