Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135655 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rasdiman Rasyad
"Tingginya angka laju pertumbuhan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia dalam 3 dekade terakhir menyebabkan permintaan akan pelayanan prasarana kota meningkat tajam. Hal ini mendorong pemerintah untuk membangun prasarana kota secara besar-besaran, meluas dan terencana. Pembangunan prasarana kota dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk, untuk memacu perkembangan ekonomi dan mengarahkan perkembangan fisik kota. Kepentingan pembangunan prasarana kota untuk mengarahkan perkembangan fisik kota adalah untuk mencapai kualitas tata ruang perkotaan yang baik sehingga kota layak untuk dihuni oleh penduduknya.
Penelitian mengenai manfaat pembangunan prasarana kota untuk memenuhi kebutuhan penduduk telah banyak dilakukan. Namun pengaruh pembangunan prasarana kota terhadap kualitas tata ruang belum banyak diteliti. Kualitas tata ruang merupakan salah satu faktor yang membentuk kualitas Iingkungan hidup perkotaan. Dengan meneliti kualitas tata ruang suatu wilayah, dapat diketahui gambaran kualitas lingkungan hidup wilayah tersebut.
Penelitian ini menilai kualitas tata ruang suatu kawasan dengan mengukur variabel-variabel tertentu sebagai indikator dari kualitas tata ruang tersebut. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa (i) kualitas tata ruang pada koridor perkembangan perkotaan ditentukan oleh faktor-faktor kepadatan hunian, koefisien dasar bangunan, penggunaan tanah, garis sempadan bangunan, dan pohon peneduh; dan bahwa (ii) perkembangan fisik perkotaan di lokasi penelitian cenderung menyebabkan rendahnya kualitas tata ruang kawasan tersebut.
Lokasi penelitian merupakan penggalan prasarana jalan yang telah mengalami perubahan kondisi sebagai akibat dari pelebaran pada tahun 1997 - 1999. Jalan yang menghubungkan Kota Cibinong dengan Kota Citeureup sekarang ini telah berkembang menjadi koridor perkembangan perkotaan yang memiliki peran ekonomi yang cukup penting bagi Kabupaten Bogor.
Metode penelitian yang digunakan adalah metoda deskriptif dan survey. Variabel yang diteliti adalah Kepadatan Hunian dan Koefisien Dasar Bangunan (dua indikator terpilih yang mewakili faktor daya dukung lingkungan), Kecocokan Penggunaan Tanah (indikator terpilih yang mewakili faktor fungsi lingkungan), Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh (dua indikator terpilih yang mewakili faktor estetika lingkungan). Variabel dipilih berdasarkan pertimbangan batasan operasional kualitas tata ruang dan kemungkinan ketersediaan data.
Penilaian kualitas rata ruang dilakukan dengan membandingkan hasil penelitian setiap variabel terhadap tolak ukur tertentu. Tolak ukur dikembangkan dari ketentuan variabel-variabel tersebut yang dialur di dalam berbagai peraturan daerah Kabupaten Bogor terkait dan beberapa referensi lainnya. Skala penilaian yang digunakan di dalam tolok ukur adalah 1 (sangat buruk) sampai dengan 5 (sangat baik).
Hasil analisis univariat dengan metoda distribusi frekuensi memperlihatkan bahwa variabel Kepadatan Hunian dan Koefisien Dasar Bangunan memiliki nilai buruk. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepadatan penduduk di lokasi penelitian telah melampaui ketentuan sebagaimana yang ditetapkan di dalam rencana tata ruang wilayahnya, dan sebagian besar bangunan dibangun dengan melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan yang ditetapkan di dalam rencana tata ruang wilayahnya.
Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa variabel Kecocokan Penggunaan Tanah memiliki nilai menengah. Hal ini menunjukkan bahwa banyak bangunan yang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata guna lahan dibandingkan bangunan yang digunakan sesuai dengan ketentuan rencana tata guna lahan. Hal ini membelikan gambaran bahwa perkembangan fisik perkotaan yang terjadi di lokasi penelitian tidak sepenuhnya mendukung fungsi lingkungan yang diinginkan.
Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa variabel Ketaatan Garis Sempadan Bangunan memiliki nilai yang cukup baik dan Ratio Pohon Peneduh memiliki nilai yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa cukup banyak bangunan yang menaati ketentuan garis sempadan bangunan, namun sebagian besar halaman bangunan tidak memiliki pohon peneduh atau memiliki pohon peneduh kurang bila dibandingkan dengan luasnya.
