Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5250 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rio, Helmi
"Buku yang berjudul "Bali style" ini ditulis oleh Rio Helmi dan Barbara Walker. Buku ini membahas tentang gaya bangunan arsitektur Bali. Dilengkapi dengan gambar-gambar berwarna yang menggambarkan arsitektur bergaya Bali."
[Place of publication not identified]: Times Editions, 1995
R 722.4 HEL b
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyawati
"ABSTRAK
Penelitian ini mengarahkan perhatian pada masalah perubahan kebudayaan, terutama melihat perubahan yang terjadi pada arsitektur rumah tinggal tradisional Bali.
Kita mengetahui bahwa kebudayaan suatu masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Pengertian perubahan kebudayaan dalam kajian ini adalah suatu proses pergeseran, berupa pengurangan, atau penambahan unsur-unsur sistem budaya karena adanya penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Ini dapat terjadi karena adanya dinamika dalam masyarakat itu sendiri, dan karena interaksi dengan pendukung kebudayaan lain. Hal ini berlaku dan terwujud pula pada Masyarakat Bali yang banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang selalu berubah, karena daerah tersebut cukup banyak dikunjungi wisatawan. Sehubungan dengan perubahan itu, penelitian ini terfokuskan pada arsitektur rumah tinggal tradisionalnya. Arsitektur merupakan salah satu wujud budaya yang memuat unsur-unsur sistem budaya. Arsitektur tradisional Bali amat terkait dengan sistem budayanya seperti unsur kepercayaan, pengetahuan, nilai, aturan, dan norma.
Beberapa pakar berpendapat bahwa kebudayaan Bali telah banyak berubah, perubahan itu telah sampai kepada hal-hal yang amat mendasar misalnya perubahan pada sistem nilainya. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa walaupun gelombang pengaruh luar yang begitu besar melanda budaya Bali, tetapi pengikisan budaya yang dikhawatirkan itu tidak terjadi. Hubungan dengan dunia luar itu malahan menyebabkan mereka semakin bergairah mencari dan mempertahankan identitasnya. Perbedaan pandangan inilah yang merupakan salah satu faktor yang mendorong penulis untuk meneliti masalah seperti berikut ini.
Masalah pokok penelitian ini telah dirumuskan dalam beberapa pertanyaan (research questions). Apakah wujud arsitektur rumah tinggal tradisional Bali di Desa Adat Kuta telah mengalami perubahan yang cukup berarti? Apakah perubahan itu terjadi pada keseluruhan unit bangunan atau hanya pada unit tertentu saja. Kalau telah terjadi perubahan, faktor-faktor apa yang telah mempengaruhinya. Apakah perubahan arsitektur itu disebabkan oleh perubahan sistem budaya secara mendasar ?
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pola perubahan dan faktor yang mempengaruhi wujud arsitektur rumah tinggal tradisional Bali. Variabel yang dipakai adalah variabel tergantung dan variabel bebas. Variabel tergantung pada arsitektur rumah tinggal tradisional Bali adalah penentuan pola dan orientasi, bentuk dan struktur, bahan, ukuran, fungsi, upacara, nilai sakral dan nilai profan, konsultasi dengan ahli dan sembilan pendaerahan. Variabel bebas terdiri dari pendidikan, mata pencaharian, tingkat kekayaan dan luas pekarangan.
Untuk menunjang masalah di atas, penulis berpangkal pada hipotesis berikut ini. Perubahan pada wujud arsitektur rumah tinggal tradisional Bali dipengaruhi oleh perubahan sistem budayanya. Namun perubahan pada arsitektur itu tidak selalu sejalan dengan perubahan sistem budaya. Perubahan arsitektur rumah tinggal tradisional Bali hanya terjadi pada unit-unit tertentu saja. Faktor pendidikan, mata pencaharian, tingkat kakayaan dan luas pekarangan berpengaruh terhadap perubahan arsitektur rumah tinggal tradisional Bali.
Lokasi penelitian adalah Desa Adat Kuta dengan melihat tiga banjar dengan ciri-ciri tersendiri yaitu dekat pantai, pusat desa dan dekat pertanian. Pengambilan sampel dengan cara sistematik sebanyak 103 responden. Data dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara berstruktur, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Data dianalisis secara deskriptif, dan uji Chi-Square (X2).
