Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123110 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. Komisi Bidang Ilmu Kedokteran, 1997
R 610 KUM
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Purnomo Soeharso
Jakarta: UI-Press, 2008
PGB 0505
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1982
R 610.7 IND k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Feni Fitriani Taufik
"ABSTRAK Latar belakang :Pendidikan dokter spesialis merupakan pendidikan orang dewasa adult learner untuk mencapai kompetensi klinis yang diharapkan Lingkungan pendidikan merupakan salah satu aktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum dan proses pendidikan Lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dirasakan oleh peserta didik yang dapat mempengaruhi proses pendidikan. Perlu lingkungan pendidikan yang mendukung untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran peserta didik. Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi peserta didik, pengelola program dan staf pengajar terhadap lingkungan pendidikan pada Program Pendidikan DokterSpesialis PPDS Paru, FKUI. Metode :Jenis penelitian yang digunakan adalah mixed methods dengan setting sequential explanatory design. Tahap pertama dilakukan penelitian kuantitatif dengan menggunakan kuesioner Postgraduate Hospital Educational Enviroment Measure PHEEM yang diisi oleh peserta PPDS Paru pada bulan Maret-Juni 2014.Hasil PHEEM ini dielaborasi lebih lanjut melalui penelitian kualitatif berupa Focus Group Discussion pada peserta PPDS Paru dan wawancara mendalam dengan pengelola program dan staf pengajar di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, FKUI.Hasil :Sebanyak 87 89,7 peserta PPDS Paru periode Maret-Juni 2014 telah mengisi kuesioner PHEEM dan didapatkan sebanyak 74,7 peserta menilai lingkungan pendidikan lebih banyak positif dari pada negative dan memerlukan perbaikan 100,85; rentang nilai 81-120 . Peran otonomi dinilai positif oleh 79,3 peserta 36,93; rentang nilai 29-42 , pengajaran dianggap sudah bergerak kearah yang benar oleh 62,1 peserta 36,56; rentang nilai 31-45 dan 70,1 berpendapat bahwa dukungan social lebih banyak pro dari pada kontra 27,36; rentang nilai 23-33 .Pada penelitian kualitatif diperoleh hasil bahwa peran otonomi yang perlu diperbaiki adalah tersedianya panduan pengajaran dan protokol klinis yang informatif, diperlukan perbaikan system supervise dan pemberian umpan balik pada peran pengajaran, dan perbaikan budaya menyalahkan dan meningkatkan peran penasehat akademik dalam bimbingan dan konseling pada dukungan sosial. Kesimpulan :Lingkungan pendidikan pada PPDS Paru dinilai cukup baik dan kondusif. Perbaikan yang diperlukan untuk menjadikan lingkungan pendidikan lebih optimal adalah pembuatan Buku Rancangan Pengajaran yang informatif, optimalisasi logbook sebagai salah satu instrument evaluasi, peningkatan supervise oleh staf pengajar, keterampilan pemberian umpan balik dan peran pembimbing akademik dalam evaluasi peserta PPDS. Kata kunci :Lingkunganpendidikan, PHEEM, Mixed methods

ABSTRACT
Background Educational environment is one of the most important factor should be considered in curriculum development. Educational environment is the condition that may affect education process in student. Specialty in medicine is adult learning process to gain define clinical competence. Process ofeducationcan be accelerated with proper educational environment. This study aims to Perception of resident, clinical teacher and study program manager to educational environment in Pulmonology dan Respiratory Medicine Residency Program, Faculty of MedicineUniversitasIndonesia. Methods This study using mixed methods with sequential explanatory design.Preliminary of this study is a quantitative study using Postgraduate Hospital Educational Environment Measure PHEEM questionnaire to Pulmonology residentsonMarch until June 2014. The results of the questionnaire will be elaborated with qualitative study based on Focus Group Discussionamong Pulmonology residents and deep interview to the study program manager and clinical teachers at the Department of Pulmonology and Respiratory Medicine FMUI. Result Eighty seven 89,7 pulmonology residents on March until June 2014 had filled in PHEEM questionnaire resulting in mean of perception of the educational environment total PHEEM mostly 74,7 positive and need to be improved score 100,85 81 