Secara keseluruhan, nilai rata-rata kualitas tata ruang lokasi penelitian adalah menengah, namun secara distributif, sebagian besar bangunan sampel berada pada kelompok yang berkualitas buruk dan sangat buruk. Hal ini menunjukkan bahwa Kualitas Tata Ruang Lokasi Penelitian yang dibentuk oleh variabel-variabel Kepadatan Hunian, Koefisien Dasar Bangunan, Kecocokan Penggunaan Tanah, Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh berada dalam keadaan yang cenderung buruk.
Hasil analisis univariat juga memberikan petunjuk bahwa variabel Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh merupakan variabel yang berpengaruh terhadap pembentukan kualitas tata ruang di lokasi penelitian. Hasil analisis multivariat dengan metoda analisis faktor menunjukkan bahwa faktor yang dibentuk dari kombinasi variabel Koefisien Dasar Bangunan, Ketaatan Garis Sempadan Bangunan, dan Ratio Pohon Peneduh merupakan faktor yang berdasarkan uji validasi sampel, sangat stabil, Artinya faktor tersebut dapat digeneralisasi untuk menganalisis populasi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas tata ruang di lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel Koefisien Dasar Bangunan, dan oleh variabel Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh.
Dari hasil analisis tersebut dapatlah disimpulkan bahwa pembentukan kualitas tata ruang di lokasi penelitian sangat di pengaruhi oleh variabel Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh.
Dengan memperhatikan hasil-hasil penelitian di atas, dapatlah diajukan saran sebagai berikut:
1) Indikator/variabel yang digunakan di dalam penelilian ini adalah merupakan ketentuan di dalam rencana kata ruang wilayah daerah. Oleh karena itu penelitian ini dapat dijadikan model bagi pemerintah daerah untuk menilai dan mengevaluasi pencapaian kualitas tata ruang bagian-bagian wilayahnya.
2) Indikator/variabel yang dinilai berpengaruh kuat terhadap kualitas tata ruang di lokasi penelitian perlu mendapat perhatian oleh pemerintah daerah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan perkembangan fisik perkotaan.
3) Pemerintah daerahn perlu menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) setiap bagian wilayah yang telah menunjukkan perkembangan yang cepat.
4) Penelitian serupa sebaiknya menggunakan variabel yang lebih beragam dan sampel yang lebih banyak.

The high rate of urban population growth in Indonesia in the last 3 decades increasing high demand of urban infrastructures. This situation encourage the Government to build a huge, wide and planned urban infrastructure. The development of urban infrastructure were intended to fulfill the basic needs of inhabitant, to spur ahead economic development of the city, and to lead physical development of the city. The significances of urban infrastructures development in leading physical development of the city is to accomplish a good urban area spatial quality suitable to be inhabited by its inhabitants.
The research concerning to the benefits of urban infrastructure development in fulfilling the basic needs of inhabitant were mostly performed. However the influence of urban infrastructure development to the urban area spatial quality is lessly examined. The urban area spatial quality is one of the factors which is generating the urban area environment quality. By examining the urban area spatial quality, we could have an outline of environment quality of the area.
The research is assessing the area spatial quality by measuring selected variables as the indicators of spatial quality. Hypothesis which is set forward are that (i) the spatial quality on urban development corridor is detemiined by the factor of dwelling density, building coverage ratio, land use, building line, and shade trees; and that (ii) the physical development in the research location tend to depleting the area spatial quality.
The research location is a section of access road with its condition changing due to widening project in 1997 - 1999. The section that linking Kota Cibinong and Kota Citeureup recently has been developed as urban development corridor with its important economic role for Bogor Regency.
The research methodology is descriptive and survey methodology. The variables examined are Dwelling Density and Building Coverage Ratio (two selected indicators which represent the factor of environment carrying capacity), Land Use Suitability (selected indicator which represent the factor of environment function), Building Line Obedience and Ratio of Shade.
Trees (two indicators which represent the factor of environment aesthetic). The variables were selected by considering the operational definition of spatial quality and the situation of research location.
The assessment of spatial quality was executed by comparing the result of each variabel to a certain standard. The standards are developed from the stipulation of variables which are stipulated in various relevant local regulations of Bogor Regency and other references. The assessment scale used in the standard is from 1 (very bad) to 5 (very good).
