Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104890 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulianto Sumalyo
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997
R 724.6 YUL a
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Maulitta Cinintya Iasha
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60384
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Sutrisno
Jakarta: Gramedia, 1983
724.9 SUT b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lara Anthonia Natasha
"

Le Corbusier dan Louis Kahn adalah dua arsitek terkemuka yang memberikan kontribusi signifikan pada bidang arsitektur di abad ke-20. Le Corbusier percaya bahwa bangunan harus fungsional, efisien, dan indah, dan harus dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan orang yang menggunakannya. Berbeda dengan Le Corbusier, Louis Kahn percaya bahwa arsitektur harus berakar pada sejarah dan budaya suatu tempat. Terlepas dari latar belakang dan pendekatan arsitektur mereka yang berbeda, keduanya sama-sama memiliki pemahaman dan penghargaan yang mendalam atas peran pencahayaan alami dalam arsitektur. Hal ini terlihat pada hasil karya mereka yang seringkali memanfaatkan cahaya alami dengan cara-cara yang inovatif untuk menciptakan ruangan yang fungsional dan indah. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran cahaya alami dalam menghadirkan atmosfer tertentu yang dapat menciptakan kualitas puitis ruang dan pengalaman spasial pada dua bangunan ikonik: Notre Dame du Haut dan Museum Seni Kimbell. Melalui analisis studi kasus komparatif, skripsi ini mengkaji bagaimana dua arsitek, Le Corbusier dan Louis Kahn, memanfaatkan cahaya alami untuk mencapai tujuannya masing-masing pada bangunan tersebut. Studi tersebut menganalisis strategi penggunaan cahaya alami pada kedua bangunan dan bagaimana pengaruhnya terhadap suasana dan bentuk ruang serta bagaimana nantinya hal tersebut dapat menciptakan suatu kualitas, pada kasus ini kualitas puitis. Skripsi ini menyimpulkan bahwa cahaya alami merupakan elemen yang sangat penting dalam membentuk kualitas sebuah ruang. Kesimpulan lainnya adalah bahwa penggunaan cahaya alami yang inovatif oleh arsitek memainkan peran penting dalam kesuksesan penyampaian fungsi dan tujuan kedua bangunan ikonik ini.


Le Corbusier and Louis Kahn are two prominent architects who made significant contributions to the field of architecture in the 20th century. Le Corbusier believed that buildings should be functional, efficient, and beautiful, and should be designed with the needs of the people who use them in mind. Unlike Le Corbusier, Louis Kahn believed that architecture should be rooted in the history and culture of a place. Despite their different architectural backgrounds and approaches, both share a deep understanding and appreciation of the role of natural lighting in architecture. This can be seen in their work which often utilizes natural light in innovative ways to create functional and beautiful spaces. Writing this thesis aims to explore the role of natural light in presenting a certain atmosphere that can create a poetic quality of space and spatial experience in two iconic buildings: Notre Dame du Haut and the Kimbell Art Museum. Through the analysis of comparative case studies, this thesis examines how two architects, Le Corbusier and Louis Kahn, utilized natural light to achieve their respective goals in the building. The study analyzes the strategy of using natural light in both buildings and how it affects the atmosphere and form of space and how this can create a quality, in this case a poetic quality. This thesis concludes that natural light is a very important element in shaping the quality of a space. Another conclusion is that the architect's innovative use of natural light played an important role in the successful delivery of the function and purpose of these two iconic buildings."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Palupi, Niken
"Modernisme tidak selalu berbicara masalah style atau gaya arsitektur. Walaupun modernisme nantinya dapat diwujudkan dalam bentuk arsitektural, akan tetapi dalam hal ini modemisme lebih cenderung kepada sebuah pola pikir dalam masyarakat yang sifatnya lebih esensial. Sebuah pola pikir yang menjadi penyebab munculnya budaya global. Di era globalisasi saat ini, pola pikir modemisme telah mendominasi masyarakat. Hal itu disebabkan oleh kapitalisme, birokrasi, teknologi, dan perkembangan ekonomi yang membuat sebuah tren global, sehingga budaya lokal masyarakat berubah menjadi budaya global. Kemudian dengan adanya teknologi, masyarakat menjadi sangat bergantung kepada mesin. Hal itu disebabkan karena' mesin sangat memudahkan masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhannya. Lalu dengan adanya modemitas, tradisi masyarakat menjadi seragam dan keorisinalitas budaya lokal pun semakin menghilang.