120 . Positive perception of the autonomy role is 79,3 score 36,93 29 42 , perception that the teaching role performed in the correct way62,1 score 36,56 31 45 and 70,1 of perception stated pro to social support rather than cons score 27,36 22 33 . The qualitative study resulting an autonomy role which is need to be improved availability of teaching guideline and informative clinical protocols. Based on several aspect of teaching role, we need toimproved the supervision system and feedback giving. The blamming culture, supervision and counseling are the factors that need toimproved on social supporting role. ConclusionEducational environment in Pulmonology and Respiratory Medicine Residency Program is positive and condusive. Theimprovement need of the informative ldquo BukuRancanganPengajaran rdquo and optimalizationof logbook as one of the evaluation instrument.Role of staffs in supervising resident skills, feedback and the role of the academic mentor in evaluating residents still need improvement foroptimalization educational environment that may lead to support the adult learning process in students.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Suprapta
"Rumah Sakit yang mempunyai tugas utama penyembuhan dan pemulihan, perlu mempunyai manajemen yang baik agar operasional rumah sakit dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Pengendalian intern yang merupakan alat pengawasan manajemen, perlu dilaksanakan dengan efektif khususnya dalam pengelolaan penyimpanandan distribusi obat. Di RSUP Persahabatan diidentifikasi adanya masalah inefisiensi dalam pengelolaan penyimpanan dan distribusi obat, dengan asumsi inefisiensi tersebut bersumber dari tidak efektifnya mekanisme kontrol dari pengendalian intern dan aspek-aspeknya.
Tujuan dari penelitian adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan penyimpanan dan distribusi obat dengan meningkatkan pelaksanaan pengendalian intern. Diharapkan agar penelitian ini bermanfaat dalam memberikan masukan bagi pimpinan dalam upaya pengembangan manajemen rumah sakit.
Metodologi yang digunakan adalah metode telaah kasus dan pendekatan pemecahan masalah. Dengan kata lain penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, dimana pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan berperan serta, focus group discussion (fgd), indepth interview dan rangkuman data sekunder. Analisa data dilakukan secara kualitatif deskriptif.
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa mekanisme pengendalian intern dalam penyimpanan dan distribusi obat sudah berjalan cukup baik, namun masih ditemukan beberapa kelemahan dalam hal pengorganisasian, prosedur pencatatan, praktek yang sehat dan aspek tenaga.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ternyata elemen-elemen dari pengendalian intern itu sendiri sangat berperan dalam pengelolaan dan distribusi obat dan keberadaan/ketersediaan data-data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan manajemen.
Saran yang dapat diajukan adalah pengendalian hendaknya dilakukan secara terpadu, tersedianya protap, pedoman tertulis dan kebijaksanaan yang baku serta optimalisasi fungsi depo-depo obat."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Irawati
"Langkah awal untuk memperbaiki kinelja, program monitoring efek samping obat (MESO) harus mengembangkan perencanaan program yang sesuai dengan visi dan misi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi yang tertuang pada Perencanaan Program MESO Nasional Tahun 2003-2007. Untuk dapat menyusun perencanaan program MESO, dilakulkan penelitian operasional dengan analisis data kualitatif berupa metode wawancara mendalam dan analisis data kuantitatitj dibantu dengan peramalan. Teknik penyusunan perencanaan dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama meliputi peninjauan visi dan misi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi, analisis lingkungan eksternal dan intemal program MESO, evaluasi faktor lingkungan esktemal dan intemal dengan menggunakan matriks EFE dan IFE. Tahap kedua meliputi penetapan tujuanjangka panjang program MESO sarnpai tahun 2007 dan penctapan altematif kebijakan operasional dengan menggunakan matriks SWOT dan IE. Pada tahap ketiga dilakukan penetapan kebijakan operasional terbaik menggunakan matriks QSPM. Selanjutnya ditentukan kegiatan, termasuk tujuan, indikator dan pembiayaan yang sesuai bagi posisi program MESO.