Penelitian ini memperoleh beberapa temuan. Wujud arsitektur rumah tinggal tradisional Bali umumnya sudah mengalami perubahan pada tingkat sedang. Berbagai aspek arsitektur mengalami perubahan mulai dari tingkat besar sampai tingkat kecil. Urutan tingkat perubahan itu mulai dari bahan bangunan, alat ukur, bentuk dan struktur, sembilan pendaerahan (Nava sanga), konsultasi dengan ahli (Tri pramana), nilai sakral dan nilai profan (Tri loka), fungsi, pola dan orientasi dan upacara. Unit bangunan yang mengalami perubahan seperti lumbung (jineng), ruang tidur kakek nenek (bale dangin), ruang tidur bujang (bale daub), dapur (paon), ruang tidur gadis (bale data), tempat upacara dan menerima tamu (bale delod), pintu gerbang (pemesuan), tempat sembahyang (meraian). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan sistem budaya pada masyarakat Desa Adat Kuta lebih lambat daripada perubahan wujud atau benda budayanya. Perubahan tingkat pendidikan, jenis mata pencaharian, tingkat kekayaan dan luas pekarangan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan arsitektur rumah tinggal tradisional Bali. Namun jika dilihat dari aspek tertentu maka faktor pendidikan berpengaruh nyata terhadap aspek konsultasi dengan ahli (Tri pramana) dan aspek upacara. Tingkat kekayaan berpengaruh nyata terhadap aspek konsultasi, sedang luas pekarangan berpengaruh nyata terhadap aspek konsultasi.
Berbagai alternatif yang mungkin menunjang kelestarian wujud budaya arsitektur rumah tinggal tradisional Bali adalah pembinaan masyarakat. Dalam pelestarian arsitektur rumah tinggal tradisional Bali tidak perlu dibedakan tingkat pendidikan, jenis mata pencaharian, tingkat kekayaan dan luas pekarangan yang ditempati.
Berdasarkan temuan penelitian, kasus Bali bisa dijadikan model untuk meneliti, menyimak atau mengelola masyarakat daerah lain yang berkaitan dengan kepariwisataan.

ABSTRACT
The members of tourist coming to Bali are increasing every year. The tranquil atmosphere, the unique culture ingrained in the Balinese way of life, the white sandy beaches and of course the excellent facilities for staying, made Bali extremely attractive for travelers who either travel for pleasure or intend to combine both business and pleasure.
The relatively small size of the island is also very convenient for those who do not have much time for leisure, but are anxious to know more about other people's culture. In less than a day's sweep, with a car, one can cover almost the entire island and see that is worth seeing. It is true that tourists bring about prosperity. But with the arrival of tourist inevitably, come along ideas about life and living.
The question now arises: To what extend do these foreign ideas affect the Balinese way of life, attitudes and traditionally accepted values?
Some scholars suggested that tourism has shaken Balinese tradition to its very foundation. Changes are already there and quite obvious for every one to see. Other scholars disagreed, commenting that in spite of assaults by tourism, Bali tradition stood its ground on its solid foundation. This second group of scholars voiced the opinion the Balinese tradition and culture are almost unblemished, and is fully capable of protecting its from foreign influence.
It is in the wake of these two opposing views that this research in this thesis has been carried out. The investigation was focused on the village of Kuta, which is most frequented by foreign tourist, who are not prepared to stay in luxury hotels. They rather stay in the homes of the villagers. It is here that foreigners mixed deeply with the natives and so where exchange of ideas are expected most to occur.
The author does not pretend that she will come up with a clear-cut answer to the question of change. But if the investigation is carried out well, it is expected that it will throw some light into the problems of change in attitudes and values, which will ultimately manifest in the changes in the physical environment of the village.
The result of the investigation clearly showed that minor changes did take place, especially in the functions of the element of the Balinese home in Kuta, which is obviously due to outside influence and education.
As might have been know, a Balinese home consists of two parts. One part is the family temple and the other is the family quaters. Both parts are found on one yard surrounded by a wall. The family quater consists of six buildings, where each building is assigned a special function. One building functions as the sleeping quater of the head of the family, another building where the girls of the family spend the nights, then you have the quater for the boys; further there is the building where the family receive guests and carry out ceremonies; then there is the kitchen and finally the barn where the harvest and farming tools are stored.
With greater involvement of the villagers in Kuta with tourism more and more farmers transformed their homes into inns by altering the architectural style of the buildings to suit new demands. Separate rooms have to be constructed, complete with bath and rest rooms in order to guarantee privacy for the guests. Needless to say, that all these modifications resulted in changes in many different ways to the traditional Balinese home, because the former traditional farmer is now an innkeeper.
