Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176944 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yazid
"Otonomi daerah yang di tandai oleh perubahan formal relasi kekuasaan antara pemerintah pusat dengan daerah banyak memberikan harapan yang baik menuju good local governance, akan tetapi banyak juga menyisakan persoa|an yang perlu untuk di perhatikan, salah satunya adalah, pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat ke daerah tidak di ikuti oleh aturan hukum yang jelas, yakni sejauh- mana pelimpahan kekuasaan tersebut di kelolah oleh pemerintahan daerah. hal ini merupakan suatu masalah yang harus di perhatikan.
Dalam proses pembuatannya APBD Kota Malang jauh dari keterlibatan aktif dari masyarakat Iokal Kondisi inilah yang menjadikan partisipasi masyarakat lokal menemukan titik urgensinya. Dalam kaitan itu, Tesis ini berusaha menjawab, bagaimana partisipasi masyarakat lokal dalam kebijakan publik khususnya bidang anggaran pendapatan dan belanja daerah, serta hambatan-hambatan yang di hadapi ?
Dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan studi pustaka, data-data yang, mendukung, dikumpulkan kemudian dianalisa dengan menggunakan analisa kualitatif. Dari analisa tersebut penulis menemukan bahwa: partisipasi masyarakat lokal dalam penyusunan APBD di Kota Malang jauh dari yang diharapkan, bentuk-bentuk partisipasi masyarakat yang di lakukan oleh OMS (organisasi masyarakat sipil) belum memberikan suatu yang berdampak pada terciptanya APBD yang berpihak pada kebutuhan riil masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22494
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Wisnu Pradana
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis partisipasi masyarakat, berbagai faktor yang menghambat partisipasi masyarakat, dan upaya strategis yang dapat dilakukan untuk menguatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan dan perumusan kebijakan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kota Malang tahun anggaran 2017. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan guidance literatur berupa teori perumusan kebijakan publik, teori partisipasi masyarakat, dan konsep-konsep penganggaran partisipatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari studi dokumen, studi literatur, dan wawancara mendalam terhadap para informan yang terdiri dari masyarakat sipil, pemerintah Kota Malang, DPRD Kota Malang, dan pakar yang relevan yang dipilih dengan menggunakan metode purposive. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan metode pemrosesan satuan dan kategorisasi data untuk kemudian dilakukan triangulasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat, berdasarkan pada tangga partisipasi masyarakat menurut Arnstein 1969 , terklasifikasikan pada tingkatan placation yang berada pada derajat tokenism atau partisipasi semu. Hal ini dikarenakan bahwa sekalipun proses musyawarah dalam pelaksanaan musrenbang RKPD di Kota Malang telah secara baik melibatkan berbagai unsur masyarakat dalam rangka bersama-sama pemerintah merencanakan berbagai program dan kegiatan pembangunan di Kota Malang, namun keputusan akhir dalam penentuannya, apakah hasil musrenbang tersebut akan diakomodir dalam APBD, tetap dominan ada di tangan pemerintah. Selain itu, ruang-ruang partisipasi masyarakat pada tahapan pasca-musrenbang, berdasarkan berbagai temuan yang ada, juga diketahui belum optimal, sehingga berdampak pada lemahnya peran kontrol yang dapat dilakukan oleh masyarakat terhadap proses perumusan APBD yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini, penganggaran partisipatif adalah pelibatan dan keterlibatan masyarakat secara bermakna, dimana kontribusi masyarakat terhadap setiap keputusan anggaran yang diambil oleh pemerintah menjadi titik inti partisipasi masyarakat. Sedangkan penelitian ini menemukan bukti bahwa aktor pemerintah masih memainkan peran yang dominan dalam proses perencanaan dan penganggaran publik.
Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat empat faktor yang menghambat partisipasi masyarakat antara lain; rendahnya komitmen politik para elit pemerintahan, belum optimalnya saluran-saluran partisipasi masyarakat, birokrat pemerintahan yang kurang mendukung, dan minimnya kesadaran dari masyarakat. Keempat faktor tersebut pada dasarnya tidak saling berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan erat satu sama lainnya. Pemberian pendidikan politik kepada masyarakat sipil untuk menopang kegiatan advokasi dalam perencanaan dan penganggaran publik merupakan upaya strategis yang dapat dilakukan oleh berbagai kalangan baik LSM, organisasi masyarakat, perguruan tinggi, dan berbagai kalangan lainnya untuk dapat mendorong partisipasi masyarakat secara bermakna. Namun upaya strategis ini juga harus didukung oleh komitmen pemerintah untuk melibatkan masyarakat secara bermakna dalam perencanaan dan penganggaran publik. Terdapat setidaknya tiga upaya strategis yang dapat dilakukan oleh pemerintah antara lain; menerapkan pagu aspirasi masyarakat dalam musrenbang, membentuk forum masyarakat sebagai delegasi masyarakat untuk mengikuti tahapan-tahapan proses penganggaran pasca-musrenbang, dan menerapkan sistem perencanaan dan penganggaran publik yang memihak kepada masyarakat dan mendukung prinsip-prinsip good governance.

The research aims to analyze public participation, a variety of factors that hamper the public participation, and strategic efforts to strengthen the public participation in the process of development planning and local budget formulation on Malang City at Fiscal Year 2017. This research uses qualitative approach with the literature guidance of public policy formulation theory, public participation theory, and concepts of participatory budgeting. The data used in this study is sourced from document studies, literature studies, and in depth interviews to informants selected by purposive method such as civil society, the government of Malang City, the DPRD of Malang City, and relevant expert. The data is analyzed by using unit and data categorization method to then be processed by triangulation.
The results show that the public participation, based on the ladder of participation according to Arnstein 1969, is classified at the level of placation, which is present in the degree of tokenism or called pseudo participation. This is because even though the process of dialogues in the implementation of musrenbang RKPD in Malang City has been well involving various elements of society in order to plan the development of the city, but the final decision in determining whether the musrenbang results will be accommodated in APBD, remains dominant in the government hands. Moreover, the spaces of public participation in the post musrenbang stage, based on various findings, are also known to be inadequate, thereby impacting on the weak supervision that can be made by public on the process of APBD formulation done by the governments. Participatory budgeting, in this case, is the meaningful public engagement and involvement in which the public contribution to any budgetary decision taken by government becomes the main point of public participation. This study finds evidence that the governments play a dominant role in the public planning and budgeting processes.
This study also finds that there are four factors hampering the public participation such as low political commitments of the government elites, not yet optimal channels of the public participation, less supportive government bureaucrats, and lack of awareness from the public. These four factors are essentially not mutually exclusive, but are closely related to each other. Providing political education to civil society to support advocacy activities in the public planning and budgeting processes is a strategic effort that can be done by various groups including NGOs, community organizations, universities, and various other groups to encourage meaningful public participation. However, these strategic efforts must also be supported by the government's commitment to engage the public meaningfully in the public planning and budgeting processes. There are at least three strategic efforts that can be done by the governments such as implement the public aspiration limits in the musrenbang, form the public forum as a public community delegates to follow the stages of the post musrenbang budgeting process, and implement a planning and budgeting systems that take side with the public and support the principles of good governance.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
T50929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Carollin
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S8616
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Ria Rumata
"Proses pembuatan dan pcmbahasan RUU Sisdiknas telah menimbulkan perdebatan publik yang diliputi ketegangan politik. Masyarakat terpecah ke dalam kelompok yang mendukung dan menolak RUU ini Pembahasan perundangan yang berkaitan dengan isu penting seperti pendidikan. yang menyangkut kepentingan publik secara luas, menarik untuk dicermati Terlebih ketika muatan-muatan RUU yang diperdebatkan seperti pasal 13 yang mengatur tentang pengajaran agama menjadi fokus perdebatan yang nyaris menenggelamkan esensi utama persoalan sistem pendidikan nasional, Pro-kontra terhadap substansi RUU Sisdiknas. yang menyentuh wilayah agama dan kepentingan mayoritas-minorilas masyarakat plural Indonesia, telah menampilkan tanggapan yang keras dari masing-masing pihak demi mempertahankan sikapnya. Menarik untuk meneliti bagaimana kepentingan masyarakat majemuk diolah kedalam kebijakan publik dalam bentuk perundangan, dengan memberi ruang dan pengakuan alas multikulturalisme, dimana kepentingan kelompok minoritas tcrcakup didalamnya. Dalam konteks demokrasi masa kini, pertimbangan terhadap multikulturalisme nampaknya semakin menemukan landasan, ketika struktur kemasyarakatan semakin kompleks, dan tuntutan bagi persamaan diantara warga negara semakin mengemuka.
