Mal Pelayanan Publik (MPP) DKI Jakarta merupakan inisiatif strategis pemerintah daerah untuk merevolusi penyediaan layanan publik, yang hadir sebagai solusi terpadu atas kompleksitas birokrasi dan tuntutan masyarakat akan pelayanan yang adaptif dan efisien. Namun, implementasinya masih dihadapkan pada tantangan kolaborasi multistakeholder dan optimalisasi kualitas layanan. Penelitian ini bertujuan menganalisis implementasi MPP DKI Jakarta dalam perspektif Collaborative Governance (CG) dan New Public Service (NPS), serta mengidentifikasi urgensi sinergi kedua pendekatan tersebut untuk mencapai pelayanan publik yang optimal. Melalui tinjauan literatur dan analisis dokumen, penelitian ini menemukan bahwa meskipun MPP telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam mengintegrasikan layanan, tantangan seperti ego sektoral, kurangnya integrasi sistem digital, dan partisipasi warga yang belum proaktif masih menghambat kolaborasi yang mendalam. Oleh karena itu, penguatan kepemimpinan kolaboratif, percepatan integrasi data, harmonisasi prosedur, peningkatan kapasitas SDM, serta pelibatan warga secara lebih aktif adalah krusial. Optimalisasi sinergi CG dan NPS mutlak diperlukan untuk mewujudkan MPP DKI Jakarta sebagai model pelayanan publik yang efisien, responsif, inklusif, dan berorientasi pada nilai publik sejati.
The Jakarta Provincial Public Services Mall (MPP DKI Jakarta) represents a strategic local government initiative to revolutionize public service delivery, emerging as an integrated solution to bureaucratic complexities and public demands for adaptive and efficient services. However, its implementation still faces challenges related to multistakeholder collaboration and service quality optimization. This research aims to analyze the implementation of MPP DKI Jakarta from the perspectives of Collaborative Governance (CG) and New Public Service (NPS), and to identify the urgency of synergizing these two approaches to achieve optimal public services. Through a literature review and document analysis, this study finds that while MPP has shown significant progress in integrating services, challenges such as sectoral ego, lack of digital system integration, and insufficiently proactive citizen participation still hinder deep collaboration. Therefore, strengthening collaborative leadership, accelerating data integration, harmonizing procedures, enhancing human resource capacity, and more active citizen engagement are crucial. Optimizing the synergy between CG and NPS is absolutely necessary to realize MPP DKI Jakarta as a model of public service that is efficient, responsive, inclusive, and genuinely oriented towards true public value.