Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Majda El-Muhtaj
Jakarta: Rajawali, 2013
323.4 MAJ d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"This book invites readers to think about future directions in social development. The book succinctly presents the historical context and progress of social development. By reflecting on the Millennium and Sustainable Development Goals, it discusses the increasing global relevance of several critical themes and issues such as human rights and good governance, participation, peace, gender, environment, religion and spirituality, aging, social protection and partnership. It appreciates the importance of goals and targets, but calls to look beyond them to visualise future directions in social development. The book argues that values-driven social development need to focus on knowledge creation, dissemination and training, draw on multidisciplinary knowledge and professionals, promote conscientious consumption, creating less unequal societies and engage in innovation that brings happiness to everyone. "
New York: Palgrave Macmillan, 2017
306 FUT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Chavarro, Jimena Murillo
"This book summarises the history of the human right to water and examines its main content and the obligations that derive from this right. The main purpose of the recognition of the human right to water is to guarantee to everyone access to sufficient, safe and affordable drinking water to satisfy personal and domestic uses. This book discusses whether the human right to water is recognised as a derivative right or as an independent right at three levels - at universal, regional and domestic - where human rights are recognised and enforced. At the domestic level a case study approach has been used with focus on Argentina, Bolivia, Chile and Colombia.Freshwater resources are not static; they are constantly flowing and crossing international boundaries. This situation and the relative scarcity of water resources have a direct impact on a state's capacity to realise the human right to water. The human right to water is examined in a transboundary water context, where the use and management of an international watercourse in one riparian state can directly or indirectly affect the human right to water in another riparian state. For this reason, this book analyses whether the core principles of international water law can be used to contribute to the realisation of the extraterritorial application of the right to water."
United Kingdom: Intersentia , 2015
e20529052
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Taihitu, Bonanza Perwira
"Berakhirnya perang dingin telah membawa perubahan dalam struktur internasional. Isu seperti persaingan persenjataan, kompetisi dalam perluasan wilayah pengaruh politik, ekonomi dan ideologi telah bergeser ke isu-isu baru seperti penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia, demokratisasi dan lingkungan hidup. Beberapa tahun setelah perang dingin berakhir, 171 negara menyepakati secara konsensus sebuah "Deklarasi dan Program Aksi Wina" sebagai hasil dari Konferensi Dunia tentang HAM Kedua di Wina, Austria. Dalam dokumen tersebut, telah tercermin bahwa akhir dari perdebatan universalitas berbagai standar HAM internasional dan partikularistik budaya dalam penerapannya, selektifitas dan dikotomi hak menjadi hak-hak sipil dan politik disatu sisi dan hak-hak ekonomi, sosial, budaya dan pembangunan disisi lain, hak asasi manusia yang bersifat individual dan liberat dengan hak-hak kolektif, adalah bahwa hak asasi manusia itu bersifat universal, indivible, interdependent dan interrelated. Ditegaskan pula bahwa negara merupakan institusi yang paling bertanggung jawab dalam bidang pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia, serta memberikan mandat lebih bagi mekanisme HAM PBB untuk me-monitoring pelaksanaan penghormatan dan perlindungan HAM diberbagai negara.
Struktur internasional yang kental dengan nilai-nilai penghormatan dan perlindungan HAM telah menjadikan Indonesia, dibawah pemerintahan otoriter rejim Orde Baru, selalu menjadi sorotan, kritik, shaming, dan tekanan dari masyarakat internasional. Berada dalam struktur tersebut, Pemerintahan Soeharto meresponnya dengan argumen defensif yang menggambarkan bahwa bangsa Indonesia telah mengenal penghormatan dan perlindungan HAM sejak pernyataan kemerdekaan dan bahkan masyarakat Indonesia berjuang untuk mendapatkan penghormatan haknya dari negara lain. Argumentasi normatif bahwa norma-norma HAM telah terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945 disampaikan dalam berbagai forum internasional baik regional maupun global.