Penulisan ini menggunakan teori tentang demokrasi yang menekankan persamaan hak, dan partisipasi yang setara bagi semua dalam pengambilan keputusan. Tinjauan terhadap masyarakat multikultural Indonesia dalam penelitian ini-berkaitan dengan proses legislasi yang dilalukan oleh DPR-dimaksudkan untuk menemukan apakah aspek kemajemukan (pluralisme) bangsa Indonesia, dapat diterjemahkan ke dalam perundangan yang mewakili semua kelompok di dalam masyarakat_ Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dilahirkan melalui Usulan Inisiatif DPR telah menimbulkan perpecahan sikap di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat, karena proses pembahasannya mengabaikan partisipasi publik. Penelitian menggunakan metode kualitatif dan pengumpulan data maupun informasi melalui wawancara, observasi serta penggunaan data primer dari dokumen dan catatan DPR. Proses politik yang berlangsung dalam pembuatan dan pengesahan UU Sisdiknas, seperti yang ditunjukkan melalui penelitian ini lebih dipengaruhi oleh agenda jangka pendek partai-partai politik, daripada kepentingan jangka panjang bangsa Indonesia dalam upaya penguatan demokrasi, melalui pembuatan kebijakan publik yang mendukung upaya tersebut.

Upon the making and deliberation of the Education Bill of 2003, some contents regarding religion as compulsory in the proposed Bill has aroused public debate and political tension, especially among members in the societies whose interests are intended represented in the Bill. Education Bill as significant to every member in the pluralistic Indonesian society has stirred up the unending debate on religious teaching as part of national curriculum, and the role of state to supervise the implementation of the subject. The intention as stated in the Bill, to make every school including private schools (which in the case of Indonesia where Moslems are majority, Christian base schools are nonetheless still favored observe the provision of religious teachers for students of the same religion. During the long years of practice, private religious-base schools are not conditioned by any state regulation to do so. Much to the fact that the Indonesian societies are pluralistic, then the contents carried by article 13 in the proposed Bill, perceived by non-Moslems as a way to impose restriction on them. The reason to study legislation and its process, amidst the efforts to enhance democracy in Indonesia is deemed important. Question over political participation throughout law making process in the parliament is raised, when minority rights as recognized by democracy is felt neglected by some. However, it is far from easy just to accommodate and to try to please every single citizen in the realm of multiple challenges encountered by pluralistic Indonesia. Multiculturalism as politics of recognition is as new, contrary to the fact that for many years, the nature of pluralism is seen more as recognition for being different, rather than a pre condition to develop genuine and common ground for national goals and integration.
Theories on key elements in democracy such as: equal participation and equal rights in the making of public policy are used in this writing, to check if law making process are in line with people's demands to have their ideas and interests taken into account. This writing is based on qualitative method of research. While results of primary research found in previous findings, writings and parliamentary documents are used to approach the issues. Legislation, in conjunction with multiculturalism and larger room for `political participation is one critical factor in democracy building. The outcome shows, that law making process in the case of Education Bill, is not delivered in a better facilitated environment, where political acknowledgment upon the nature of multicultural Indonesia is too important to be overlooked.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14043
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mujibur Rahman Khairul Muluk
"Implementasi kebijakan desentralisasi untuk meningkalkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah tidak segera mencapai tujuannya karena menghadapi berbagaj persoalan kompleks. Kompleksitas persoalan ini terajut dari adanya dominasi elit lokal, lemahnya kemauan politik pemerintah untuk menjamin partisipasi, belum lcuamya organisasi lokal, dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi. Unluk mencapai pemerintahan daerah yang partisipatif diperlukan upaya yang serius untuk menyusun altematif kebijakan yang tepat. Upaya ini seyogyanya dilandaskan pada kajian akademis yang memadai dan komprehensif. Penelitian tentang panisipasi masyarakar lelah banyalc dilakukan oleh para pakar dari berbagai disiplin ilmu. Namun penelitian mengenai partigipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah yang berada dalam koridor disiplin administrasi publik masih tergolong langka apalagi penclitian mengglmakan pendckatan berpikir sistem. Dengan mempenimbangkan latar belakang tersebut maka penelitian ini diawali dengan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana gambaran aktual partisipasi masyarakat dalam pemcrlntahan daerah dewasa ini? Bagaimanakah derajat efektivitas partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah? Bagaimanakah model berbasis berpikir sistem bagi panisipasi masyarakat dalam pemerimahan daerah ? Bagaimanakah altematif percepatan partisipasi yang dapar dilakukan ?
