Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115661 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rice Krisnawati
"Salah satu faktor utama dalam pengendalian ekonorni makro adalah tingkat inflasi, yang di Indonesia diukur menurut tingkat perubahan Indeks Harga Konsumen (IRK). Dengan semakin kompleksnya struktur ekonomi, perdagangan dan keuangan, maka semakin remit pula cara penanggulan inflasi. Kombinasi kebijakan yang beragam hams digunakan secara tepat, seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, kebijakan perdagangan, dan kebijakan penentuan harga. Tinjauan teoritis dan empiris rnenunjukkan bahwa inflasi dipengaruhi oleh ketidakseimbangan di pasar uang, pasar barang,dan pasar faktor produksi.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi inflasi di Indonesia, selama periode 1983-2004 dan periode 1997-2004, dengan menggunakan eclectic model. Berdasarkan determinan pokok pembentuk inflasi, maka inflasi inersia merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap inflasi untuk kedua periode penelitian_ Output gap sangat berpengaruh terhadap inflasi dalam periode 1983-2004, sementara dis-equilibrium di pasar uang sangat berpengaruh terhadap inflasi pada periode 1997-2004. Sementara itu, dis-equilibrium di pasar faktor produksi tidal( signifikan pengaruhnya terhadap inflasi baik untuk periode 1983-2004 maupun periode 1997-2004"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rice Krisnawati
"Salah satu faktor utama dalam pengendalian ekonomi makro adalah tingkat inflasi, yang di Indonesia diukur manurut tingkat perubahan Indeks Harga Konsumen (MK). Dengan semakin kompleksnya struktur ekonomi, perdagangan dan keuangan, maka semakin rumit pula cara penanggulangan inflasi. Kombinasi kebijakan yang beragam harus digunakan secara tepat, seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, kebijakan perdagangan, dan kebijakan penentuan harga. Tinjauan teoritis dan empiris menunjukkan bahwa inflasi dipengaruhi oleh ketidakseimbangan di pasar uang, pasar barang,dan pasar faktor produksi.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi inflasi di Indonesia, selama periode 1983-2004 dan periode 1997-2004, dengan menggunakan eclectic model. Berdasarkan determinan pokok pembentuk inflasi, maka inflasi inersia merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap inflasi untuk kedua periode penelitian. Output gap sangat berpengaruh terhadap inflasi dalam periode 1983-2004, sementara dis-equilibrium di pasar uang sangat berpengaruh terhadap inflasi pada periode 1997-2004. Sementara itu, dis-equilibrium di pasar faktor produksi tidak signifikan pengaruhnya terhadap inflasi balk untuk periode 1983-2004 maupun periode 1997-2004.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This research is intended to analyse the effects of money supply, interest rates, real income, exchange rates, foreign price rates and the economic crisis on inflation. In addition, this research also wishes to determine appropriate model of the inflation in Indonesia. The data employed in the study are secondary time series data from quarterly data for period of 1983.I—2001.IV or constitues observation consisting of 76 series of data picked from several publications. The method of analysis used in the study are error correction model and forward looking buffer stock model...."
JEB 11:1 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Lestari
"Perekonomian regional merupakan satu mata rantai yang tidak terpisahkan dari perekonomian nasional. Perekonomian regional tidak luput dari penyakit ekonomi yaitu inflasi yang selalu muncul dalam perekonomian. Inflasi sebagai gejolak ekonomi tidak seharusnya dihapuskan sama sekali tetapi dikendalikan pada angka tertentu sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi inflasi pada perekonomian regional. Dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi didasarkan pada teori demand pull inflation dan supply side inflation.Menurut teori demand pull inflation inflasi disebabkan naiknya permintaan agregat sedangkan perekonomian dalam keadaan full employment sehingga terjadi excess demand dan menyebabkan harga barang naik, faktor-faktor yang menyebabkan naiknya permintaan oleh golongan monetaris disebbakan naiknya jumlah uang beredar sedangkan golongan strukturalis tidak menyangkal hal ini tetapi ditambahkan karena naiknya pengeluaran pemerintah misalnya investasi dan pendapatan. Sedangkan inflasi dari sisi penwaran agregat disebabkan naiknya biaya produksi, untuk mengatasi hal ini pengusaha menaikkan harga jualnya yang dibebankan pada masyarakat sehingga harga barang dan jasa meningkat.
Penelitian ini menggunakan teknik pooling yaitu merupakan gabungan dari data runtun waktu (Time Series) data kerat lintang (Cross Section) yang dimulai dari tahun 1991-2001 (11) tahun dan 26 propinsi di Indonesia. Sedangkan sampel yang digunakan adalah Inflasi, Pendapatan, Jumlah Uang Beredar, Investasi , Impor dan Upah.