Di tingkat internasional, pemerintahan Soeharto menggalang posisi negara-negara berkembang melalui forum GNB dan diberbagai persiapan regional Konferensi Dunia Kedua tentang HAM untuk menyepakati gagasan bahwa HAM itu bersifat universal, indivisible, interdependent dan interrelated. Pemerintah pun mulai talk the talk tentang HAM lebih mendalam dengan menjadi anggota Komisi HAM PBB tahun 1991. Di tingkat domestik, pemerintah membentuk Panitia Tetap HAM dibawah koordinasi Departemen Luar Negeri dan sebuah Komisi Hak Asasi Manusia yang memiliki fungsi pengkajian instrumen HAM, pemantauan serta pendidikan dan penyuluhan HAM. Selain itu terdapat upaya untuk membuat rencana aksi bagi penghormatan dan perlindungan HAM di tanah air sebagai tindak lanjut Deklarasi dan Program Aksi Wina. Kondisi penghormatan dan perlindungan HAM menjadi lebih maju pasca pemerintahan Soeharto. Sejak tahun 1998 telah tercipta berbagai produk legislasi dan evaluasi konstitusi kearah penyesuaian dan penaatan kepada berbagai standar HAM internasional.
Beberapa kecenderung ditingkat domestik dan internasional dalam kurun waktu 1991 - 2002 serta argumen defensif pemerintah tentang HAM tersebut mendorong penulis untuk bertanya mengapa Indonesia berupaya untuk menaati standar-standar HAM internasional? Dan aktor-aktor siapa sajakah yang berperan dalam upaya penaatan tersebut. Untuk menjelaskan jawaban atas pertanyaan tersebut, penulis menggunakan penjelasan konstruktifis yang melihat bahwa selain struktur materiil, struktur ideasional mempengaruhi kepentingan dan identitas aktor. Pertimbangan atau motifasi aktor untuk menaati standar HAM internasional tidak serta merta karena tekanan dan pertimbangan materiil, namun dalam jangka waktu yang relatif panjang aktor terlibat dalam proses belajar sehingga kepentingan dan identitas aktor tersebut terbentuk.
Dalam penelitiannya, penulis menemukan penjelasan bahwa alasan Indonesia menaati standar-standar HAM Internasional adalah dikarenakan bahwa pasca Perang Dingin terbentuk struktur internasional yang mengedepankan penghormatan dan perlindungan berbagai standar HAM Internasional. Struktur ini kemudian membentuk identitas dan kepentingan Indonesia akan penaatan terhadap berbagai standar HAM Internasional. Pada awalnya penerimaan berbagai standar HAM Internasional hanyalah sebagai adaptasi instrumental saja, namun seiring dari proses sosialisasi maka penerimaan berbagai standar HAM internasional telah menjadi kepentingan dan membentuk identitas Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional. Selain itu ada motivasi Indonesia agar pihak lain berpikir yang positif (untuk meningkatkan citra positif Indonesia di dunia Internasional). Dalam penelitian ini, penulis melihat bahwa aktor-aktor yang terlibat dalam upaya Indonesia untuk menaati berbagai standar HAM Internasional tidak saja dilakukan oleh negara (sebagai satu kesatuan), namun merupakan proses argumentatif antar institusi negara, LSM Internasional dan Nasional serta mekanisme HAM PBB.