Pendekatan berpikir sislem digunakan dalam penelitian ini dengan mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, adanya kesadaran bahwa partjsipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah berada dalam situasi kompleksilas dinamis. Kedua, penelitian ini berupaya memahami akar permasalahan yang mendera partisipasi masyamkat melalui deteksi atas stmktur sistem daripada sekedar melihat kejadian-kejadian yang kasat mam Ketiga, adanya kehendak mendorong tindakan antisipatif Serta mencari solusi 3135 persoalan kegagalan pencapaian partisipasi masyarakat dalam pemedmahan daerah. Metode sistem dinamis dengan pendekatan lima tahap dari Coyle dipilih dalam penelitian ini dengan mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, sistcm dinamis merupakan bagigm dari hard system yang Iebih tepat digunakan dalam suatu aktivilas yang berupaya untuk mencapai tujuan tertentu. Kedua, analisis ini lebih tepat jika digunakan untuk mencari rekomendasi alas solusi dari sualu masalah. Ketiga, analisis ini mampu mengembangkan sistem berdasarkan komhinasi data kualitatif dan kuantitatif.
Partisipasi masyarakak dalam pemedmahan daerah mengalami peningkatan berpola Kurva S di em reformasi. Mekanisme partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah juga telah berkembang. Mekanisme partisipasi dapat dibagi dalam dua jenis. Pertama adalah mekanisme partisipasi yang disediakan berdasarkan ketentuan daerah yang ada. Mekanisme ini mencakup Musyawarah Perencanaan Pembangunan, Masa Reses DPRD, Rapat Terbuka DPRD, Rukun Tetangga &. Rukun Warga (RT & RW), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Keluraban (LPMK), Kontak Publik via Situs Intemet Pemkot Malang, Kunjungan Kezja Anggota DPRD, dan Konsultasi Publik. Kedua adalah mekanisme yang berasal dari inisiatif masyarakat dan tidak diatur sebagai mekanisme resmi panisipasi masyarakat. Mekanisme ini terdiri dari suara publik yang disalurkan lewal media massa baik cetak maupun elektrondcdan unjuk rasa.
Dengan membandingkan mekanisme partisipasi masyarakat tersebut dengan teori ladder of citizen ernpowermem dari Burns, Hambleton, & Hogget maka disimpulkan bahwa mekanisme partisipasi yang ada telah mencapai demjat partisipasi warga namun belum mencapai derajat ideal, yakni citizen control. Dalam derajat partisipasi warga berarli masyarakat Kota Malang telah dapat memasukkan berbagai aspirasi dan kepenlingannya sepanjang tidak mengubah pakem kebijakan yang telah disusun oleh penyeienggara pemerintahan daerah. Kondisi ini telah dianggap efektif oleh Pejabat Pemerinlah Daerah dan Anggota DPRD namun dianggap tidak efektif oleh anggota masyarakal dan pegiat organisasi Iokal. Kesesuaian antara mekanisme panisipasi yang tersedia dengan pencapaian subslansi pemberdayaan pada derajat partisipasi menunjukkan adanya pembuktian atas teori ladder of citizen empowerment dari Bums, Hambleton, & Hogget. Adanya harapan sebagian slakehofder pemerintahan daerah terhadap mekanisme dan derajat partisipasi yang lebih tinggi juga membuktikan saran preskziptifdari teori di atas.
