Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110893 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satya Joewana
Jakarta: EGC, 2004
616.86 SAT g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Edelyne Chelsea
"Demensia merupakan salah satu penyakit degeneratif yang secara progresif menyebabkan turunnya fungsi kognitif otak, hal ini membuat orang dengan demensia ODD akan semakin bergantung pada caregiver-nya. Manifestasi klinis yang diakibatkan dari turunnya fungsi kognitif ini dikenal sebagai Gangguan Perilaku dan Psikologis Demensia GPPD . Ada 12 gejala GPPD yaitu delusi, halusinasi, agitasi, depresi, euforia, ansietas, apatis, iritabilitas, disinhibisi, perilaku motorik abnormal, gangguan tidur, dan gangguan napsu makan. GPPD pada ODD dapat menjadi beban bagi caregiver yang berpotensi mengganggu kesehatan mental caregiver. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari hubungan antara GPPD pada ODD dengan kesehatan mental caregiver. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan dilakukan di Poliklinik Geriatri Terpadu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo serta Caregiver Meeting Yayasan Alzheimer Indonesia dari Maret-September 2017. Penilaian GPPD dan distress yang disebabkan GPPD menggunakan kuesioner Neuropsychiatry Inventory, sementara penilaian kesehatan mental caregiver menggunakan kuesioner kualitas hidup Short-Form 36. Terdapat 42 subjek dalam penelitian ini. Dari hasil penelitian, diperoleh gangguan perilaku dan psikologis demensia paling banyak adalah iritabilitas sebanyak 24 subjek 57,1 , diikuti oleh apatis 22 subjek 52,3 dan agitasi 19 subjek 45,2 . Nilai rerata Mental Component Score dari subjek adalah 46,23 dengan standar deviasi 6,98. GPPD memiliki hubungan bermakna hanya dengan kesehatan mental caregiver utama dengan nilai p 0,044 p.

Dementia is one of degenerative diseases that causes a cognitive impairment progressively. Therefore, as the disease worsens, the person with dementia PWD will be more dependent to his caregiver. Clinical manifestation that occurs because of the cognitive impairment is known as Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia BPSD . There are 12 symptoms of GPPD including delusion, hallucination, agitation, depression, euphoria, anxiety, apathy, iritability, disinhibition, aberrant motoric behavior, sleeping disturbance, and eating problem. BPSD can bring burden to caregivers and eventually affect caregivers rsquo mental health. The purpose of this study is to find the correlation between BPSD and caregivers rsquo mental health. This is a cross sectional study which took place in Poliklinik Geriatri Terpadu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo and Caregiver Meeting Yayasan Alzheimer Indonesia during March September 2017. We used Neuropsychiatry Inventroy to assess BPSD and the distress caused by it, whereas Short Form 36 was used to assess the caregivers rsquo mental health. There were 42 subjects included in this study. The results of the study showed that the three most common BPSD were iritability occuring in 24 subjects 57.1 , apathy occuring in 22 subjects 52.3 , and agitation occuring in 19 subjects 45.2 . The mean value of Mental Component Score in subjects was 46.23 with standard deviation of 6,98. BPSD had statistically significant correlation only with main caregivers rsquo mental health with the value of p 0.044 p."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Rahma
"Beberapa tahun terakhir ini, Indonesia kembali dilanda persoalan penyalahgunaan zat yang sebagian besar melibatkan kaum muda. Hal ini misalnya terlihat dari meningkatnya pemberitaan di berbagai media massa tentang kasus-kasus tersebut. Kenyataan ini dapat pula dilihat dari jumlah pasien Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) yang dari waktu ke waktu semakin bertambah.