Dari hasil penelitian, pada pemilihan altcmatif kebijakan operasional berdasarkan hasil dari matriks IE, memperlihatkan posisi program MESO pada kuadran V yang berarti strategi yang disarankan pada posisi Hold and Maintain dengan strategi yang dianjurkan adalah slntegi penetrasi pasar dan strategi pengembangan produk.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam memanfaatkan peluang yang ada, program MESO harus mengatasi kelemahan karakteristik intemal. Strategi yang dapat dilakukan adalah rneningkatkan sosialisasi kepada tenaga kesehatan, meningkatkan kemitraan dengan Panitia Fannasi dan Terapi di rumah sakit, meningkatlcan efektilitas sistem monitoring, pembenahan manajemen, sosialisasi ke masyarakat, mcningkatkan penelusuran inforrnasi efek samping obat intemasional dan mengembangkan sistem reward. Untuk implementasi program disarankan agar terlebih dahulu melakukan advokasi kepada pihak pengambil keputusan, untuk selanjutnya perencanaan program ini disosialisasikan kepada seluruh pimpinan dan staf yang terkait dengan program MESO.

In order to improve its perfonnance, adverse drug reaction monitoring program should initially develop adequate planning program, which is in accordance with vision and mission of the Directorate of Drug and Biological Product Evaluation. Activities of this program should be compiled in a document called National Monitoring, of Adverse Drug Reaction Planning Program Year 2003 - 2007. Therefore, the aim of this study was to formulate the plan using operational research approach with qualitative data analysis method such as indepth interview and observation as well as quantitative data analysis. The study was conducted in three stages, in which the iirst stage covers vision and mission development as well as internal and extemal analysis. On the second stage, the decision makers (using Concensus Decision Making Group process) determined long term objectives until 2007 and determined operational policy which was obtained from SWOT and IE analysis. On the third stage, the best operational policy was determined by QSPM. Furthcnnore, activities including goals, indicators and budget were indentitied.
The result of the study indicates that adverse drug reaction monitoring program can be seen in the filth quadrant of IE matrix, hence it can be advised to use Hold and Maintain Strategy with market penetration and product development.
It was concluded that, in improving adverse drug reaction monitoring program any opportunities should be made use of, while intemal capability should' be strengthened. To achieve the objective of the program, some strategies should be improved among others sosialization of the program to health providers, cooperation with Pharmacy and 'Therapeutic Committee at hospital, improving cffectivity of monitoring system, management improvement, sosialization/marketing effort to community and updating infomiation on adverse drug reaction from intemational sources. In addition, reward system should also be developed. To implement the program, it is recommended to advocate the decision makers initially, furthermore the planning program should be socialized to all of managers and staff involve in adverse drug reaction monitoring program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T3178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sangkot Marzuki
"Penelitian ini, yang secara kebetulan dimotori oleh beberapa mahasiswa pascasarjana calon Ph.D. yang saya rekrut dari Asia Tenggara, terutama dari U.I., ITB dan Mahidol University, telah memberikan kontribusi besar pada pengetahuan kita pada saat ini mengenai pentingnya mutasi pada DNA mitokondria dalam proses penyakit. Mutasi-mutasi yang mendasari berbagai kelainan neurologis dan kelainan-kelainan multi-sistem ini ternyata juga memainkan peranan pada patogenesis dari penyakit-penyakit yang lebih sering kita hadapi seperti insulin-dependent diabetes mellitus, ketulian yang disebabkan oleh hipersensitivitas terhadap antibiotik tertentu dan eklampsia. Mutasi DNA mitokondria malahan mungkin merupakan mutasi yang sering terjadi di tubuh kita, terakumulasi secara terus menerus selama kehidupan seorang manusia dan berperanan penting dalam proses penuaan.
ILMU KEDOKTERAN MEMASUKI ABAD KE 21
Dua puluh tahun yang lalu, di tahun 1975, sebagai seorang mahasiswa pascasarjana yang sedang menyelesaikan program Ph.D_ nya, saya duduk di suatu ruang kuliah di Melbourne - Australia, mendengarkan ceramah dari seorang pembicara tamu. Pembicara tamu ini bemama Paul Berg, seorang guru besar dari California, Amerika, dan beliau berceritera mengenai percobaan-percobaan yang dilakukannya bersama rekan-rekannya dengan menggunakan enzim endonuclease. Untuk pertama kali saya mendengar bagaimana enzim ini dapat digunakan untuk memotong DNA secara spesifik. Saya terkagum karena sekonyong-konyong menyadari pentingnya topik yang sedang dibahas.