Analisis sistem dinamis rnenunjukkan bahwa pengungkit dalam sistem partisipasi masyarakat dalam pemerinrahan daerah adalah peran clit lokal. Sebagai pengungkit (leverage) bennakna bahwa peran elit Iokal mempakan variabel paling sensitif bagi kinerja sislem partisipasi masyarakat. Dengan melakukan penyederhanaan terhadap sistem partisipasi yang tergambar dalam diagram simpal kausal maka diperoleh pola dasar sistem, yakni batas-batas pertumbuhan. Melalui pola dasar ini dapat dipahami bahwa dukungan pemerintah pusat mempakan limiting faktor bagi sistem ini.
Melalui pemahaman alas pola dasar batas pertumbuhan maka dapat dipastikan bahwa solusi atas peningkatan kinerja sistem partisipasi dapal diiakukan melalui dua alternatifi Pertama, pcmbebasan faktor pembatas, yakni dengan meningkatkan dukungan pemerintah pusat terhadap panisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah. Dukungan ini dapat dilakukan dengan menyediakan pemturan pemndang-undangan yang memberikan peluang bagi masyarakat untuk berpanisipasi pada derajat panisipasi yang tertinggi. Dukungan tersebut juga dapat dilakukan dengan melakukan supervisi terhadap kualitas partisipasi dari kebijakan daerah. Kedua, intervensi melalui pengungkit yakni dengan mengurangi pengamh clit lokal dalam proses kebijakan daerah sehinggn dukungan penyelenggara daerah terhadap partisipasi masyarakat akan meningkat. Mengurangi pengamh elit lokal dapat dilakukan dengan menjamin adanya pmses partisipasi dan transparansi dalam pembualan dan implementasi kebijakan daerah.

The purpose of decentralization to promote public participation in local govemment is failed because of complex problems. These are the dominance of local elite, the lack of govemmenfs political will to support public participation, the lack of local organization's capacity, and lack of the public awareness to participate. Realizing participatory local government needs robust policy based on comprehensive research. Many scholars in many disciplinm had conducted the research of public participation. but there is scarcity of public participation's research in local govemment especially using system thinking approach. According to that reason, the research problem statements are: what is the description of public participation in local govemment ? how effective is the degree of public participation? what is the system thinking based model for public participation in local govemment? how are the policy altematives for promoting public participation in local government?
The using of system thinking in this research based on several reasons. First, public participation in local government is under dynamic complexity situation. Second, this research would understand root of the problem by systemic structure rather than event. Third, this research tries to anticipate the lirture problem by fomiulating the robust policy. The analysis of system dynamic of Coyle is selected for this research based on several researches. First, system dynamic is part of hard system, which prefer to attain delined goal. Second, this analysis produces model and recommendation in order to provide solution of the complex problem. Third, Coyle's Analysis of system dynamic describing the system through both qualitative and quantitative data.
The progress of public participation in local govemment in era of refonn is in S-curve type. There are extended mechanism of public participation, which are divided into two types, i-e. regulated and altemative mechanisms. Local govemment Regulated mechanisms comprise of development planning meeting (musyawarah perencanaan pembangiman), sitting in council meeting, neighborhood association Rukun Tetangga & Rukun Warga) public consultation, community empowerment Institution (Lembaga Pemberdayaan masyarakat Kelurahan), public contact via intemet. Alternative mechanisms initiated by community themselves and are not regulated by local government. These mechanisms comprise of public voices channeled by mass media and demonstration.
Effectiveness of public participation mechanisms is in citizen participation level according to Bums, Hambleton, & Hogget's ladder of empowerment. This level is under the top of the ladder, i.e citizen control level. In this level, citizen could influence both in policy making and implementing but do not have decision power in the policy process- This level perceived as effective by local authorities but as not effective by citizens and local organization's activists. This research proves that participation mechanisms match with the degree of participation level in ladder of empowerment theory. Citizen's hope for better degree of participation in the top ladder proves that prescriptive suggestion in the ladder of empowerment comes true.