Terlibatnya anak dalam penyalahgunaan zat dan dengan segala konsekuensi yang ditimbulkannya tentu akan menyebabkan perubahan dalam kehidupan keluarga. Hal ini tak terhindarkan lagi menuntut orangtua untuk menyesuaikan diri dalam menghadapinya. Rogers dan McMillin (1992), menyatakan bahwa orangtua peranan besar dalarn mendukung proses kesembuhan anak dari gangguan penggunaan zat yang dialaminya, tentunya apabila orangtua dapat melakukan penyesuaian diri yang tepat dalam menghadapinya. Dari sinilah peneliti tertarik untuk menggali lebih jauh tentang bagaimana orangtua melakukan penyesuaian diri terhadap gangguan penggunaan zat yang dialami anak.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berarti bagi RSKO atau pihak-pihak lain yang terkait dengan masalah ini, dalam upaya memberikan dukungan pada orangtua sehingga orangtua diharapkan dapat melakukan penyesuaian diri yang semaksimal mungkin mendukung proses kesembuhan anak dari gangguan penggunaan zat yang dialaminya.
Penyesuaian diri keluarga dalam menghadapi salah satu anggota keluarganya yang mengalami gangguan penggunaan zat menurut Kauffman (1991), Rogers, dan McMillin (1992), terbagi dalam dua macam, yaitu enmeshment dan detachment. Orangtua dikatakan mengalami enmeshment apabila menjadi sedemikian terpengaruh secara emosional sehingga perilakunya menjadi reaktif terhadap perilaku anak yang mengalami gangguan penggunaan zat. Perilaku reaktif orangtua ini tampil dalam bentuk perilaku provoking, di mana orangtua seolah-olah berperan sebagai polisi (the police) bagi anak, dan perilaku enabling, di mana orangtua seolah-olah berperan sebagai pelindung (the protector) bagi anak. Sedangkan orangtua dikatakan mengalami detachment apabila mereka dapat menguasai emosinya sendiri sehingga perilaku mereka tidak menjadi reaktif melainkan lebih terfokus pada pemecahan masalah yang sebenarnya. Perilaku orangtua yang mengalami detachment dinamakan perilaku detached-concern.
Subyek dalam penelitian ini adalah orangtua dari pasien RSKO yang telah beberapa kali menjalani pengobatan. Hal ini ditetapkan agar dapat menggali penyesuaian diri orangtua secara utuh dan menyeluruh. Pcngambilan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam dengan pedoman wawancara berbentuk pertanyaan terbuka. Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara kualitatif.
Dari hasil wawancara ditemukan bahwa tujuh dari delapan orangtua mengalami enmeshment. Hal ini terlihat dari gambaran keadaan emosional mereka serta perilaku provoking dan enabling yang ditampilkan dalam menghadapi anak yang bermasalah tersebut. Perilaku provoking orangtua terlihat dari adanya usaha-usaha yang terus menerus dalam mengontrol perilaku anak, misalnya dengan melakukan kekerasan verbal atau fisik terhadap anak, argumen-argumen sengit, pemonitoran gerak-gerik anak, atau tuduhan-tuduhan memakai zat. Perilaku enabling terlihat dari usaha-usaha yang ditujukan untuk menyenangkan anak serta melindunginya dari berbagai konsekuensi yang menyakitkan sekalipun itu akibat perilakunya sendiri. Misalnya dengan mernbebaskan anak dari penjara, memberi fasilitas mobil dan uang berlebih pada saat anak belum sepenuhnya terlepas dari gangguan penggunaan zat, merawat dan menjaga anak seperti bayi yang tak berdaya, atau memendam emosi demi menghindari konflik dan kekacauan yang lebih parah. Para orangtua tersebut terlihat mengalami tekanan emosional yang berat yang pada akhirnya seringkali membuat mereka menjadi tidak nafsu makan, gelisah, menarik diri dari pergaulan sosial, sulit tidur, darah tinggi, sakit kepala, bahkan terkena serangan jantung.