Sudah terbayang pada waktu itu bahwa kalau seorang ilmuwan dapat memotong pita DNA secara terarah tentunya dia akan dapat memilih dan memotong bagian dari pita ini sesuai dengan informasi genetik yang diinginkan. Segmen pita DNA yang telah dipotong tentunya dapat disambungkan dengan segmen DNA lain yang dikehendaki asalkan ada enzim yang dapat merekatkan kembali tempat pemotongan DNA tadi. Dan kemampuan memotong dan menyambung pita informasi ini akan membuka kemampuan untuk merekayasa informasi genetik dari makhluk hidup."
Jakarta: UI-Press, 1997
PGB 0522
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Sy. N. Zarmini
"Perencanaan dan pengadaan obat yang cermat, tepat dan berkelanjutan sangat diperlukan dalam rangka penyediaan kebutuhan obat di Kabupaten Padang Pariaman. Sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 jumlah ketersediaan dana kebutuhan obat cenderung menurun, terutama dari sumber APED Kabupaten. Selama ini belum dilakukan analisis terhadap kinerja perencanaan dan pengadaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman secara terpadu dan kamprehensif. Untuk itu dirasa perlu melakukan analisis terhadap kinerja perencanaan dan pengadaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman.
Penelitian dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman dari bulan Pebruari sampai dengan Maret 2006 yang bertujuan untuk mengetahui kinerja perencanaan dan pengadaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman di tahun 2004 dengan memakai pendekatan Balanced Scorecard yaitu menggunakan empat perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan, Proses Bisnis Internal, Pelanggan dan Finansial. Janis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif analisis, dengan melakukan wawancara mendalam dengan pihak terkait dan pemberian kuesioner serta penelusuran dokumen.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada kinerja pembelajaran dan pertumbuhan kemampuan dan komitmen anggota tim masih kurang sehingga mengakibatkan menurunnya kinerja proses bisnis internal, yaitu kualitas pelayanan kepada Puskesmas menjadi rendah. Pada kinerja pelanggan tingkat kepuasan yang diperoleh Puskesmas dalam rangka perencanaan, pengadaan dan pendistribusian obat rendah yaitu pada tingkat kepuasan 80% hanya 25,2 % yang puas terhadap pelayanan. Tingkat kepuasan terendah ditemui pada dimensi keandalan (reliability) yaitu 68,50% dan responsiveness (daya tanggap) yaitu 69,31% dan tertinggi pada tangibles dan assurance yaitu masing-masing 77,69% dan 76,24%. Untuk kinerja finansial dana yang diperoleh khusus dari APBD Kabupaten belum sesuai dengan kebutuhan obat.
Untuk itu disarankan kepada Tim Perencanaan dan Pengadaan Obat Kabupaten agar meningkatkan kualitas pelayanan kepada Puskesmas, penggunaan metode konsumsi untuk perhitungan kebutuhan obat dengan memanfaatkan data yang ada secara benar, meningkatkan hubungan kerjasama lintas program dan melakukan advokasi untuk peningkatan pelayanan kesehatan khususnya untuk penyediaan obat-obatan kepada Panitia Anggaran (Eksekutif dan Legislatil) dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan dana obat.

Accurate, precise and continuous drugs planning and procurement needed in supplying of drugs requirement in Padang Pariaman Regency. Since 2000 until 2004 fund of drugs needs availability relatively decreasing, especially from Regency APBD source. Recently not yet done analysis toward drugs planning and procurement in Health Agency of Padang Pariaman Regency with comprehensively and inwrought. Therefore, analysis toward drugs requirement and procurement performance in Health Agency of Padang Pariaman Regency needed.
Research done in Health Agency of Padang Pariaman Regency from February to March 2006 that aimed to find the drugs planning and procurement performance in Health Agency of Padang Pariaman Regency in the year 2004 using Balanced Scorecard approach, which is four perspective, Learning and Growth, Internal Business Process, Costumer and Financial. Research done is analysis of descriptive research, using indepht interview with related party and questioner and document study.
From research result got conclusion that performance of team member ability and commitment still lack with the result of performance decrease in Internal Business Process, which is service quality to Health Centre become low. On Costumer performance satisfy rate that got from Health Centre in order to drugs planning, procurement and distribution is very low that is satisfying rate of 80% there's only 25,2% that satisfied with service. The lowest satisfy found in reliability that is 68,50% and responsiveness dimension that is 69,31% and the highest in tangibles and assurance dimension that is each 77,69% dan 76,24%. For Financial performance the fund especially from APBD Regency source not yet suitable with drug needs.