Berdasarkan hasil regresi didapatkan bahwa jumlah uang beredar berpengaruh secara signifikan terhadap Inflasi pada perekonomian regional dan hubungan ini adalah negatif. Pendapatan berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap inflasi, investasi saat ini dan investasi tahun lalu tidak signifikan terhadap inflasi, upah berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap inflasi. Apabila diperhatikan koefisien yang dihasilkan, maka faktor yang paling dominan mempengaruhi inflasi adalah faktor dari sisi penawaran yaitu impor. Sedangkan dilihat pada masing-masing wilayah adanya variasi dari tiap-tiap variabel yang memepengaruhi inflasi namun yang paling kelihatan behwa upah nominal dan impor secara signifikan berpengaruh di setiap wilayah serta impor sebagai penyebab inflasi dari sisi penawaran menghasilkan koefisien terbesar di tiap-tiap wilayah dibandingkan varibel yang lainnya yaitu jumlah uang beredar, pendapatan, investasi saat ini, investasi tahun lalu dan upah.
Kebijakan untuk mengatasi tidak terlepas dari faktor-faktor yang menyebabkan inflasi. Sesuai dengan hasil penelitian dimana faktor yang mempengaruhi inflasi dari sisi penawaran yaitu impor yang berari_i bahwa inflasi terjadi karena naiknya biaya bahan baku berasal dari luar balk dari antar daerah maupun luar negeri, ini menandakan bahwa masih kurang sarana dan prasarana penyediaan bahan baku untuk proses produksi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20452
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Lidya Triana
"Dari seluruh sampel yang diteliti (53.108.176 rumahtangga), sebanyak 62,7 persen termasuk kategori tidak miskin, 14,9 persen termasuk dalam kategori hampir miskin, dan 22,4 persen masuk dalam kategori rniskin.
Probabilita suatu rumahtangga untuk berada pada kategori tidak miskin adalah 71,97 persen, sementara itu probabilita rumahtangga berada pada kategori hampir miskin adalah 13,13 persen, dan probabilita suatu rumahtangga berada pada kategori miskin adalah 14,9 persen.
Berdasarkan analisis deskriptif, persentase tertinggi pada rumahtangga miskin dimiliki oleh mereka yang berpendidikan tidak pernah sekolah/tidak tamat SD, tinggal di perdesaan, memiliki sumber penerangan selain listrik PLN, lapangan usaha utama kepala keluarga di sektor pertanian, memiliki rata-rata jumlah anggota rumahtangga yang besar, memiliki jumlah penduduk dewasa melek huruf yang sedikit, dan rata-rata jarak yang harus ditempuh ke fasilitas kesehatan, ekonomi, pendidikan lebih jauh dari rumah.
Faktor-faktor yang diharapkan dapat meningkatkan probabilita suatu rumahtangga untuk berada pada kategori hampir miskin dan tidak miskin adalah dengan cara meningkatkan tingkat pendidikan kepala rumahtangga, memperhitungkan kembali jumlah anggota rumahtangga, meningkatkan jumlah anggota rumahtangga yang dapat membaca dan menulis, mendorong perluasan lapangan usaha yang digeluti para kepala rumahtangga atau anggota rumahtangga, dan kemudahan akses dalam memperoleh rumah yang murah, sumber penerangan listrik PLN dan jarak yang harus ditempuh ke fasilitas pendidikan."
2006
T19338
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Popy Dewi Kurnia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T25612
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tommy Harun
"Tesis ini bertujuan mempelajari faktor-faktor sosial, ekonomi dan demografi yang mempengaruhi tingkat pendapatan atau upah pekerja migran di Indonesia. Faktor-faktor tersebut adalah status pekerjaan tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, jam kerja, daerah tempat tinggal dan status perkawinan.
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan, bahwa secara statistik dan substansi masing-masing variabel tersebut diatas mempunyai pengaruh yang berarti terhadap tingkat pendapatan atau upah pekerja migran setelah memperhatikan pengaruh tambahan variabel lainnya, atau dengan kata lain terdapat pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas pendapatan setelah mempertimbangkan pengaruh tambahan variabel bebas lainnya.
Dari analisis deskriptif maupun analisis inferensial terhadap sampel migran risen yang berstatus bekerja dan menerima upah atau pendapatan, ditemukan hasil-hasil sebagai berikut :
1. Secara umum, pendapatan atau upah pekerja migran yang bekerja di sektor formal relatif lebih tinggi dibandingkan pendapatan atau upah pekerja migran di sektor informal.
2. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pendapatan pekerja relatif besar dibandingkan pengaruh faktor lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa pendapatan atau upah yang akan diterima oleh pekerja sangat tergantung dari mutu modal manusia yang dimiliki pekerja tersebut. Semakin tinggi atau baik mutu modal manusia yang dimiliki pekerja, produktivitasnya semakin tinggi, maka upah atau pendapatan atau belas jasa yang pekerja tersebut terima dari hasil pekerjaannya juga semakin besar.