Penggunaan penjelasan konstruktifis telah memberikan penjelasan bahwa telah terjadi perubahan perilaku Indonesia yang cenderung untuk melakukan penaatan pada standar-standar HAM internasional dalam kurun waktu penelitian, yang dikarenakan Indonesia menerima standar tersebut sebagai sebuah aturan dalam pergaulan internasional. Penjelasan tersebut tidak dapat dijelaskan oleh teoritisi reads yang cenderung melihat bahwa aktor berubah karena pemaksaan yang dilakukan oleh aktor yang ber-power lebih besar, atau penjelasan liberal yang menjelaskan bahwa penerimaan HAM secara sukarela seiring dengan perubahan rejim yang lebih demokratis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saifulloh
"Sebagai suatu agama, Islam adalah 'rahmatan lil'alamin', di mana syariat yang ada bukan saja mengatur hubungan Manusia dengan Sang Pencipta, melainkan juga antar sesama nianusia, termasuk peroblematika hak asasi manusia. Marcel A Boisard pemah menyampaikan pendapatnya tentang konsepsi tanggung jawab sosial untuk mengakui, memelihara, dan menetapkan kehormatan did sebagai prinsip kehormatan manusia Lebih lanjut is mengatakan, tak ada agama atau ideologi yang menekankan seam-a kuat hak asasi manusia sebelum Islam. Disamping Marcel A Boisard yang mempunyai tanggapan positif terhadap Islam dan ajaran-arannya, seorang humans terkemuka Eropa zaman renaisance, Geovanni Pico Della Mirandolla, mengemukakan pendapat yang sama walaupun dengan susunan redaksi kata yang berbeda, sebagaimana termaktub dalam sebuah orasi yang disampaikan di depan pars pimpinan gereja kala itu " I have read in the record of Arabians; reverend Fathers, that Abdala ('Abd-Allah) the Saracen, when questioned as to what on this stage of the world as it were, could be seen most worthy of wonder, replied: There is nothing to be seen more wonderful than man. In agreement with this opinion is the saying of hermestrismegistus: 'A great miracle, Aslepius, is man.'
Dar/ berbagai isu yang ada tentang hak asasi manusia, kebebasan beragama merupakan hal sangat fundamendal untuk kehidupan seseorang, dalam The Universal Declaration of Human Rights Pasal delapan betas disebutkan bahwa kebebasan beragama adalah hak asasi seseorang termasuk kebebasan untuk berpindah agama Begitupula dalam Islam, kebebasan - beragama telah dijamin oleh Sang Khaliq di berbagai kalam-Nya yang termaktub dalam al-Quran,
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang kebebasan beragama bila dilihat sejalan dengan aturan Islam, namun kelika dicermali lebih lanjut ada permasalahan yang menurut sebagian umat Islam sangat bertentangan dengan hukum-hukum Islam yang melarang konversi agama dengan sebutan murtad . 1ni adalah perdebatan panjang dalam kalangan Islam memaknai talcs, konteks, dan realitas umat. Keberagaman corak penafsiran terhadap teks suci al-Quran dan al-Sunnah yang ada menjadikan Islam begitu beragam untuk dilihat dan dicermati. Teks keagamaan yang dahulu lelah ditafsirkan dan dikodifikasi dalam bentuk hukum-hukum Islam kini sedikit banyak mengalami perdebatan dikalangan intektual muslim.
JII, Jaringan Islam Liberal adalah satu dari begitu banyak faksi dalam Islam yang memberikan penafsiran-penafsiran kontekstual atas doktrin, sejarah, dan ajaran agama Islam Liberal dalam pengertian "babas" dan "merdeka" dari otoritas rnasa silam dan babas untuk menaf irkan dan be:sikap kritis terhadap otoritas tersebut. Satu gerakan "reformasi" yang berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam , baik menyangkut pemahaman keberagaan maupun persoalan-persoalan lain seperti ekonomi, politik, budaya dan sebagainya.
Penelitian ini berusaha memberikan gambaran apa dan siapa sebenamya Jaringan Islam Liberal tersebut dengan Tatar Making kemunculannya dalam pentas muslim di Indonesia. Bagaimana metode yang digunakan dalam menafsirkan Hash-hash al-Quran dan as Sunnah hingga menjadi wacana dan fatwa Bagaimana pandangan pandangan Jaringan Islam Liberal terhadap permasalahan hak asasi manusia dalam Islam berkaitan dengan kebebasan beragama. Sebab , kebebasan beragama dalam konteks hak asasi manusia perspektif internasional adalah termasuk kebebasan untuk berpindah agama. Berbeda dengan konstitusi hak asasi manusia pandangan Islam yang melarang berpindah-pindah agama dengan hukum-murtad. Dengan metode tafsiran kontekstual yang mereka gunakan, kita akan dapat mengetahui pandangan Jaringan Islam Liberal tentang hak 'asasi manusia Islam terhadap kebebasan beragama.