Therefore, suggestion for Regency Drugs Planning and Procurement Team is improving service quality to Health Centre, using the method with make use of data correctly, and increase cross sector cooperation relation in order to give advocate effort toward District Government in fulfilling drugs requirement.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19083
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Soraya
"Studi sebelumnya telah membuktikan bahwa kanker kepaladan leher telah menjadi masalah penting di negara Asia termasuk Indonesia. Terdapat faktor resiko yang mendukung terjadinya insidens kanker tersebut dibagi menjadi faktor yang dapat dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-Faktor tersebut memiliki implikasi penting dalam mempelajari faktor resiko yang paling berpengaruh dalam insidens kanker nasofaring di Indonesia. Studi ini ditujukan untuk menentukan perbandingan antara tingkat pendidikan dan konsumsi alkohol pada pasien dengan kanker nasofaring dan kanker oral pada pasien yang datang ke klinik gigi RSCM pada tahun 2006-2009. Data dalam studi ini berdasar pada rekam medis pasien yang datang ke klinik gigi RSCM pada tahun 2006-2009. Data dianalisa menggunakan SPSS versi 20. Signifikansi di tes menggunakan Smirnof-Kolmogorov Z test. Pasien yang mengaku mengkonsumsi alkohol sebagian besar merupakan pasien dengan kanker nasofaring. Sementara, untuk tingkat pendidikan, sebagian besar pasien pada kanker nasofaring merupakan pasien dengan tingkat pendidikan yang rendah. Tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan pasien kanker (P=0.995). Begitu pula dengan konsumsi alkohol, tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara penggunaan alkohol pada pasien kanker nasofaring. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat asosiasi antara tingkat pendidikan dan penggunaan alkohol dengan kanker nasofaring.

As many of the previous studies has proven, head and neck cancer has been a major problem in many of Southeast Asian countries, including Indonesia. The contributing risk factors to incidence of HNC are divided into modifiable and unmodifiable risk factors. Those risk factors has very important implications in understanding the most influencing risk factors of HNC among Indonesia populationThis study aim to determine the comparison of educational level and alcohol consumption in patients with nasopharyngeal cancer and oral cancer who came to dental clinic RSCM Jakarta between 2006-2009. The data was obtained from medical record of patients diagnosed with head and neck cancer who visited oral medicine clinic of RSCM Jakarta from 2006-2009. The data then was analyzed using SPSS version 20..The significance association were tested using Kolmogorof-Smirnov Z. The result showed that patient with the presence of alcohol use were mostly diagnosed with nasopharyngeal cancer. However, after compared between nasopharyngeal and non-npc group, there were no significant association found between the two groups (P=1.000). The level of formal education also did not significantly associated with the nasopharyngeal and nonnpc (P=0.995). In conclusion, there was no significant association found between educational level and alcohol use in nasopharyngeal cancer patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Danneto
"Riset di Bandung dan Lombok Barat tentang tindakan pencarian pengobatan pertama kali menunjukkan bahwa hanya sebanyak 30,7 % yang berobat ke Puskesmas dan 11% berobat ke dukun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor sosio-demografis dan tabungan kesehatan dengan pencarian pengobatan pertama kali. Metode yang digunakan ialah geographical random sampling. Dari 378 responden yang mengisi kuesioner, 63,2% memilih mengobati sendiri, 34,1% memilih berobat ke layanan kesehatan primer, dan 2,6% memilih berobat ke layanan kesehatan sekunder. Terdapat hubungan bermakna antara tingkat pendidikan (p=0,01) dan kepemilikan tabungan kesehatan (p=0,024) dengan perilaku pencarian pengobatan pertama kali.

Studies about health seeking behavior in Bandung and Lombok Barat showed that only 30.7% go to the public health center and 11% go to Shaman. The goal of this research is to elaborate the relationship between sociodemographic factors and health saving with health seeking behavior. The method is geographical random sampling. About 63.2% respondents decide to cure the disease by themself, 34.1% go to primary health care, and 2.6% go to secondary health care. Significant result showed up between the level of education (p=0.01) and health saving (p=0.024) with health seeking behavior."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>