3. Dilihat dari kelompok umur, proporsi pekerja migran yang berumur 30-39 tahun yang menerima pendapatan atau upah lebih besar sama dengan pendapatan rata-rata lebih besar dibandingkan kelompok umur lainnya. Sedangkan perbedaan pendapatan yang relatif besar antara pekerja sektor formal dan informal, terjadi pada kelompok umur 40 tahun keatas antara pekerja migran yang berpendidikan SLTA keatas. Hal ini menunjukkan, bagi pekerja migran di sektor formal yang berpendidikan SLTA keatas, semakin lama masa kerja yang mereka lewati, pengalaman kerja yang mereka peroleh semakin banyak dan kemampuan mereka semakin meningkat serta profesionalisme kerja mereka semakin baik. Sedangkan pekerja sektor informal kemampuan kerja mereka disamping didukung oleh pendidikan yang relatif baik, juga harus didukung oleh kondisi kesehatan fisik mereka yang sehat, sehingga puncak produktivitas pekerja sektor informal terlihat pada usia 30-39 tahun.
4. Pendapatan atau upah pekerja migran laki-laki relatif lebih tinggi dibandingkan pekerja migran perempuan. Setelah dikontrol dengan tingkat pendidikan, bahwa perbedaan pendapatan antara pekerja migran laki-laki yang berpendidikan tamat SLTP kebawah yang bekerja di sektor formal dengan yang bekerja di sektor informal relatif kecil, dibandingkan dengan perbedaan antara pekerja migran yang berpendidikan SLTA keatas. Demikian pula untuk pekerja migran perempuan yang berpendidikan tamat SLTP kebawah, perbedaan pendapatan atau upah antara yang bekerja di sektor formal dengan migran yang bekerja di sektor informal juga relatif kecil. Namun yang menarik disini, bahwa pendapatan pekerja perempuan yang berpendidikan tamat SLTP kebawah yang bekerja di sektor informal relatif lebih baik dibandingkan dengan pekerja perempuan dengan pendidikan yang sama yang bekerja di sektor formal. Sedangkan perbedaan pendapatan antara pekerja perempuan yang berpendidikan SLTA keatas yang bekerja di sektor formal dan informal relatif besar.
5. Dari alokasi waktu untuk bekerja, pekerja migran yang bekerja diatas atau sama dengan 40 jam kerja per minggu relatif berpendapatan lebih baik dibandingkan dengan pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam per minggu. Pengaruh jam kerja terhadap tingkat pendapatan atau upah pekerja, lebih besar terhadap pekerja yang berpendidikan SLTA keatas, dan perbedaan pendapatan atau upah antara yang bekerja di sektor formal dan informal relatif besar, khususnya antara pekerja yang bekerja dibawah 40 jam per minggu. Hal ini menunjukkan bahwa upah pekerja di sektor formal sebagian besar terikat dengan kontrak kerja yang telah disepakati, sedangkan pekerja sektor informal, jika mereka tidak bekerja pendapatan yang mereka terima akan berkurang. Sedangkan untuk pekerja migran yang berpendidikan tamat SLTP kebawah pendapatan mereka relatif rendah dan perbedaan pendapatan atau upah antara pekerja di sektor formal dan informal relatif kecil, baik antara pekerja yang bekerja diatas atau sama dengan 40 jam per minggu maupun antara pekerja yang bekerja dibawah 40 jam per minggu.
6. Pendapatan atau upah pekerja migran di perkotaan relatif lebih baik. Sedangkan dipedesaan proporsi yang menerima pendapatan atau upah lebih besar sama dengan pendapatan rata-rata relatif kecil, khususnya bagi pekerja yang berpendidikan tamat SLTP kebawah. Pekerja migran diperkotaan yang berpendidikan SLTA keatas menunjukkan proporsi yang menerima pendapatan lebih besar sama dengan pendapatan rata-rata relatif besar. Perbedaan pendapatan antara pekerja migran diperkotaan yang berpendidikan SLTA keatas antara yang bekerja di sektor formal dan informal relatif besar, demikian pula antara pekerja migran yang berpendidikan SLTA keatas yang tinggal di pedesaan. Sedangkan antara yang berpendidikan tamat SLTP kebawah relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan SLTA keatas cukup berpengaruh terhadap tingkat pendapatan pekerja migran, baik diperkotaan maupun dipedesaan.
7. Status perkawinan cukup berpengaruh terhadap tingkat pendapatan pekerja migran. Pekerja yang berstatus pernah kawin atau berkeluarga menerima pendapatan atau upah yang relatif tinggi dari pekerja yang berstatus tidak kawin. Hal ini disebabkan, pekerja yang berstatus pernah kawin atau berkeluarga biasanya usia mereka lebih tua dan pengalaman kerja mereka lebih lama dibandingkan pekerja yang berstatus tidak kawin. Dipihak lain tanggung jawab pekerja yang berkeluarga lebih besar, karena mereka harus berusaha mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Disamping itu pekerja yang berkeluarga kadangkala menerima tunjangan keluarga dari_ instansi atau perusahaan dimana mereka bekerja. Sedangkan fasilitas tersebut tidak diperoleh pekerja yang berstatus bujangan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>