Yang dimaksud dengan tradisi di sini adalah lebih mengacu kepada kehidupan sehari-hari atau domestik masyarakat yang merupakan suatu rutinitas dan telah diturunkan dari generasi ke generasi. Fenomena yang terjadi dalam kehidupan domestik sebuah keluarga adalah tradisi melayani dan dilayani. Dari fenomena tersebut dapat terlihat bahwa masih ada tradisi yang dipertahankan dan terdapat pula pengaruh modemisme di dalamnya. Namun benarkah terjadi bentrokan antara modemitas dan tradisi yang saling bertentangan tersebut? Atau kah saat ini masyarakat membutuhkan keduanya?"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48561
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Grace Maron
"Perubahan berbagai aspek yang terjadi pada masyarakat merupakan faktor penentu terjadinya perubahan pola pikir yang mereka pegang. Perubahan pola pikir ini menentukan perubahan prioritas dan preferensi masyarakat secara umum, sehingga menjadi salah satu faktor signifikan dalam perkembangan desain. Di dalam skripsi ini, secara khusus akan dibahas pengaruh modernisasi dalam lingkup desain, dengan berfokus terhadap dua bidang keahlian desain.
Penulisan ini bermaksud untuk memahami bagaimana pengaruh modernisasi dapat terjadi terhadap dua hal yang berbeda, yaitu fashion dalam arsitektur dan busana. Untuk itu, penulisan ini mengandung studi kasus terhadap karya perwakilan arsitektur dan juga busana. Berbasis sistem written fashion oleh Roland Barthes (1967), penulisan ini memegang prinsip bahwa pola pikir masyarakat mengenai fashion dapat ditemukan melalui penanda yang ada pada produk-produknya, dan berlaku pula pada arsitektur. Maka dari itu, analisis dalam studi kasus ini akan dilakukan dengan menemukan penanda-penanda modernisasi.
Penanda-penanda yang ditemukan akan digunakan untuk menentukan perbedaan dan persamaan modernisasi dalam arsitektur dan busana. Perbedaan akan memberikan pengetahuan mengenai berbagai kemungkinan penerapan pola pikir modern terhadap desain. Sedangkan persamaan dapat membuktikan keterhubungan fashion dalam arsitektur dan busana, khususnya dalam menerima efek modernisasi sebagai cabang ilmu desain yang berbeda. Hasil dari studi ini diharapkan dapat menjadi informasi yang memicu kemungkinan-kemungkinan eksplorasi desain yang baru.

The alteration of various aspects within the society are the determining factors of the shiftings in the paradigms they held. These shiftings generally determine changes in the priorities and preferences of the society, therefore, become significant factors of design developments. In this essay, the effects of modernization will be particularly discussed, focusing on two design fields of study.
This study aims to understand how modernization occurs on two different matters, which are fashion in architecture and clothing. In order to do that, this study consists of a case study on architecture and clothing representative artworks. Based on Roland Barthes 's (1967) system of written fashion, this study held the principle that the paradigms of the society, in relation to fashion, are able to be found through the signifiers the items have, and the same thing applies in architecture. Therefore, the analysis in this case study will be done by finding the signifiers of modernization.
The signifiers that will be found will be used to determine the differences and the resemblances of the modernization application towards architecture and fashion. The differences will give information on various possibilities modern mindset can be applied towards design. While the resemblances will prove the relation between architecture and clothing, especially in receiving the effect of modernization as different fields of design study. The result of this study is expected to give information that triggers new possibilities in design explorations.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucky Savitri
"Arsitektur Moderen Indonesia dibawa oleh para arsitek Belanda dari Eropa. Arsitektur moderen ini dalam perkembangannya mengalami perubahan-perubahan karena sebagian besar arsitektur tersebut menerapkan gagasan-gagasan yang bersumber dari jenis-jenis arsitektur yang sudah ada di Indonesia, baik itu arsitektur tradisional maupun arsitektur kolonial.