As a religion, Islam is 'rahmatan lil 'alamin' (as mercy to the universe), where its syariah not only arranges the relationship between the human and The Creator, but also between man and man, included Human Rights Problem. Marcel A. Boisard has ever given his thought about the concept of Social Responsibility to confess, to maintain, and to establish self-respect as a principal of human respect. Moreover he said, that no religion and ideology which strongly emphasizes human rights before Islam. Besides Marcel A. Boisard who has positive response about Islam and its teachings, a famous Europe humanist in Renaissance era, Geovanni Pico Della Mirandolla , has also given the same thought with different sentence. As it was written in an oration he said in front of the leaders of church at that time, "I have read in the records of Arabians, reverend Fathers, that Abdala (Abd-Allah) the Saracen, when questioned as to what on this stage of the word as it were, could be seen most worthy of wonder, replied: `There is nothing to be seen more wonderful than man_ In agreement with this opinion is the saying of hermestrismegistus: '.4 great miracle; A.vlepius, .is man. '
From all issues about human rights, freedom of religion is a very fundamental thing for man's life. In The universal Declaration of Human Rights, Chapter XVIII, it was mentioned that freedom of religion is a man's rights, included freedom to remove into another religion And also in Islam, freedom of religion has-been guaranteed by The Creator in his several words, as it was written in the holy Qur'an:
If we look at The United Nations' Charter about freedom of religion, it is equal with Islamic rules. But, when it is noticed further, according to the authority of Moslems, there are many problems that are very contradictive with Islamic teachings, which forbid religion conversion by calling it with "murtad'? This is a very long debate among Moslems in the way how to interpret the holy Qur'an, textual, contextual, and equally with the reality of "wnmah". The plural interpretation of the holy Qur'an and al-Sunnah makes Islam so plural to be seen and to be noticed. Religion texts that had been interpreted and collected in the Islamic laws in the past, they are debated again among Moslem intellectuals right now.
J1L, Liberal Islam Network, is one of Islamic factions which give contextual interpretations for doctrines, histories, and Islamic teachings. Liberal with the meaning "Free" and "Freedom" from the past authority, and "Free" to interpret and criticize that authority. A "reJormatian" movement that tries to improve Moslems' life, either their plural thoughts, or other problems such as economy, politic, culture, etc.
This research tries to give descriptions about what is and who Liberal Islam Network is actually, with the background about its appearance in Moslems' stage in Indonesia. What is the method which is used to interpret the texts of al-Qur'an and al-Sunnah, until they can be discourses and religious advices. This research also studies about how is JIL's perspective about human rights problems in Islam; it is related to the freedom of religion. Because of freedom of religion in human rights context in international perspective is also freedom to remove into another religion. Different from human rights constitution in Islamic perspective, that forbids removing into another religion, and the doer will be called as "murtad". With contextual interpretation method they use, we will know IlL's perspective about human rights in Islam in freedom of religion.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djaswadin
"Pemilu pada dasarnya merupakan sarana pengakuan dan perwujudan dari hak-hak politik rakyat sekaligus sebagai sarana pengakuan dan perwujudan hak azasi manusia, karena itu pemilu berfungsi sebagai sarana legitimasi politik, perwakilan politik, mekanisme pergantian atau sirkulasi elit dan sebagai sarana sosialisasi dan pendidikan politik. Sampai Pemilu 1999 Indonesia telah 8 kali melaksanakan pemilihan umum dengan menggunakan sistem proporsional. Sejak tahun 1966 sampai sekarang terjadi polemik dalam masyarakat, apakan sistem ini di pertahankan atau diganti dengan sistem lain yaitu sistem distrik. Perdebatan semakin menarik seiring dengan lemahnya kinerja DPR dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, maupun penyimpangan pelaksanaan sistem ini selama pemerintahan Orde Baru yang berdampak luas dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu pembahasan dalam tesis ini lebih ditekankan pada pelaksanaan sistem proporsional dalam pemilihan umum Orde Baru khususnya upaya-upaya sistimatis pemerintah baik secara konstitusional maupun cara-cara represif guna kemenangan Golkar sebagai partai pemerintah."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11043
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriadi
"Akhir-akhir ini media massa, baik cetak seperti surat kabar, majalah maupun media elektronik terutama televisi banyak memuat berita, artikel atau pun pendapat yang berkaitan dengan isu hak asasi manusia. Isu-isu hak asasi manusia yang diangkat di media massa antara lain berkisar disekitar kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berorganisasi dan kebebasan untuk memperoleh keadilan dan lain sebaginya. Seringkali media massa menyajikan pendapat dan pandangan yang berbeda-beda tentang hak asasi manusia, baik yang dikemukakan oleh para ahli dan pengamat sosial maupun oleh para praktisi sosial politik. Perbedaan-perbedaan ini akan mewarnai pendapat yang beraneka ragam di kalangan khalayak, sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pemahamannya mengenai hak asasi manusia tersebut. Dalam hal ini media massa mempunyai kemampuan mensosialisasikan konsep hak asasi manusia kepada khalayak, dengan harapan khalayak mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang memadai, sehingga memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah sosial terutama masalah hak asasi manusia di negerinya.