Hanya satu subyek orangtua dalam penelitian ini yang ditemukan mengalami detachment. Hal ini terlihat dari keadaan dirinya yang mampu menguasai emosinya sendiri sehingga tidak sampai menjadi reaktif terhadap perilaku anak, meskipun rasa marah atau kecewa tidak terhindarkan lagi dirasakannya. Subyek lebih memfokuskan diri dalam mencari solusi atas masalah yang sebenarnya. Hal ini misalnya terlihat dari perilaku detached concern yang ditampilkannya, antara lain konfrontasi yang tidak bernada menyerang atau menuduh, melainkan mengajak anak berdiskusi sambil dengan tenang mengungkapkan fakta-fakta tentang konsekuensi buruk yang terjadi akibat perilakunya tersebut. Konfrontasi dilakukan dengan tegas dan tanpa diulang-ulang lagi pada kesempatan berikutnya. Subyek juga tidak terjebak dalam perilaku yang terus-menerus mengontrol gerak-gerik anak, melainkan dengan tetap memberikan kebebasan pada anak namun juga memberi batasan-batasan yang harga dipatuhi. Selain itu, subyek tidak menjadikan masalah gangguan penggunaan zat sebagai tema utama dalam komunikasi dengan anak. Komunikasi lebih diarahkan pada kegiatan apa yang ingin dilakukan anak dalam mengisi waktu luangnya. Pada saat segala upaya telah dilakukan dalam memberi pengertian pada anak, namun anak tidak juga tergerak untuk mengubah perilakunya, subyek membuat suatu kesepakatan yang tegas dengan anak, misalnya dengan menyuruh anak memilih antara tetap tinggal di rumah dengan mematuhi aturan-aturannya, atau tidak perlu mematuhi aturan-aturannya tapi pergi meninggalkan rumah. Kesepakatan yang tegas ini dimaksudkan subyek agar anak belajar rnenerima konsekuensi buruk akibat aksi yang dipilih untuk dilakukannya, sehingga diharapkan anak dapat bertanggung jawab atas perbuatannya dan akhirnya mau mengubah perilakunya.
Hal lain yang ditemukan dari penelitian ini adalah timbulnya masalah baru di luar masalah penggunaan zat yang dialami anak, yang tampaknya memperparah tekanan emosional yang dialami orangtua, yaitu konflik antara sesama orangtua dalam hal cara mereka memperlakukan anak. Orangtua yang satu tidak setuju dengan cara orangtua lainnya memperlakukan anak.
Sehubungan dengan hasil penelitian, orangtua dianjurkan untuk membekali diri dengan informasi yang benar tentang gangguan penggunaan obat. Caranya antara lain dengan berdiskusi dengan orang-orang yang tahu banyak tentang masalah ini, misalnya dokter, psikiater, atau psikolog yang mengkhususkan diri dalam masalah tersebut. Orangtua juga dianjurkan untuk waspada terhadap emosi dan perilakunya sendiri dan mencari cara-cara yang dapat membuatnya memperoleh kenyamanan emosional, misalnya dengan mengembangkan karir, hobi, atau persahabatan. Dengan kenyamanan emosional yang diperoleh, orangtua kemudian dianjurkan untuk menerapkan perilaku detached concern seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mengadakan cross-checked pada anak tentang apa yang dipikirkan dan dirasakannya terhadap diri orangtua dan cara orangtua memperlakukannya. Dan untuk lebih memperkaya data, ada baiknya pula bila dilakukan penggalian data melalui orang Iain, atau anggota keluarga lain yang tinggal serumah dengan orangtua tentang bagaimana sikap dan perilaku sehari- hari ibu dan bapak di rurnah dalam menghadapi anaknya yang mengalami gangguan penggunaan zat."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Farida Wahyu Ningtyias
"Selain kekurangan yodium, penyebab lain gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) di Kabupaten Jember adalah faktor goitrogenik tiosianat. Tiosianat adalah hasil detoksifikasi sianida. Sianida banyak terkandung pada beberapa sayuran yang biasa dikonsumsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi kebiasaan konsumsi dan cara pengolahan pangan sumber zat goitrogenik sebagai solusi mengatasi GAKY di Kabupaten Jember. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, pengumpulan data dilakukan melalui focus grup discussion dilengkapi dengan semi-kuantitatif formulir frekuensi makan. Data yang terkumpul diolah dengan content analysis. Ada empat kelompok FGD yang diikuti 6 ? 9 ibu rumah tangga yang terpilih melalui metode maximum variation sampling. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 ? April 2013. Daun singkong, daun pepaya, rebung, sawi pahit, kubis dan selada air adalah sayuran sumber zat goitrogenik yang dikonsumsi harian dengan porsi yang cukup besar disebabkan faktor kesukaan dan kebiasaan oleh masyarakat Jember. Kadar sianida yang terkandung pada sayuran di kabupaten Jember berkisar 0,010 - 0,4 ppm dalam keadaan segar, tertinggi pada singkong dan terendah pada gambas dan kubis. Kadar sianidanya menjadi 0,18 - 0,0001 ppm setelah beberapa cara pengolahan yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jember. Blansing/kulup adalah cara mereduksi kadar sianida yang paling baik dibandingkan cara pengolahan lain yang biasa dilakukan masyarakat Jember seperti rebus, tumis, goreng dan kukus.