Para arsitek Indonesia sendiri muncul sekitar tahun 1932. Ide-ide fungsionalis dan Intemaiionai Style sempat mengilhami mereka baik sebagai pengaruh dari para arsitek Belanda maupun sebagai hasil pendidikan arsitektur yang mereka dapatkan. Perjalanan Arsitektur Moderen Indonesia sejak masa awal kemerdekaan tersebut masih berlanjut sampai sekarang. Arsitektur jenis moderen ini terus dijajaki dan dikembangkan untuk menghasilkan kemungkinan-kemungkinan desain yang lebih baik dari sebelumnya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48489
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranda Ari Altea
"Arsitektur modem di indonesia mengalami beberapa fase dimulai sejak masa awal kemerdekaan hingga masa sekarang periodisasi arsitektur dibagi dalam beberapa kurun waktu per 10 tahunan dengan berbagai peristiwa berbeda yang berlangsung tiap periodenya pada masa 1990-2000 adalah massa pergolakan, bedanya dengan pergolakan di masa lalu adalah kemajuan zaman yang makin pesat pada masa ini pula berbagai karya arsitektur, yang perfektif maupun inspirasional berlomba-lomba mewarnai wajah negeri karya-karya tersebut tentunya tidak asal jadi, asal membuat karya, namun melalui pemahaman, pencarian ide dan konsepsi yang dapat dilakukan dengan bermacam cara."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48483
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bryane Budiman
"Fenomena pemakaian kulit kedua sebagai fasade pada bangunan-bangunan di Indonesia terjadi selama kurun waktu lima tahun terakhir. Fasade kulit kedua ini dianggap sebagai salah satu alternative penyelesaian ikiim tropis pada bangunan-bangunan di Indonesia, selain berfungsi memberikan kesan atau image yang berbeda dibanding bangunan yang telah ada. Image yang ingin diberikan tersebut tentunya disesuaikan dengan gaya hidup kaum metropolitan dengan tidak melupakan sisi vemakuler Indonesia yang ditonjolkan melalui permainan material. Tetapi saat ini pemakaian kulit kedua tidak sekedar berfungsi sebagai fasade, melainkan menjadi bagian dari massa bangunan yang tidak dapat dilepaskan. Bangunan-bangunan yang menggunakan fasade kuirt dua lapis pada akhirnya dianggap sebagai bangunan yang membawa kesegaran baru bagi dunia arsrtektur di Indonesia. Pada kenyataannya fasade kulit kedua bukanlah sesuatu hal baru di dunia arsrtektur. Arsitek Walter Gropius telah menggunakannya pada zaman High Modernism [1925], suatu zaman yang menolak kebesaran arsrtektur klasik.
Walter Gropius adalah arsitek yang hidup pada zaman dimana material pre-fabiicated baru ditemukan, sehingga mengakibatkan industrialisasi besar-besaran serta uniformity, pada bangunan-bangunan / karya arsrtektur, dan gaya arsrtektur dengan menggunakan fasade kulit kedua telah pertama kali diterapkannya pada zaman ini. Pemakaian fasade kulit kedua antara arsitek Walter Gropius dengan para arsrtek di Indonesia tentunya tidak sama, mengingat adanya perbedaan geografis serta kebudayaan dari masing-masing negara, apalagi kedua arsrtektur tersebut berada pada dua zaman yang jauh berbeda. Menjadi pertanyaan apakah fenomena pemakaian fasade kuirt dua lapis di Indonesia merupakan suatu gaya baru yang orisinil, ataukah hanya sekedar mengulang gaya arsrtektur yang telah lama digunakan dan pada suatu trtik akan kembali menghilang. Apakah faktor globalisasi dan kemudahan mendapatkan informasi turut membantu kembalinya pemakaian fasade kulit kedua pada bangunan-bangunan di Indonesia, karena pada era globalisasi sekarang ini, sepertinya sudah tidak ada batas bagi teori dan praktek arsrtektur antar negara di seluruh dunia.

The phenomenon of secondary skin as a facade of Indonesia buildings used during the last five years. This secondary skin facade considered as one of alternative solution of tropical climate at Indonesian buildings, besides functioning to bring a different impression for the buildings image, compared to another existing buidings in surrounding. The images is adapted from metropolitan lifestyle without ignore Indonesian vernacular side, through traditional materials application. Today, the usage of secondary skin is not simply functioning as a facade, but become the part of building mass which can not be discharged. In the end, secondary skin building brings a freshness in Indonesian architecture style. Practically the secondary skin facade is not a new matter in architectural world.
Walter Gropius architect already used rt at High Modernism period [1925], a period when the highness of classical architecture is refused. Walter Gropius is an architect who life at period where material of pre-fabricated just founded, which is makes uniformity for all the architecture masterpiece, and at this time, Walter Gropius already used this secondary skin as a facade. The usage of secondary skin facade between Walter Gropius architecture and Indonesian architecture is not the same, considering the difference of geographical and cultural from each country, besides that, both were in different period of time. What become a question is, do phenomenon of secondary skin facade in Indonesia buildings is a new look which is o.-iginal, or just repeating an old architecture style which already used, and at one particular moment will disappear. Do globalization and the easyness to get information influencing the usage of secondary skin in Indonesia, because in this globalization era, there is no limit for architecture theory and practice in the universe.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48566
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1990
S41888
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>