The results of univariate analysis with frequency distribution methodology shows that the values of Dwelling Density and Building Coverage Ratio variable is bad. These figures show that the level of population density in the location has exceeded the ideal standard as stipulated in its spatial plan, and most of buildings are built by violating the stipulation of building coverage ratio which stipulated in its spatial plan.
The results of analysis also show that the value of land Use Suitability variable is moderate. It shows that more buildings are used in incompatible way to the land me plan rather than the buildings in compatible way to the plan. This situation describes that the physical development of the area is not fully support the expected environment functions.
The analysis show that the level of Building Line Obedience variable is good and Ratio of Shade Trees is bad. These figures show that sufficient amount of buildings comply with the regulation of building lines, and most building's yard does not have shade trees or have little compare to the wide of the yard.
As a whole, the level of Spatial Quality of Research Location is moderate, however distributively, most of sample buildings are in the group with bad and very bad quality. This point indicates that the spatial quality which created by the variables of Dwelling Density, Building Coverage Ratio, Land Use Suitability, Building Line Obedience and Ratio of Shade Trees tends to be in bad situation.
The result of univariate analysis also show that the variable of Building Line Obedience and Ratio of Shade Trees are the variables with influence to the creation of spatial quality of research location.
The result of multivariate analysis by using factor analysis method shows that the factor developed from the combination of Building Coverage Ratio, Building Line Obedience, and Ratio of Shade Trees are the factors which, based on validation examination of sample, very stable. It means that factor might be generalised to analyse the population. This indicates that the spatial quality of research location is intensely influenced by the variables of Building Coverage Ratio, Building Line Obedience, and Ratio of Shade Trees.
From the result of these analysis, it might be summarized that the creation of spatial quality of research location intensely influenced by Building Line Obedience and Ratio of Shade Trees variables.
Taking into account the results above, the following recommendations could be submitted:
1) Indicators/ variables used in the research are parts of the stipulation of the local spatial plan. Therefore the research could be used as model to the Local Government to assessing and evaluating the gain of spatial quality of its parts area.
2) Indicators/ variables assessed that intensely influencing the spatial quality of research location need to be noticed by Local Government in order to control the physical development of the area.
3) The Local Government needs to prepare Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL/ Building and Environment Code) of every part of its area which is inclining fast development.
4) It is better for the next similar research, if any, to use more various variables and sample size."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11086
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Chaezienul Ulum
"buku ini membahas tentang suatu reaksi multi level yang dilakukan dalam ranah kebijakan terkait lingkungan."
Malang: UB Press, 2017
363.7 CHA e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Herliana Dewi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang desain penerapan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) berbasis standar ISO 14001 pada sektor jasa laboratorium. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat SUCOFINDO yang akan menerapkan SML. Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah bersifat kualitatif dengan menggunakan metode survei, studi literatur dan observasi lapangan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih minimnya sektor jasa laboratorium dalam menerapkan dan mendapatkan sertifikat SML ISO 14001. Oleh karena itu perlu desain yang tepat untuk membangun SML di laboratorium. Desain SML yang akan dibangun di Laboratorium Pusat SUCOFINDO yaitu mempertimbangkan masukan dari hasil analisis kendala penerapan dan pemahaman tenaga kerja terkait manfaat sertifikasi SML. Hasil keluaran dari penelitian ini adalah desain integrasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang telah diterapkan terlebih dahulu dengan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) yang akan direncanakan di Laboratorium Pusat SUCOFINDO, desain tersebut dinamakan Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (SMK3L). Keluaran lainnya dari penelitian ini adalah desain program monitoring dan rencana strategi aplikasi desain SMK3L berbasis SML ISO 14001.
Berdasarkan survei dari karyawan Laboratorium Pusat SUCOFINDO kendala utama penerapan SML adalah 1) kurangnya pengetahuan dan pengalaman di dalam penanganan lingkungan sebesar 59%, 2) belum adanya pelatihan berkaitan dengan SML sebesar 69%, 3) kendala penetapan tugas dan tanggung jawab terhadap setiap personil sebesar 64%. Pemahaman karyawan terkait manfaat utama sertifikasi SML diperoleh 81% menyatakan setuju bahwa penerapan sertifikasi SML mempunyai banyak manfaat. Pemahaman karyawan terhadap manfaat sertifikasi yang paling utama adalah 1) meningkatkan tingkat jaminan terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja terkait dampak lingkungan sebesar 93%, 2) memperbaiki proses mutu internal terkait pengelolaan lingkungan sebesar 91%, 3) manfaat yang paling utama adalah sertifikasi SML dapat meningkatkan citra perusahaan sebesar 95%.