Mahasiswa merupakan sekelompok pemuda yang memiliki peranan yang strategis, dalam arti sebagai penerus bangsa ini, perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman yang tepat, sehingga tidak mempunyai pendapat yang keliru tentang hak asasi manusia di Indonesia. Dengan seringnya media massa baik elektronik maupun cetak memuat isu maupun peristiwa tentang hak asasi manusia, maka dapat mengakibatkan dianggap semakin penting isu tersebut, baik oleh masyarakat, terutama di kalangan pengamat, pemerhati, mahasiswa termasuk pemerintah sendiri. Dan semakin dianggap penting suatu isu oleh masyarakat, akan semakin dianggap penting pula oleh media massa, sehingga isu hak asasi manusia dimuat di media massa dalam proporsi yang besar.Dengan demikian yang terjadi adalah saling mempengaruhi antara pemuatan di media massa dan pembicaraan tentang isu hak asasi manusia di kalangan masyarakat, baik dalam situasi resmi seperti seminar, maupun dalam bentuk informal seperti percakapan di tempat kerja, di kampus dan di tempat-tempat lainnya.
Penelitian tentang " Pengaruh Media Massa terhadap Pendapat Mahasiswa FISIP UI tentang Hak Asasi Manusia " ini mempunyai tujuan untuk : (1) mengetahui tingkat pengenaan media massa mengenai isu dan peristiwa hak asasi manusia di kalangan mahasiswa, (2) mengetahui kecenderungan pendapat mahasiswa tentang hak asasimanusia di Indonesia, (3) Pendapat mahasiswa tentang kasus PDI. (4) mengetahui hubungan antara tingkat pengenaan media massa dan kecenderungan pendapat mahasiswa tentang hak asasi manusia di Indonesia, (5) mengetahui hubungan antara tingkat pengenaan media massa dan pendapat mahasiswa tentang kasus PDI. (6) Mengetahui pengaruh variabel jenis kelamin, agama, semester, jurusan, pekerjaan orang tua, diskusi antar persona, tingkat partisipasi politik, minat politik responden terhadap hubungan antara tingkat pengenaan media massa dan kecenderungan pendapat mahasiswa tentang hak asasi manusia di Indonesia.
Penelitian yang menggunakan teknik survey dan metode analisis korelasional ini mengambil mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia sebagai populasi. Penentuan populasi ini didasarkan pada permasalahan yang akan diteliti, yaitu berkaitan dengan masalah politik. Pengambilan sampel menggunakan teknik acak sederhana (simple random). Berdasarkan beberapa pertimbangan, dan beberapa jurusan yang ada di lingkungan FISIP UI, ditentukan jurusan Ilmu Politik dan jurusan jurusan Ilmu Komunikasi, Ilmu Administrasi, dan Ilmu Kesejahteraan Sosial sebagai sub populasi. Kemudian dari tiap jurusan dipilih secara random sederhana diambil kuliah dan mata kuliah, sehingga diperoleh sampel penelitian sebanyak 137 orang. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan PC komputer. Prosedur pengolahan dan analisis data yang digunakan dengan cara.analisis univariat, bivariat, dan Multivariat (pengontrolan) dengan menggunakan "pearson product moment" dengan program SPSS for Windows.