Other caused of iodine deficiency disorder (IDD) that was identified in Jember Regency is thiocyanate goitrogenic factor. Thiocyanate is the result of detoxification from cyanide content in some common vegetables consumed which consume daily. The purpose of this study was to explore goitrogenic food consumption habits and processing as a solution to over-come IDD in Jember Regency. Using a qualitative approach, data collection is done through focus group discussion equipped with a semi-quantitative food frequency form. The collected data were processed with content analysis. There are four groups of 6 ? 9 FGD followed housewife selected through maximum variation sampling method. The study was carried out in September 2012 - April 2013. Cassava leaves, papaya leaves, bamboo shoot, cabbage, ?sawi pahit? and ?selada air/arnong? that vegetables contain substances goitrogenik consumed daily by a large enough portion due to factors fondness and familiarity. Cyanide content on vegetables from Jember district was around 0,01 - 0,40 ppm, the highest was in cassava and the lowest in cabbage and ?gambas?. After some processing methods practiced by society, cyanide levels in foodstuffs become 0,18 - 0,0001 ppm. Blanching is the best way to reduce cyanide than the usual way as boiled, sauteed, fried and steamed."
Universitas Jember, Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Puspitasari
"Mahasiswa Fasilkom UI memiliki intensitas frekuensi dan durasi penggunaan laptop yang lebih tinggi dibandingkan fakultas lainnya yang ada di UI, padahal desain laptop tidak sesuai dengan standar ergonomi. Hal ini nantinya dapat memberikan dampak yang buruk bagi mahasiswa seperti menurunnya produktivitas karena gangguan kesehatan akibat menggunakan laptop. Penelitian ini bersifat deskriptif korelatif dengan jumlah responden 116 orang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku penggunaan laptop dan keluhan kesehatan akibat penggunaan laptop.
Hasil penelitian ini menunjukkan hanya 47.4% responden yang menggunakan laptop dengan postur baik dan 55.2% mengalami keluhan kesehatan parah. Dari hasil uji Chi Square, tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku penggunaan laptop dengan keluhan kesehatan yang dirasakan akibat penggunaan laptop (p= 1.00, α = 0.05). Informasi mengenai penggunaan laptop yang benar beserta dampak penggunaan laptop pada mahasiswa Fasilkom UI perlu disosialisasikan secara luas agar pengguna laptop terhindar dari risiko gangguan kesehatan akibat penggunaan laptop.

Students of Computer Science Faculty, UI have higher frequency and duration in using laptop than other faculties in UI, whereas laptop design may not appropriate with ergonomic standard. Inappropriate laptop design with ergonomic standard can cause negative effects to students, such as decreasing of productivity due to health problems emerged after using laptop. This research designed using correlative descriptive with 116 respondents. This study purposed to examine the relationship between behavior in the usage of laptop and health problems due to the usage of laptop.