Changes in the style and architecture of the Balinese home come together with progress. Nobody can prevent progress from changing society. Changes that come too fast, may put society off balance, and so will cause disturbances. May the changes that take place in Balinese society do not create instabilities.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lococo, Anita
Koln: Taschen, 2011
R 728.37 LOC l
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Budihardjo, 1944-2014
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991
722.4 EKO a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Denpasar: Universitas Udayana, 1981
728.598 UNI a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Rumawan Salain
Denpasar: Udayana University Press, 2013
720 PUT a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Ayu Arainikasih
"Masyarakat Hindu Bali memiliki bangunan suci yang disebut dengan pura. Bangunan tersebut tersebar di seluruh wilayah Bali. Walaupun pura memiliki ciri-ciri umum, namun tidak ada satu pura pun yang persis sama dengan pura lainnya, setiap pura memiliki keunikannya tersendiri. Salah satu pura yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah Pura Meduwe Karang yang terletak di Desa Kubutambahan, Buleleng, Bali. Pura ini merupakan pura ladang yang memiliki 3 halaman berundak (semakin ke dalam semakin tinggi) padahal lahan di sekitarnya datar. Pura Meduwe Karang juga dihiasi oleh relief-relief yang raya, baik berupa relief naratif maupun non-naratif, dan dipahatkan seperti karikatur. Pura ini juga dihiasi dengan puluhan arca. Umur Pura Meduwe Karang tidak dapat diketahui dengan pasti, karena tidak adanya sumber tertulis yang menyinggung mengenai pura ini.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya arsitektur Pura Meduwe Karang yang meliputi penataan bangunan, struktur bangunan, gaya bangunan dan gaya ragam hias pura. Juga mengetahui fungsi setiap bangunan yang terdapat pada kompleks pura, serta mengetahui fungsi dipahatkan atau diletakkannya ornamen ragam hias pada pura seperti relief dan area, dikaitkan dengan fungsi pura secara umum. Metode penelitian yang digunakan meliputi kegiatan pengurnpulan data, yaitu pendeskripsian tertulis, gambar, foto, dan tinjauan pustaka. Setelah itu data dialah dan diperbandingkan dengan pura pura lain di Bali dan bangunan suci di Jawa (terutama Candi Induk Panataran dan punden berundak di Gunung Penanggungan).
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa Pura Meduwe Karang dibangun menggunakan batu paras dan halaman pura sengaja dibuat berundak, berkaitan dengan konsepsi gunung suci. Kemungkinan Pura Meduwe Karang dibangun pada masa kerajaan Buleleng, namun mendapatkan pengaruh dari bangunan suci masa Majapahit akhir, dan pada ornamen ragam hiasnya (relief) mendapatkan pengaruh dari masa kolonial Belanda. Ragam hias pura (relief) dapat digolongkan menjadi gaya relief Jawa Timur yang berlanggam wayang. Baik relief maupun area yang dipahatkan dan ditempatkan pada pura memiliki makna tersendiri, yaitu sebagai simbol kesuburan, sesuai dengan fungsi pura sebagai pura ladang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S11519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Mario
""Asta Kosala-Kosali merupakan salah satu pustaka suci yang dirumuskan pada masa lampau oleh para ""resi"" dan ""bagawan"" Bali. Pustaka ini dijadikan patokan/ketetapan dalam arsitektur adat Bali, khususnya dalam aturan tata ruang, konstruksi bangunan dan upacara yang dilakukan. Penentuan sistem ukuran pada tiap-tiap bangunan berdasarkan standar ukuran tertentu sehingga dapat menciptakan bangunan yang ""hidup"". Perlakuan terhadap bangunan-bangunan Ball juga berbeda tergantung jenis bangunannya. Pengaruh Asta Kosala-Kosali sangat mengikat bagi budaya Bali, ada sanksi-sanksi spiritual jika aturan ini dilanggar. Penghormatan terhadap lingkungan alam mendasari kebudayaan Ball. Adat istiadat Bali sangat dipengaruhi oleh kebudayaan agama Hindu hingga bangunan Bali didefinisikan sebagai suatu bangunan berdasarkan Tattwa (falsafah) Agama Hindu. Melalui metode studi literatur dan survey, penulis mencoba untuk memaparkan pengaruh Asta Kosala-Kosali terhadap pembentukan sebuah hunian Bali di Jakarta. Analisis mencakup tata ruang dan konstruksi yang dilihat dari bentuk dan fungsinya. Dari hasil analisis diharapkan dapat menjelaskan karakter pemilik bangunan adat Bali yang terletak di Jakarta, hal-hal apa saja yang masih dipertahankan dan hal-hal apa saja yang sudah tidak relevan lagi untuk dipercayai sesuai dengan tuntutan era moderisme."

