UI - Skripsi Membership :: Kembali

UI - Skripsi Membership :: Kembali

Perlindungan Hukum Bagi Whistleblower Terhadap Risiko Kriminalisasi Balik Dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia = Legal Protection towards Whistleblower in the Risks of Reverse-Criminalization on Corruption in Indonesia

Shafira Zada Surya Ananda; Gandjar Laksmana Bonaprapta, supervisor; Surastini Fitriasih, examiner; Ahmad Ghozi, examiner (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023)

 Abstrak

Skripsi ini membahas perlindungan hukum bagi whistleblower tindak pidana korupsi dalam perundang-undangan di Indonesia dan praktik perlindungan hukum bagi whistleblower tindak pidana korupsi atas risiko kriminalisasi balik dalam beberapa perkara di Indonesia dengan studi kasus yakni Nurhayati dan Roni Wijaya. Penulisan skripsi ini dengan metode yuridis normative dengan bentuk deskriptif analitis. Dilatarbelakangi dengan permasalahan korupsi yang terus menjadi permasalahan di masyarakat. Dalam melakukan pengungkapan atas tindak pidana korupsi terdapat beberapa cara untuk mengungkapkannya, salah satunya dengan sebagai Whistleblower. Pasal 33 UNCAC mengatur bahwa negara memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan perlindungan bagi whistleblower kedalam sistem hukum nasional negaranya. Indonesia mengatur perlindungan saksi dan korban dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tetapi tidak memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi Whistleblower. Terbitnya SEMA 4/11 yang diharapkan dapat mengatur Whistleblower, ternyata tidak memiliki nilai tambah mengenai perlindungan bagi Whistleblower. Perlindungan bagi Whistleblower disamakan dengan perlindungan bagi pelapor umumnya. Penggunaan istilah Whistleblower pun masih berbeda dalam setiap kasusnya yang mendorong kepada bentuk perlindungan kepada Whistleblower yang belum jelas. Padahal Whistleblower menghadapi banyak risiko yang dikenakan terhadap dirinya. Risiko yang terbesar adalah adanya kriminalisasi balik berupa dilaporkannya kembali atas tindak pidana lainnya terhadap dirinya. Ketiadaan perlindungan hukum yang khusus terhadap whistleblower dari risiko terhadap kriminalisasi balik akan mengurangi potensi publik untuk menjadi whistleblower. Perlindungan paling minim dari risiko kriminalisasi balik yang dapat terjadi bagi whistleblower yang tertera di Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 serta pada poin 8b SEMA Nomor 4 Tahun 2011 dalam praktiknya tidak dilaksanakan sesuai dengan rumusan. Padahal peran Whistleblower merupakan peran penting untuk mengawali pengungkapan atas kasus korupsi yang membawa pada kerugian negara. Diperlukannya perlindungan yang lebih bagi seorang whistleblower dengan diatur lebih lanjut dalam penguatan ketentuan mengenai perlindungan khusus bagi whistleblower terutama terhadap risiko kriminalisasi balik dalam bentuk ketentuan perundang-undangan.

This thesis will examine legal protection towards whistleblowers on corruption in Indonesia domestic law and the application of legal protection towards whistleblowers in corruption in the risks of reverse-criminalization in several cases in Indonesia with a case study of Nurhayati and Roni Wijaya. The method used in this thesis is a normative juridical approach with a specification in the form of descriptive analysis. Corruption, which has become an endless issue, happens to be one of the backgrounds of this thesis. There are numerous kinds of effective endeavours in order to disclose the corruption and one of those is to become a whistleblower. Article 33 of UNCAC regulates that each state party shall contemplate the protection of whistleblowers in their domestic law. In Indonesia, witness and victim protection is regulated in Act No. 13 of 2006 yet it is not powerful enough to give a legal protection towards the whistleblower. The publication of Supreme Court Circular of The Republic of Indonesia number 4 of 2011 which expected to be able to regulate whistleblowers, failed to give more value in protecting the whistleblower. It turns out that the protection of the whistleblower is being generalized with the protection of the regular informant. The use of the word “whistleblower” is still not consistent in each case. Thus, the protection of whistleblowers remains unclear. Moreover, the risks faced by the whistleblower are countless. The massive risk that could occur is reverse-criminalization such as being reported for another criminal offense towards the whistleblower. The absence of special legal protection towards whistleblowers and moreover about the protection from the risks of reverse-criminalization, with no hesitation will reduce the public potency to become the whistleblower. The slight protection from the risks of reverse-criminalization that could occur to the whistleblower is regulated in Article 10 Section (1) Act No.13 of 2006 and written in 8b point of Supreme Court Circular of The Republic of Indonesia number 4 of 2011. But it has not applied yet as it’s expected to be. Whereas, the role of whistleblower is essential to begin the disclosure of the corruption which is causing disservice to the country. An advance protection towards whistleblower is needed to be regulated any further in the regulation reinforcement in the form of statutory provisions as a special protection towards whistleblower especially in the risk of reverse criminalization.

 File Digital: 1

Shelf
 S-Shafira Zada Surya Ananda.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Skripsi Membership
No. Panggil : S-pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : xiii, 109 pages : illustration
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S-pdf 14-24-27423240 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 9999920528041
Cover