ABSTRACT
This thesis discusses about the design implementation of Environmental Management System (EMS) based on ISO 14001 for laboratory services sector . This research was conducted at the SUCOFINDO Central Laboratory which will apply EMS. The research approach is qualitative, conducted using survey methods, literature studies and field observations. This research is motivated by the lack of laboratory services sector in applying and getting the certificate of ISO 14001 EMS. Therefore it is necessary to establish proper design EMS in the laboratory. The design of EMS to be built in the SUCOFINDO Central Laboratory is considering input from the analysis constraints of application and employees understanding related benefits of EMS certification. The output of this research is the integration of design Ocuupational Safety and Health Management System (OHSMS) which has been applied first follow by the Environmental Management System (EMS) which will be planned in SUCOFINDO Central Laboratory, the design called Occupational, Safety, Health and Environment Management System (OHSEMS) . Another output from this research is the design of the monitoring program and strategic plan design application SMK3L based on ISO 14001 EMS.
Based on a survey employees of the SUCOFINDO Central Laboratory, the main obstacle of application EMS are 1) 59% due to lack of knowledge and experience in the handling of the environment, 2) 69% due to lack of training related to the EMS, 3) 64% due to problem in setting tasks and responsibilities of each employees. The employee understanding due to main benefits of EMS certification obtained 81 % agree that the implementation of EMS certification has many benefits. The employee understanding for the main benefits of the certification are 1) increasing level of assurance to the health and safety of workers related to environmental impacts by 93 %, 2) improve the internal quality processes related to environmental management by 91 %, 3) the most important benefits of EMS certification may enhance the image of the company by 95 %."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T39199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Mulyono
"Unit Bisnis Pertambangan Emas - Pongkor adalah salah satu kegiatan PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. yang melakukan kegiatan pertambangan bijih emas di Pongkor, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Dalam upayanya agar menjadi perusahaan yang berwawasan lingkungan, maka perusahaan telah menerapkan manajemen lingkungan standar ISO 14001.
Untuk dapat mempertahankan daya dukung lingkungan, perusahaan tersebut harus menetapkan strategi yang benar. Salah satu hal yang dapat dijadikan acuan dalam menetapkan suatu strategi adalah dengan mengetahui keinginan masyarakat di sekitar kegiatan pertambangan berkaitan dengan daya dukung lingkungan.
QFD (Quality Function Deployment) digunakan untuk membantu perusahaan dalam menetapkan hal-hal yang dianggap sebagai prioritas untuk memepertahankan daya dukung lingkungan dengan memenuhi keinginan masyarakat. Hal ini sejalan dengan filosofi kegiatan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan.

Pongkor Gold Mining Business Unit is one of the PT Aneka Tambang activity that conducting gold mining activity in Pongkor, Bogor, West Java. In the effort becoming a environmentally company, the corporation has applying environmental management ISO 14001 Standard.
To stabilize environmental carrying capacity, the corporation needs to make a right strategy. One thing that can he guide when make a strategy is knowing people wants around mining activity how with environmental carrying capacity.
QFD (Quality Function Deployment) is use to help the corporation to make things as a priority to stabilize environmental carrying capacity to compliance people wants. This is right things that philosophy of Sustainable Development that integrated environment including resources in the development process to guarantee wealthy and quality live generation right now and the Future."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T 4671
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baumol, William J.
Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, 1979
330 BAU e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna Kumar
"Bertambahnya luasan fisik kota membawa konsekuensi berkurangnya luasan RTH. Sementara itu, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi pada gilirannya akan memacu perubahan penggunaan lahan di berbagai bagian wilayah kota. Bekerjanya mekanisme pasar akan menyebabkan sebidang lahan yang memiliki kualitas bagus atau jarak relatif dekat dengan pusat pertumbuhan akan dapat berubah penggunaannya sesuai dengan nilai sewa lahan yang lebih tinggi. Pergeseran penggunaan lahan dapat terjadi pada hamparan lahan yang relatif datar maupun yang memiliki kelerengan curam. Selama kurun waktu lima tahun (1996-2000) di kota Depok luas penggunaan lahan untuk permukiman, jasa, perusahan, dan industri masing-masing telah bertambah 1324 hektar, 38 hektar, 97 hektar, dan 154 hektar. Di sisi lain, pada kurun waktu yang sama, luas penggunaan lahan yang memiliki fungsi RTH seperti tegal/kebun, dan hutan masing-masing telah berkurang seluas 79 hektar, dan 8 hektar (BPS 1996-2000; Dinas Pertanian dan Perkebunan 1996-2000; serta BPN 1996-2000). Suatu contoh dengan terjadinya perkembangan jumlah kendaraan bermotor. Pada tahun 2001 jumlah pemilikan kendaraan bermotor di Kota Depok mencapai 104.473 unit, sedangkan pada tahun 1999 jumlah pemilikan kendaraan bermotor adalah 94.294 unit, sehingga pada kurun waktu tiga tahun di Kota Depok pemilikan kendaraan bermotor meningkat sebanyak 10.129 unit atau sebesar 10,74 % (BPS 1999-2001). Pertambahan pemilikan kendaaan bermotor membawa konsekuensi dibutuhkannya areal bervegetasi (RTH) yang lebih luas untuk meredam kebisingan, debu, meningkatnya suhu, dan polusi logam berat.
Perkembangan kota ternyata telah banyak mengorbankan ruang terbuka hijau (RTH), dan hal ini merupakan masalah serius karena kecenderungan pembangunan kota pada masa kini yang berkonotasi meminimalkan RTH dan menghilangkan wajah alam.
RTH adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis.
Penelitian penataan ruang sebagai dasar pengelolaan lingkungan ini melihat arah konversi lahan yang terjadi di kota Depok dalam kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 1996 sampai dengan 2000.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari dan mencari penjelasan kondisi RTH di Kota Depok: yaitu dengan cara mempelajari perkembangan realisasi arahan alokasi RTH di Kota Depok berdasarkan ketentuan peraturan perundangan dan menghitung kondisi keberadaan RTH yang ada.
Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut, di bawah ini:
1. Arahan lokasi RTH di Kota Depok diduga telah mengalami peyimpangan sehingga sulit untuk direalisasikan.
2. Selama selang waktu lima tahun yaitu dari awal tahun 1996 - 2000 pertumbuhan kota diduga telah mengorbankan keberadaan RTH dengan pola konversi yang tidak menguntungkan pelestarian RTH Kota.
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dan deskriptif, dengan menggunakan data sekunder. Pendekatan analisis yang dilakukan untuk pemecahan masalah yang digunakan dua pendekatan yaitu secara analisis normatif dan analisis kuantitatif. Analisis normatif dilakukan dengan melihat perkembangan alokasi dan kondisi keberadaan RTH dengan peraturan perundangan Inmendagri No.14 Tahun 1988 dan Kepmen PU No. 378/Kpts/1987. Untuk analisis kuantitatif dilakukan dengan pendekatan analisis Shift and Share. Pendekatan analisis ini dilakukan untuk melihat kecenderungan konversi lahan dari data sekunder yang telah dikumpulkan dari berbagai instansi. Analisis ini mempertimbangkan penggunaan lahan dalam dua titik waktu, dan mempunyai unit analisis wilayah administratif kecamatan yang selanjutnya akan dibandingkan dengan kota.
