Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103851 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suryaningtyas Tri Hapsari
"Setiap organisasi akan mencapai tujuannya jika dikelola dengan baik. Hanya saja, ternyata keberhasilan mengelola tidak lagi hanya ditentukan oleh keberhasilan implementasi prinsip-prinsip manajemen seperti planning, organizing, leading dan controlling (Moeljono, 2006). Terdapat faktor lain yang "tidak tampak" yang lebih menentukan keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Faktor tersebut adalah budaya organisasi (Yuwono, 2006).
PT. X sebagai sebuah organisasi yang bergerak dalam bisnis industri teknologi seluler merumuskan budaya perusahaannya melalui empat nilai budaya pokok yaitu Customer intimacy (kedekatan dengan pelanggan), Team work (Kerjasama), Profesionalism (Profesionalisme) dan Integrity (Integritas).
Pimpinan puncak PT. X jelas menginginkan bahwa empat nilai budaya organisasi tersebut dapat terintemalisasi dalam diri karyawan untuk meningkatkan komitmen sehingga akan berdampak pada produktivitas. Pendapat ini sesuai dengan teori Robbins (2005) yang menyatakan bahwa sebuah budaya organisasi yang kuat akan mempengaruhi produktivitas, turnover dan komitmen para anggotanya. Dalam hal ini yang disebut dengan budaya organisasi yang kuat adalah apabila nilai-nilai budaya organisasi dapat dipahami bersama dan sudah terintemalisasi dalam diri para anggota dalam organisasi tersebut.
Namun, keinginan pihak direksi PT. X tidak sejalan dengan keadaan di lapangan. Berdasarkan dengan wawancara dan basil survey budaya pada beberapa karyawan PT. X maka didapatkan basil yang menyatakan bahwa keempat nilai budaya tersebut belum sepenuhnya terintemalisasi dalam diri karyawan. Apabila keadaan ini dibiarkan berlanjut maka budaya organisasi pada PT. X akan menjauh dari titik kuat dan berpotensi menjadi sebuah budaya organisasi yang lemah.
Menyikapi masalah yang berpotensi muncul sesuai dengan penjelasan diatas maka penulis mencoba untuk merancang sebuah program audit budaya organisasi pada PT. X untuk mengetahui gambaran pengertian dan pemaknaan akan nilai budaya organisasi pada karyawan PT. X. Diharapkan dengan adanya basil dari audit budaya organisasi, maka pimpinan puncak dapat merencanakan langkah-langkah intervensi yang strategis bagi kemajuan organisasi.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Tianti Ernawati
"Lembaga ABC adalah Aparat Pergawasan Internal Pemerintah, bertanggung Jawab kepada Presiden melalui/dibawah koordinasi Menteri X. Tugas dan fungsi Lembaga ABC terakhir tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2004. Sebagai aparat pengawasan internal pemerintah, tugas pengawasan Lembaga ABC tidak hanya semata-mata pemeriksaan yang bersifat represif, tapi juga kegiatan yang bersifat preventif dalam rangka meningkatkan kualitas tata kelola pemerintah di bidang keuangan dan pembangunan, sehingga diharapkan seluruh Instansi Pemerintah Pusat maupun Daerah (tidak hanya sektor APBN) mampu menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance dan Clean Government). Bahkan tidak hanya di sektor publik Lembaga ABC berkiprah, namun juga di sektor korporat, yaitu dalam rangka meningkatkan kinerja BUMN/BUMD sehingga diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dengan baik. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Lembaga ABC memiliki kantor yang berkedudukan di Pusat atau Jakarta (Lampiran 1) maupun di Perwakilan (Lampiran 2) yang tersebar di dua puluh lima (25) Provinsi di Indonesia (Lampiran 3), didukung oleh Sumber Daya manusia (SDM) yang berjumlah 6281 Profil SDM secara rinci tercantum dalam Lampiran 4.
Maksud dan tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk membantu organisasi dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan kompetensi Kepala Perwakilan (Kaper) Lembaga ABC yang tersebar pada 25 Provinsi di Indonesia. Hal ini penting dilakukan karena Kepala Perwakilan berperan sebagai Kepala Instansi vertikal Lembaga ABC di daerah, sebagai ujung tamhak pelaksana operasional organisasi yang sangat menentukan dalam mencapai Visi Lembaga ABC yang bare (dikutip dan Renstra Lembaga ABC 2000) yaitu sebagai "Katalisator Pernbaharuan Manajemen Pemerintahan melalui Pengawasan yang profesional". Adapun tugas dari Kepala Perwakilan adalah melaksanakan Pengawasan Keuangan dan Pembingunan serta penyelenggaraan akuntabilitas di daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Rincian Tugas terdapat pada Lampiran 5.