"Asta Kosala-Kosali are one of the holy book which made in past by ""resi"" and ""bagawan"" Bali. This book become a base rules in Bali architecture, especially in organizing space, construction and pacticular ceremony. Measurement are used with some standard which can make a living building. There is some different in balinese compounds which depend in using. Using Asta Kosala Kosali are so related with Balinese traditions, they believe there is some bad things will be happen if rules are broken. Respect for rhe nature become the basic of Balinese culture. Balinese culture also impact with Hinduism religion. It makes a definition for Balinese house, which is a building beyond Tattwa of Hinduism religion. With study literature and surveying methods, writer try to find impact Asta Kosala-Kosali to creating a living compound in Jakarta. This analysis include study of space order and construction which especially base on form and function. I hope this analysis can show owner's character of Balinese house in Jakarta, things which still trusted or not which depends on modernism.""
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48562
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Chandrasari
"Perubahan merupakan suatu fenomena yang selalu mewarnai perjalanan sejarah setiap masyarakat dan kebudayaannya. Salah satu penyebab terjadinya perubahan adalah kehadiran modernitas dan penyesuaian akan kebutuhan hidup yang berbeda setiap saat. Pada akhirnya tradisi dan modernitas akan saling berhadapan seiring dengan perkembangan jaman.
Bali memiliki prinsip adat, budaya dan agama yang kuat. Hal ini yang membuat Bali mempunyai identitas dan karakter. Ketiganya memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat Bali untuk mempertahankan tradisi. Namun dalam perjalanan waktu, tradisi dapat berubah. Kemajuan akan modernitas membutuhkan dasar budaya yang kuat dan kreatif yang berakar pada kepribadian dan identitas diri. Tanpa budaya yang mendalam modernisasi tidak akan menuju ke arah yang lebih maju, karena dapat memiliki ketergantungan dengan budaya dari luar. Kemampuan menerima perubahan adalah potensi yang penting agar nilai-nilai tradisi dapat bertahan di masyarakat.
Pamesuan merupakan salah satu wujud arsitektur tradisional Bali yang telah berkembang pesat. Pamesuan adalah pintu keluar pekarangan hunian Bali. Terdiri atas kori (pintu), undag (tangga) dan penyengker (tembok). Gejala perubahan yang terjadi dapat ditandai melalui pamesuan, baik perubahan secara bentuk, fungsi maupun makna simbolis. Dialog antara tradisi dengan modernitas akan terlihat pada perubahan pamesuan. Pamesuan dapat menjadi tanda terjadinya proses adaptasi modernitas pada tradisi Bali.

Change is a phenomenon that will always appear in the history of every society and its culture. One thing that could give change is modernity and the need to adjust. Confrontation of tradition and modernity is eventually unavoidable.
Bali has a strong custom, culture and religion principle. This gives Bali its identity and character. The presence of these three aspects is what maintained the tradition in Balinese society. Nevertheless it is not impossible for tradition to change. A strong and creative cultural foundation, rooted in personality and self identity, is the solid ground on which the development of modernity stands. Without a strong culture, modernity will not advance due to its addiction to the outside culture. So as to give survival to the value of tradition, the capability of accepting changes is a must.
Pamesuan is one of the Balinese traditional architectural forms that were rapidly developed. Pamesuan, comprised of kori (door), undag (stair) and penyengker (wall), acts as the gate in Balinese dwelling. The symptoms of change are reflected through the form, function and symbolic meaning of pamesuan. Dialogue between tradition and modernity can be seen through the transformation of the pamesuan. One can comprehend the adaptation of modernity in Bali tradition by observing the pamesuan."
2008
S48424
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sahala Alberto
"Bali mendapatkan pengaruhnya dari India, kita semua mungkin mengetahui hal tersebut. Permasalahannya adalah pengaruh apa yang dibawa oleh Indra ke Bali. Umumnya hal yang paling mudah dimengerti adalah agama. Dipercaya dan didukung oleh bukti-bukti bahwa agama Hindu di bawa ke Indonesia dari India.
Tetapi dibelakang semua itu, terdapat juga pengaruh yang dibawa oleh budaya Hindu itu sendiri. Yaitu cara hidup mereka berdasarkan Hindu itu sendiri, atau bagaimana mereka memandang semesta mereka (kosmologi), termasuk bagaimana mereka menerapkan hal tersebut kedalam cara mereka berarsitektur.
Perlu dicermati, apakah kosmologi yang berasal dari India, bertransormasi menjadi kosmologi yang ada di Bali, termasuk klasifikasi simboliknya ? Bagaimanakah hubungan antara keduannya, apakah memang terjadi lintas budaya ? Bagaimanakah mereka mengadaptasi pengaruh luar tersebut untuk menjadi genius loci bagi Bali sendiri ?"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48596
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>