Analisis yang dilakukan dalam penulisan ini adalah sengketa berkaitan dengan tumpang tindih batas-batas tanah dalam penerbitan Sertipikat HGU No. 2/Bilah atas nama PT. CJR. Adanya dua putusan lembaga peradilan yang berbeda yang menambah komplikasi atau kerumitan dalam penyelesaian sengketa tersebut yaitu antara PT. CJR dan PT. ISJ. Untuk dapat menjelaskan dari aspek hukum terhadap objek penelitian maka penults menggunakan metode Analisis Data yang dilakukan dengan cara kualitatif yaitu dengan mengkaji Putusan Peradilan Tata Usaha Negara Medan dan Putusan Peradilan Umum Medan terhadap objek sengketa yang sama.
Hasil analisis terhadap objek yang diteliti ternyata Sertipikat No. 2/Bjlah atas nama PT. CJR yang dikeluarkan pada tanggal 24 Januari 1994 adalah terbukti cacat hukum, karena tidak memenuhi aspek prosedural terbukti dengan tidak dipenuhinya ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 74QIKpts-II/1992 tertanggal 21 Juli 1992 dan Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 32/HGU/BPN/93 tertanggal 4 Desember 1993. Sehingga seharusnya BPN tidak menerbitkan Sertipikat HGU tersebut. Maka secara hukum PT.ISJ-lah yang mempunyai dasar hukum penguasaan atas tanah yang di sengketakan disertai adanya penguasaan secara nyata. Hal mama telah sesuai dengan prinsip penguasaan tanah sesuai Hukum Tanah Nasional. Dilihat dari kewenangan absolut, badan peradilan yang seharusnya memeriksa dan mengadili sengketa ini adalah Peradilan Tata Usaha Negara. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang dalam Pasal 53 ayat (1) secara jelas dan tegas menyatakan bahwa setiap keputusan, termasuk sertipikat sebagai produk keputusan TUN dapat diajukan gugatan ke PTUN karena pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili adalah PTUN. Adanya putusan Peradilan Umum adalah tidak relevan mengingat objek sengketanya adalah kemudian menyangkut penerbitan Sertipikat HGU No. 2/Bilah atas nama PT. CJR.