Berdasarkan basil wawancara yang dilakukan terhadap Pejabat Sekretaris Utama (Eselon I) yang menangani masalah SDM , Kepala Perwakilan (Eselon 2), Kepala Biro Kepegawaian (Eselon 2) maupun bawahan langsung kepala perwakilan (Eselon 3) , sejak terjadinya perubahan strategi bisnis organisasi dan Represif yaitu jasa audit ke strategi Preventif yaitu jasa non audit dengan melakukan sosialisasi, asistensi dan evaluasi berbagai produk yang dikembangkan Lembaga ABC telah muncul permasalahan yang bisa menghambat pencapaian nisi organisasi. Padahal perubahan Sty acegi terebut dilakukan seiring dengan tuniutan Good Governance dan Clean Government pada era sekarang. Permasalahan yang muncul adalah bahwa sejak terjadinya perubahan strategi bisnis, terjadinya resistensi pegawai yang ditunjukkan dengan penurunan disiplin pegawai; adanya demotivasi ; pegawai minta diperbantukan ke instansi lain atau keluar danri organisasi bahkan muncul konflik diantara pegawai karena potensi yang dimiliki belum dikembangkan oleh organisasi. Padahal mereka adalah orang orang yang profesional yang relate mendapatkan pendidikan dan latihan secara berkesinambungan dan mavoritas sebagai auditor yang berlatar belakang akuntan. Apabila kondisi scperti ini dibiarkan, inaka Visi organisasi tidak akan tercapai dan lambat laun organisasi tidak akan diperlukan lam' oleh Pemeriritah. Secara rinci dapat dilihar pada BAB I .
Thomas (2006) menyatakan bahwa Leaders adalah orang yang niengtnspirasi, memorivasi dan membawa pola pikir untuk mencapai rujuan. me:,ggunakan Visi dan teinpat agar orang tetap semangat untuk keraa. Adanya perubahan lingkungan yang cepat, globalisasi, pesaing, maka organisasi melakukan reposisi dan redefinisi peran sehingga organisasi melakukan perubahan strategi. Carr, Hard dan Trahant (1996) menggambarkan bahwa perubahan strategi menimbulkan konsekuensi bahwa diperlukan leadership yang juga berbeda dengan sebelum adanya perubahan strategi. Dengan demikian jelas bahwa faktor leadership adalah hal yang sangat penting antak mencapai visi organisasi karena akan mempengaruhi keseimbangan faktorfaktor lain dari 7S Model McKinsey.
Faktor leadership menjadi sangat signifikan, demikian kata Kotler dalam buku Leadership Factor ( 1988) . lapun menambahkan dalam buku Leading Change (1996) bahwa ketrampilan leadership memang penting dan dapat dikembangkan. Leadership adalah tentang mengaktualisasikan potensi dengan Tnenggunakan skill dan ability. Agar dapat mendukung visi organisasi. Kepala Perwakilan harus memenuhi kompetensi sesuai dengan kebutuhan organisasi sehingga dapat mengatasi setiap perubahan yang terjadi pada organisasinya, yaitu perubahan strategi represif melakukan audit ke strategi preventif yaitu melakukan kegiatan non audit dan membawa pegawai keluar dari comfort zone. Menurut kamus kompetensi LOMA's (1998) kompetensi dideftnisikan sebagai aspek-aspek pribadi daii seorang pekerja yang memungkinkan mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat motif, motif, sistem nilai, sikap. pengetahuan dan ketrampilan. Pembahasan secara rinci dapat dilihat pada BAB II.
Apabila ditinjau dari kondisi yang terjadi dan dikaitkan dengan teori yang digunakan, maka diperlukan solusi untuk mengatasi hal tersebut yaitu merancang model kompetensi kepala perwakilan sesuai dergan perannya sebagai pemimpin kantor, sebagai ujung tombak kegiatan organisasi. Hasilnya dapat digunakan untuk melakukan assessment kompetensi kepala perwakilan sehingga bisa melakukan mapping kompetensi kepala perwakilan dengan melalui Assessment center a tau teknik 360 derajat Feedback. Tujuan pengukuran dapat digunakan oleh organisasi untuk seleksi maupun mengembangkan kompetensi yang masih lemah melalui training. Apabila usulan tersebut dilaksanakan oleh organisasi, diharapkan kepala penvakiian memiliki kompetensi kepala perwakilan sesuai dengan kebutuhan organisasi yang selaras dengan strategi baru Lembaga ABC yaitu represif (audit) dan preventif (non audit) sehingga dapat mendukung Visi organisasi . Secara rinci lihat BAB III
Rekomendasi yang diajukan dan harus dilakukan dengan segera adalah merancang model kompetensi kepala perwakilan sehingga dapat dilakukan pengukuran kompetensi dengan berpatokan pada rancangan kompetensi yang telah dibuat. Dapat dilihat pada BAB IV."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18065
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ashar Sunyoto Munandar
Jakarta: UI-Press, 2001
158.7 ASH p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Thomas
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1995
S2271
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sutarto Wijono
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010
158.7 SUT p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Wulan Deborah
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kualitas hidup dan psychological ownership pengemudi mobil pribadi yang melakukan komuter ke Jakarta. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat ukur WHOQOL-BREF dari WHO dan alat ukur psychological ownership. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti 60 partisipan yang mengemudi mobil pribadi usia dewasa muda yang melewati jalan tol Karang Tengah ke arah Jakarta setiap hari kerja. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan secara signifikan antara tiga domain kualitas hidup, yaitu domain physical, social relations, dan environment dan psychological ownership, namun tidak terdapat korelasi secara signifikan antara domain psychological dan psychological ownership pada pengemudi mobil pribadi yang melakukan komuter ke Jakarta.