The result showed that only 47.4% students have good posture when using laptop and 55.2% have severe health problems. Based on chi square test, there was no significant relationship between behavior in the usage of laptop and health problems due to the usage of laptop (p= 1.00, α = 0.05). Information about right posture when using laptop and the impacts should be socialized to avoid the risk of health problems due to the usage of laptop.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S1889
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Miswari Nila Mutiarani
"Remaja merupakan kelompok usia yang rentan mengalami masalah dalam penggunaan game online. Penggunaan game online yang tidak terkontrol dapat menimbulkan dampak negatif baik secara biologis, psikologis, dan sosial bagi remaja.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dan latihan asertif terhadap adiksi game online, gangguan mental emosional, dan perilaku agresif serta kemampuan remaja dalam menggunakan game online secara bijak dan kemampuan berperilaku asertif. Desain penelitian yang digunakan adalah quasy experimental pre-post with control group. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling dan random sampling dengan jumlah sampel 70 responden yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok intervensi 1 dan kelompok intervensi 2. Kelompok intervensi 1 sejumlah 35 orang diberikan pendidikan kesehatan dan latihan asertif, serta kelompok intervensi 2 sejumlah 35 orang diberikan pendidikan kesehatan tanpa latihan asertif. Analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi dan tendensi sentral. Analisis bivariat menggunakan uji Repeated ANOVA untuk data berdistribusi normal sedangkan uji Friedman untuk data yang tidak berdistribusi normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan dan latihan asertif berpengaruh secara bermakna pada adiksi game online, gangguan mental emosional, dan perilaku agresif serta kemampuan remaja dalam menggunakan game online secara bijak dan kemampuan berperilaku asertif. Pendidikan kesehatan dan latihan asertif dapat direkomendasikan sebagai kombinasi terapi dalam mencegah adiksi game online, gangguan mental emosional, dan perilaku agresif serta meningkatkan kemampuan remaja dalam menggunakan game online secara bijak dan kemampuan berperilaku asertif. 

Adolescents are an age group that is prone to experiencing problems in using online games. Uncontrolled use of online games can have negative impacts both biologically, psychologically and socially for adolescents. This study discusses the psychological impact of online games such as online game addiction, emotional mental disorders, and aggressive behavior as well as the ability of adolescents to use online games wisely and the ability to behave assertively. The research design used was a quasy experimental pre-post with a control group. Sampling was taken using purposive sampling and random sampling techniques with a total sample of 70 respondents who divided into 2 groups, namely intervention group 1 and intervention group 2. Intervention group 1 consisted of 35 people who were given health education and assertiveness training, and intervention group 2 consisted of 35 people who were given health education without assertiveness training. Univariate analysis using frequency distribution and central tendency. Bivariate analysis used repeated ANOVA tests for normally distributed data, while Friedman's test for non-normally distributed data. The results showed that health education and assertive training had a significant effect on online game addiction, mental emotional disorders, and aggressive behavior, the ability of adolescents to use online games wisely and  to behave assertively. Health education and assertive training can be recommendations as a combination therapy in preventing online game addiction, mental emotional disorders, and aggressive behavior, increasing adolescents' ability to use online games wisely and the ability to behave assertively."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri Untari
"Merokok merupakan faktor resiko penyakit tidak menular yang dapat menyebabkan kesakitan pada individu maupun orang lain yang terpapar asap rokok. Data WHO di Indonesia pada tahun 2015 menyatakan prevalensi perokok aktif disemua kalangan usia sebanyak 51,1%. Kemudian data GYTS pada tahun 2009 menyatakan perokok remaja sebesar 57,8% pada laki-laki dan 6,4% pada perempuan. 72,5% remaja menyatakan setuju bahwa asap  rokok berpengaruh buruk terhadap kesehatan, namun pertanyaan ini bertolak belakang dengan peningkatan trend usia merokok pada kalangan remaja usia 13-15 tahun sebesar 36,3% pada tahun 2007, 43,3% pada tahun 2010, dan 55,4% pada tahun 2013. Pada penelitian sebelumnya, perilaku merokok remaja juga dihubungkan dengan faktor stress, bully, dan pemantauan orang tua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan variabel independen yaitu gangguan mental, bully, dan pemantauan orang tua dengan variabel dependen yaitu perilaku merokok pada remaja di Indonesia dengan menggunakan desain studi cross sectional dan data sekunder dari survey global kesehatan pelajar berbasis sekolah pada tahun 2015 yang di teliti oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia (Litbangkes RI). Sampel penelitian yang digunakan adalah total sampling yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan ekklusi, yang kemudian data akan dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan antara gangguan mental dan bully dengan perilaku merokok pada remaja, serta tidak adanya hubungan pemantauan orang tua dengan perilaku merokok pada remaja.