Hasil analisis menunjukkan bahwa : (1) tingkat pengenaan media massa di kalangan mahasiswa cenderung tinggi (2) Pendapat mahasiswa tentang hak asasi manusia di Indonesia cenderung negatif (skor pendapatnya cenderung rendah), (3) Pendapat mahasiswa tentang kasus PDI (ditinjau dari aspek HAM) cenderung negatifskor pendapatnya rendah), (4) Semakin tinggi tingkat pengenaan media massa semakin negatif pendapat mahasiswa tentang HAM di Indonesia (5) Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengenaan media massa dan pendapat mahasiswa tentang kasus PDI. (6) Jenis kelamin, agama, semester, jurusan, pekerjaan orang tua, diskusi antar persona, tingkat partisipasi politik dan tingkat minat politik tidak mempengaruhi hubungan antara tingkat pengenaan media massa dan pendapat mahasiswa tentang hak asasi manusia di Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zeffry Alkatiri
"This article focuses on the organization for security and cooperation in Europe (OSCE) that truly cares on human rights protection in Europe, particularly after the fall of the communist countries in the east of Europe and the Soviet Union. This article also describes the background of human rights tradition and its development up till the end of the 20 th century in Europe. It aims to show that human rights have been a central issue and become an important phenomenon in Europe, which are always taken into account by the Europe council and other European institutions."
2007
JKWE-III-1-2007-99
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Yusuf
"Berbagai negara di dunia telah mengatur tentang kompensasi, diantaranya Inggris dengan British Commend paper of 1961 and 1964, di New Zealand dengan New Zealand Compensation Act of 1963 dan Australia dengan Criminal Injuries Compensation Act 196. Ketentuan-ketentuan ini dengan jelas mencantumkan kewajiban negara untuk memberikan kompensasi pada korban kejahatan. Kompensasi juga dikenal di Amerika Serikat, kompensasi dikenal di 27 negara bagian (Amerika Compensation program 1965). Di Denmark, di German dan Norwegia juga dikenal program kompensasi. Negara adalah yang paling berkewajiban untuk memperhatikan keadaan warganya. Negara, melalui aparatnya, berkewajiban untuk menyelenggarakan ketertiban dan keamanan masyarakat. Oleh karena itulah kejahatan yang terjadi adalah tanggung jawab negara. Hal ini berarti timbulnya korban merupakan tanggung jawab negara pula. Kunter mengingatkan bahwa korban mempunyai hak untuk mengklaim negara. Dalam menyatakan pendapatnya ini, Kunter memberi contoh adanya tanggung jawab pabrik/perusahaan terhadap pekerjanya. Penderitaan, kecelakaan yang dialami pekerja merupakan tanggung jawab pabrik/perusahaan. Demikian pula dengan negara. Apapun yang akan dianut dalam hal teori pemidanaan tetapi yang harus tetap diingat adalah bahwa dengan "hilangnya" terpidana di balik tembok penjara dia tidak kehilangan haknya sebagai warga negara. Perlindungan yang diberikan oleh UU No. 8/1981 terhadap "harkat dan martabat manusia" tetap mengikat terpidana juga ke dalam penjara. Proses baru terhenti pada saat terpidana dilepaskan kembali ke masyarakat sebagai seorang warga negara yang telah menyelesaikan pidana yang diberikan negara kepadanya melalui pengadilan. Tanggung jawab moral hakim mewajibkannya mengikuti dan melindungi hak-hak terpidana di dalam penjara. Lebih kuat lagi alasan ini bilamana kita mengingat bahwa putusan pengadilan (hakim) diberikan "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Tegaknya keadilan bagi terpidana juga merupakan tanggungjawab hakim selama yang bersangkutan berada dalam penjara."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T18240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Salmon, author
"Keberadaan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual umumnya dan Hak Cipta khususnya diperlukan dalam rangka pengembangan industri yang dapat menunjang perekonomian nasional, namun disisi lain perlindungan HKI khususnya Hak Cipta menyebabkan harga produk yang dilindungi menjadi mahal. Sebagai akibatnya banyak terjadi pembajakan termasuk pembajakan Hak Cipta yang semakin hari semakin banyak, antara lain pembajakan rekaman dan musik 91 %, pembajakan buku yang diperkirakan oleh Ketua Umum IKAPI mencapai 79 % dan pembajakan software komputer menurut BSA (Business Software Alliance) sudah mencapai 85 % . Pembajakan HKI sangat merugikan negara dari sektor pajak maupun melanggar HAM Pemegang HKI.