Berdasarkan hasil dan pembahasan data yang diperoleh dari penelitian ini, maka kesimpulan yang diperoleh adalah:
1. Pengelolaan RTH kota secara berkelanjutan membutuhkan dukungan instrumen produk rencana tata ruang, peraturan perundangan, dan praktik pengelolaan yang baik dan konsisten. Perbaikan ke-tiga instrumen dilakukan dengan menjadikan pokok-pokok pikiran dan skala prioritas pengelolaan RTH hasil penelitian sebagai bahan penyempurnaan. Alokasi RTH kota yang relatif luas, ternyata telah mengalami penyimpangan yang relatif serius di beberapa kawasan kota. Penyimpangan terhadap alokasi RTH pada kawasan konservasi sangat mengkhawatirkan, khususnya di kawasan sempadan sungai; hutan cagar alam dan hutan lindung. Risiko berkurangnya kawasan konservasi lebih lanjut perlu segera dihindari, karena akan dapat merusak fungsi lindungnya. Seperti Taman Hutan Raya Pancoran Mas keberadaan hutan raya ini harus dipertahankan keberadaannya. Konversi RTH di seluruh kecamatan sebagian besar menjadi kawasan hunian warga kota. Konversi RTH pada kecamatan yang berlokasi dekat dengan pusat pertumbuhan tidak lagi bersifat dominan. Penyebab terjadinya pola tersebut karena kecamatan yang berlokasi dekat pusat pertumbuhan sudah minim RTH, harga lahan di pusat pertumbuhan sangat mahal, dan lokasi hunian baru memiliki waktu tempuh relatif singkat ke pusat kota. Kecamatan Sawangan, dan Sukmajaya menjadi tujuan utama warga kota untuk bertempat tinggal. Pilihan hunian warga kota di Kecamatan Pancoran Mas, Beji, dan Cimanggis perlu diimbangi dengan pengendalian pemanfaatan ruang yang ketat untuk mempertahankan keberadaan RTH.
2. Pertumbuhan kota telah mengorbankan keberadaan RTH secara nyata, Sehingga dalam jangka panjang risiko tidak berlanjutnya keberadaan RTH dapat terjadi. Pola konversi RTH yang terjadi bersifat ekspansif dengan mengorbankan kawasan konservasi dan kawasan pengembangan terbatas. Fenomena tersebut memperkuat kesimpulan yang telah dipaparkan sebelumnya. Konversi RTH di Kecamatan Pancoran Mas, Beji, dan Cimanggis perlu segera dikendalikan secara ketat, mengingat di ketiga kecamatan terkonsentrasi kawasan konservasi dan kawasan pengembangan terbatas.
Mengingat sifat penelitian ini hanya bersifat deskriptif dan eksploratif, masih banyak hal-hal yang lain yang penting belum terungkap yang belum diteliti, dan mengingat pentingnya RTH dalam penataan ruang yang berkaitan dengan masalah lingkungan di perkotaan.

Space Structuring in Support of Environmental Management (The Study of Green Open Space of Depok City)The increasing of city physic enlargement brings the consequence of decreasing green open space enlargement. Of the same time population growth and economy activity will push the alteration of land utilization in several city areas. Functioning of the market mechanism will change the utilization of land that has good quality or has near distance with growth center can according to suitable higher land rent value. The alteration of land utilization can occur to spread out area which is relatively flat and has steep slope. During five years period (1996 - 2000) the land utilization in Depok for settlement, services, destruction and industry have been increased with 1324 ha, 38 ha, 97 ha, and 154 ha respectively. On the other hand, for the same period, the width of land utilization that has open space function such as garden, and forest has also decreased its amount to 79 ha, and 8 ha respectively (BPS 1996 -- 2000; Agriculture and Farming Agency 1996 -- 2000; and BPN 1996 - 2000). In the year of 2001 the total amount of vehicles in Depok city reach 104.473 units, and in the year of 1999 total amount of vehicle is 94.294 units, during 3 years period in Depok city the ownership of vehicle in Depok city are increasing 10.129 units or 10,74% (BPS 1999- 2001). The increasing of vehicle ownership brings the consequence of wider green open space requirement, which can reduce noise, dust, and temperature increase, and heavy metal pollution.
The city development has brought much sacrifice for green open space, and they become serious problem because the tendency of city development for current condition can minimize green open space and eliminate nature visage.
The green open space as vegetation community consist of tree and its association which grow in the city land and city surrounding, they have forms of stripe, spread or cluster (pile up) with the structure that imitate nature forest, and shape habitat which is possible to produce healthy, comfort and aesthetic environment.
The research of space structuring as base of the environment management explain land conversion direction that occurs in Depok city during 5 years period 1996 - 2000.
The objective of research is looking and learning the green open space condition in Depok city as follows:
To learn development of realization for green open space allocation direction in Depok city based on regulation and to calculate the condition of green open space condition.
The hypothesis of the research is:
1. The direction of green open space location in Depok city which is relatively wide has undergone deviation, so it is difficult to be realized;
2. During 5 years period 1996 - 2000 the city development has sacrifice rapid green open space existence and unprofitable conversion pattern has not given benefit to city green open space conservation.