Smoking is a risk factor for non-communicable diseases that can cause pain in individuals and other people who are exposed to cigarette smoke. WHO data in Indonesia in 2015 stated that the prevalence of active smokers in all ages was 51.1%. Then the GYTS data in 2009 stated that adolescent smokers were 57.8% in men and 6.4% in women. 72.5% of adolescents agree that cigarette smoke adversely affects health, but this question contrasts with an increase in the trend of smoking age among adolescents aged 13-15 years by 36.3% in 2007, 43.3% in 2010, and 55.4% in 2013. In previous studies, adolescent smoking behavior was also associated with stress factors, bullying, and parental monitoring. The purpose of this study was to analyze the relationship of independent variables namely mental disorders, bullying, and monitoring of parents with dependent variables namely smoking behavior in adolescents in Indonesia by using a cross sectional study design and secondary data from the 2015 global survey of school-based student health examined by the Health Research and Development Agency of the Republic of Indonesia (Litbangkes RI). The research sample used was total sampling which had fulfilled the inclusion and exclusion criteria, which then the data would be analyzed by univariate, bivariate, and multivariate. The conclusion of this study is the relationship between mental disorders and bullying with smoking behavior in adolescents, as well as the absence of a relationship between monitoring parents and smoking behavior in adolescents.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Untari
"Merokok merupakan faktor resiko penyakit tidak menular yang dapat menyebabkan kesakitan pada individu maupun orang lain yang terpapar asap rokok. Data WHO di Indonesia pada tahun 2015 menyatakan prevalensi perokok aktif disemua kalangan usia sebanyak 51,1%. Kemudian data GYTS pada tahun 2009 menyatakan perokok remaja sebesar 57,8% pada laki-laki dan 6,4% pada perempuan. 72,5% remaja menyatakan setuju bahwa asap  rokok berpengaruh buruk terhadap kesehatan, namun pertanyaan ini bertolak belakang dengan peningkatan trend usia merokok pada kalangan remaja usia 13-15 tahun sebesar 36,3% pada tahun 2007, 43,3% pada tahun 2010, dan 55,4% pada tahun 2013. Pada penelitian sebelumnya, perilaku merokok remaja juga dihubungkan dengan faktor stress, bully, dan pemantauan orang tua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan variabel independen yaitu gangguan mental, bully, dan pemantauan orang tua dengan variabel dependen yaitu perilaku merokok pada remaja di Indonesia dengan menggunakan desain studi cross sectional dan data sekunder dari survey global kesehatan pelajar berbasis sekolah pada tahun 2015 yang di teliti oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia (Litbangkes RI). Sampel penelitian yang digunakan adalah total sampling yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan ekklusi, yang kemudian data akan dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan antara gangguan mental dan bully dengan perilaku merokok pada remaja, serta tidak adanya hubungan pemantauan orang tua dengan perilaku merokok pada remaja.

Smoking is a risk factor for non-communicable diseases that can cause pain in individuals and other people who are exposed to cigarette smoke. WHO data in Indonesia in 2015 stated that the prevalence of active smokers in all ages was 51.1%. Then the GYTS data in 2009 stated that adolescent smokers were 57.8% in men and 6.4% in women. 72.5% of adolescents agree that cigarette smoke adversely affects health, but this question contrasts with an increase in the trend of smoking age among adolescents aged 13-15 years by 36.3% in 2007, 43.3% in 2010, and 55.4% in 2013. In previous studies, adolescent smoking behavior was also associated with stress factors, bullying, and parental monitoring. The purpose of this study was to analyze the relationship of independent variables namely mental disorders, bullying, and monitoring of parents with dependent variables namely smoking behavior in adolescents in Indonesia by using a cross sectional study design and secondary data from the 2015 global survey of school-based student health examined by the Health Research and Development Agency of the Republic of Indonesia (Litbangkes RI). The research sample used was total sampling which had fulfilled the inclusion and exclusion criteria, which then the data would be analyzed by univariate, bivariate, and multivariate. The conclusion of this study is the relationship between mental disorders and bullying with smoking behavior in adolescents, as well as the absence of a relationship between monitoring parents and smoking behavior in adolescents."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>