Putusan Pengadilan untuk perkara pidana HKI khususnya Hak Cipta cenderung memutus dengan hukuman yang ringan, sehingga pembajak HKI khususnya Hak Cipta tidak jera melakukan pembajakan mengingat keuntungan yang begitu besar. Pembajak DVD dapat memperoleh keuntungan bersih Rp. 600 juta dari omzet Rp. 1,5 miliar dengan pasar yang jelas dan kuat.
Putusan pidana perkara HKI adalah hukuman penjara dan/atau denda, namun denda tersebut untuk negara, bukan untuk Pemegang HKI, namun demikian apabila putusan perkara pidana ini diganjar dengan hukuman berat dan ditambah dengan hulcuman denda yang besar kemungkinan para pelaku pembajak Hak Cipta ini akan jera, walaupun denda besar itu bukan untuk pemegang HKI akan tetapi secara moral sudah memenuhi HAM pemegang Hak.
Perkara perdata HKI diajukan di Pengadilan Niaga. Putusan perkara perdata lebih efektif dibandingkan dengan putusan perkara pidana, karena dalam perkara perdata, seperti pembatalan HKI dapat juga disertakan gugatan ganti rugi yang harus ditegaskan dalam posita gugatannya. Dengan adanya gugatan ganti rugi tersebut, apabila Hakim mengabulkan seluruhnya atau sebagian gugatan ganti rugi tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa putusan tersebut telah memenuhi HAM Pemegang Hak.

Intellectual Equity Protection Existence generally and Copyrights is specially needed in order to industrial development which can support the national economy, but on the other side protection Intellectual Property Rights (IPR) specially Copyrights cause the product price protected to become costly. As a result a lot of happened by the piracy IPR include inclusive of Copyrights piracy which progressively day of more and more, for example piracy records & music 91 %, book piracy estimated by Head Leader of IKAPI reach 79 % and piracy of software computer of according to BSA (Business Software Alliance) have reached 85 %. Piracy IPR very harming of state from taxation and also impinge the Human Rights of Handle IPR.
Justice Decision to be criminal of IPR especially Copyrights tend to break with the light penalization, so that ploughman IPR specially Copyrights do not discourage to conduct the piracy remember the advantage which big so. Ploughman DVD can obtain; get the clean advantage of 600 million Rupiahs from 1,5 billion Rupiahs of piracy sale with the clear market and strength.
Decision of Crime of case IPR is imprisonment and/or fine, but the [penalty/fine] for the state of, non for the Handle of IPR, but that way if this crime verdict reward with the devil to pay and added with the big fine penalization of possibility of all this Copyrights ploughman perpetrator will discourage, although that big fine non for the handle of IPR of however morally have fulfilled the Human Rights of Rights handle.
Civil dispute of IPR raised in Commercial Justice. Civil Verdict more is effective compared to by a crime verdict, because in civil dispute, like cancellation MR earn is also figured in by a compensatory suing which must be affirmed in its suing. With the existence of the compensatory suing, if Judge grant entirely or some of the compensatory suing hence earn said that by the decision have fulfilled the Human Rights of Rights Handle.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20697
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   4 5 6 7 8 9 10 11 12   >>