This is an explorative and descriptive research by using secondary data. The analysis approach to overcome problem uses approach such as normative and quantitative analysis. Normative analysis is implemented through watching allocation development and green open space existence condition base on regulation Ministry of Home Affairs Decree No. 14 year of 1988 and Ministry of Public Works Decree No. 378/Kpts/1987.
Quantitative analysis uses the approach of shift and share analysis. This analysis approach is implemented to watch land conversion tendency based on secondary data which has been collected from several institutions. This analysis considers that land utilization at two time point, and has sub-district administrative area analysis unit which will be compared to the city."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 11048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enger, Eldon D.
New York: McGraw-Hill, 2010
363.705 ENG e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Paterson, Matthew
New York: Palgrave, 2001
363.7 PAT u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
S. Budhisantoso
"ABSTRAK
Kegiatan penelitian ini direncanakan berlangsung dua tahun anggaran, dengan harapan hasil akhir yang diperoleh adalah suatu kerangka acuan bagi model pengelolaan lingkungan secara tradisional dibeberapa daerah di Indonesia yang dapat dikomunikasikan kedaerah-daerah lainnya. Model pengelolaan lingkungan secara tradisional ini diharapkan dapat menjadi pola yang khas yang dikembangkan didaerah lain mengingat adanya permasalahan yag dihadapi oleh beberapa daerah di Indonesia pada masalah lingkungannya semakin dirasakan mendesak untuk diatasi. Karena itu dengan tahapan penelitian yang dilakukan dalam dua tahap maka diharapkan tujuan dari penelitian ini dapat dicapai.
Dengan mengangkat permasalahan bahwa masalah lingkungan tidak bisa dipisahkan dari permasalahan sosial budaya yang berkembang disuatu daerah, maka diasumsikan bahwa setiap komunitas dimanapun berada telah mempunyai suatu pola pengelolaan lingkungan secara tradisional. Sistem sosial budaya yang berkembang pada komunitas tersebut merupakan wujud dari suatu pengaturan pola tingkah laku masyarakat nya pada lingkungan kehidupan. Pola tingkah laku masyarakat yang berkembang terhadap lingkungan kehidupan baik itu lingkungan fisik maupun biologis mengembangkan pula tradisi dan adat mengenai tingkah laku bagaimana sebaiknya lingkungan kehidupan dikelola. Bagi beberapa masyarakat dan komunitas yang ada di Indonesia beberapa diantaranya telah mempunyai pola-pola pengelolaan lingkungan secara tradisional yang pada masa sekarang masih dipertahankan dan dikembangkannya. Sementara itu tantangan pembangunan dimasa sekarang dan intervensi teknologi telah banyak mengubah pola-pola pengelolaan lingkungan yang ada didaerah-daerah lainnya. Berdasar permasalahan tersebut maka penelitian ini mencoba untuk mengangkat suatu permasalahan yang lebih khusus yaitu perlunya mendeskripsikan pola-pola pengelolaan lingkungan secara tradisional yang ada."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Utami
"Penelitian ini mengangkat masalah implementasi kebijakan program bina lingkungan di Kota Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist dengan metode kualitatif. Hasil peneilitian ini (i) Implementasi kebijakan program bina lingkungan yang diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan belum berjalan secara efektif karena adanya kerancuan dan ketidakjelasan isi kebijakan yang tertulis (ii) Program ini memiliki tiga dampak dalam pelaksanannya yaitu, dampak pada sekolah swasta yang kekurangan siswa, hilangnya hak dari siswa reguler yang akan masuk ke sekolah negeri dan, turunnya mutu pendidikan. Saran yang diberikan adalah Perbaikan isi kebijakan dan melibatkan sekolah swasta dalam program kebijakan.

This study raised the issue of implementation of the policy on Bina Lingkungan program in Bandar Lampung. This research used the post positivist using a qualitative methodology. Using the implementation of merilee s .Grindle .The results of this research ( i ) Bina Lingkungan Policy program regulation covers number 1 in 2012 about the education system has not been effectively because a confusion and obscurity the policies written ( ii ) there are three impact on the implementation, the impact is on private schools that a shortage of students, loss of the rights of regular students who will enter the public schools, and decline in the quality of education. Advice provided, first improve the contents policy and second involving private schools in the policy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>