The aim of this study was to examine the relationship between quality of life and psychological ownership on young adult drivers who commute to Jakarta. 60 participants who drove their own car, and traveled to Jakarta through Karang Tengah toll way on work days were asked to complete the Quality of Life instruments (WHOQOL-BREF) developed by WHO and Psychological Ownership Scale. The study found significant positive relationships between three domains of quality of life, namely physical, social relations, and environment and psychological ownership. There was no significant relationship between psychological domain and psychological ownership on young adult car driver who commute to Jakarta.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Bagian Psikologi Industri dan Organisasi, 2007
158.7 DIN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Erick Yudhistira
"Keselamatan kerja dalam organjsasi merupakan isu yang sangat penting untuk diperhatikan agar suatu perusahaan dapat beroperasi dengan baik dan aman. Kurangnya pengawasan terhadap keselamatan kerja dapat menimbulkan kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada kelanjutan organisasi tersebut (Petersen, l988). Oleh karena im sejumlah langkah preventif perlu dilakukan oleh pihak manajemen untuk mcnjamin keselamatan kerja dalam organisasi.
Langkah prevenlif yang perlu dilakukan hendaknya scsuai dengan masalah yang dihadapi pemsahaan. Oleh l-:arena itu, perusahaan perlu terlebih dahulu mengidentifikasi masalah kesclarnatan kerja yang dihadapinya. Salah satu indikator yang dapat menggambarkan kondisi keselamatan kexja dalam perusahaan adalah melalui pengukuran iklim kerja aman (Larsson, 2005). Berdasarkan pengukuran iklim kerja aman, perusahaan dapat mengetahui aspek-aspek keselamatan kerja yang masih belum optimal dan perlu ditingkatkan.
PT. X sebagai perusahaan yang bergerak dibidang service minyak dan gas, memiliki peringkat resiko kerja yang tinggi baik ditinjau dari segi keteknikan, keekonomian, kerusakan lingkungan maupun keselamatan dan kesehatan kerja. Manajemen PT. X merasa bahwa perusahaan telah berhasil menjaga. keselamatan kerja karyawannya. Hal ini terlihat berdasarkan sejumlah safezy award yang diperoleh serla sertifikasi OHSAS yang selalu dapat dipertahankan. Hal ini mcnimbulkan kecenclerungan bagi PT. X untuk cukup puas dengan kondisi keselamatan kerjanya sehingga tidak melakukan peningkatan terhadap sistem keselamatan kerja yang ada. Jika hal ini dibiarkan berlanjut, tentu akan menjadi potensi masalah yang dapat berdampak pada keselamatan ke1ja karyawannya. Oleh karena im, penulis menyusun sebuah program pengukuran iklim kerja aman yang dapat digunakan PT. X untuk mcnggambarkan kondisi keselamatan keija yang akumt dan up to date. Dengan diketahuinya ikilm kerja aman, manajemen dapat mcngidentifikasi aspek-aspek keselamatan kerja yang kurang optimal, sehingga dapat melakukan intervensi-intervensi yang sesuai dengan masalah yang dihadapi

Safety in organization is one of important issue that need certain attention so that the organization can nm effectively and safely. A lack of attention and control to the safety issues in organization can result in fatal accidents that affect the organization as a whole (Petersen, 1988). From that matter, numerous preventive programs need to be done in order to create a safe condition in the organization.
The preventive programs that need to be conducted should be in line with the problems faced by the organization. That is why, it is important for the organization to identify the exact problems before proposing a preventive programs. One indicator that can provide a brief picture of the safety condition in an organization is trough the measurement of safe climate (Larsson, 2005). By measuring the safe climate, organization can identify safety aspects that are not in the optimal condition and so needed an improvement.
X company as an industry that works in oil and gas services, is categorized as a high risk industry. The management in X company feels that they have successfully control the overall safety in organization. This conclusion is made merely based on the safety awards that have been achieved throughout years and the OHSAS intemational safety certidcation. This condition makes the management to have a tendency to become satisfied with the current safety condition and thus not making improvement to the safety system. If this condition is kept unheld, it can be a source of potential safety problems in the future. From that matter, the writer propose a safety climate measurement program that can be used by X company to provide an overall picture of the accurate and up dated safety condition. From the safety climate measurement, management in X company can identify safety aspects that is not optimal and therefore can make appropriate interventions based on the problems faced by X company.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
TA34159
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>