System dynamic analysis indicated that the leverage of public participation in local government is local elite's role. It means that local elite's role is the most sensitive parameter in the system. Simplification of the influence diagram of public participation system shows that archetype ofthe system is limits to growth Through this archetype, it could be concluded that limiting factor for the system is central govemment support. According to system thinking approach, the altemative solutions for improving public participation are releasing the limiting factor or pushing the leverage. Releasing the limiting factor means that central government increases it's support for public participation in local govemment. Central govemment suppon could be operated through providing regulation increasing the level of public participation in local govemment. This support includes central govemment supervision for quality of participatory local government. Pushing the leverage means that local elite's role in public policy process is limited so that local govemment support for public participation increases. Limitation could be operated by providing regulation for public participation and providing regulation for transparency in public policy process.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
D829
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Ichwanuddin
Jakarta: YAPPIKA, 2006
320.6 WAW m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Zulkifli
"Tesis ini merupakan hasil penelitian yang menggambarkan kemauan politik masyarakat dalam proses pembentukar. Kota Subulussalam. Pentingnya penelitian ini didasarkan kasus pemekaran Kabupaten Mamasa dimana pada pasca pemekaran Kabupaten Mamasa terjadi pertikaian berdarah antar kelompok masyarakat yang pro dan kontra terhadap pemekaran. Dan Kasus pemekaran Kabupaten Mamasa menunjukkan bahwa tahap kemauan politik masyarakat dalam pemekaran daerah berpotensi menimbulkan permasalahan sehingga perlu diperhitungkan secara hati-hati terutama di daerah-daerah yang memiliki masyarakat yang heterogenitasnya tinggi dari sisi SARA. Disamping itu dari kasus Mamasa juga menunjukkan bahwa kemauan politik masyarakat yang didasarkan pernyataan-pernyyataan tertulis belum dapat menentukan kemauan politik masyarakat yang sesungguhnya. Begitupun dalam pemekaran Kota Subulussalam yang penduduknya heterogen secara kesukuan dimana terdapat suku yang mayoritas dan suku minoritas, disamping itu kemauan politik masyarakat dalam pemekaran Kota Subulussalam hanya didasarkan oleh pemyataan-pemyataan tertulis dari berbagai komponen masyarakat. Merujuk kenyataan empiris seperti yang terjadi di Kabupaten Mamasa maka dalam pembentukkan Kota Subulussalam pertu untuk dikaji dan diteliti Iebih mendalam dengan melihat alasan-alasan masyarakat untuk memekarkan daerah dan partisipasi masyarakat dalam proses pemekaran.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Data diperoleh melalui studi kepustakaan, observasi dan wawancara dengan para informan penelitian. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik "Purposive Sampling' (penarikan sampel secara sengaja), dimana informan dipilih berdasarkan informasi yang dibutuhkan dari orang-orang yang menjadi pelaku pemekaran Kota subulussalam. Jumlah Informan sebanyak 23 Orang yang terdiri dari Bupati Aceh Singkil, Ketua DPRD, Anggota DPRD Kabupaten Aceh Singkil dan pimpinan partai politik yang berasal dari wilayah Kota Subulussalam, Camat Simpang Kin, Panitia Persiapan Pembentukan Pemerintah Kota Subulussalam serta masyarakat di wilayah Kota Subulussalam. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan faktor-faktor yang mendorong masyarakat dalam pembentukan Kota Subulussalam dan mendeskripsikan proses dan bentuk partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan Kota Subulussalam.
Dari hasil penelitian ditemukan tiga alasan yang menjadi pendorong masyarakat untuk memekarkan Kota Subutussalam yaitu Pertama, dimensi politik dalam pemekaran Kota Subulussalam didasarkan adanya latar belakang berupa kekecewaan masyarakat yang mengalami kekalahan dalam perebutan ibukota pada awal pembentukan Kabupaten Aceh Singkil dan adanya ketentuan peraturan perundangan yang membuka peluang untuk memekarkan daerah. Selanjutnya karena terdapat kesamaan secara sosial budaya di masyarakat dalam wilayah Kota Subulussalam dan adanya sejarah kejayaan masa lalu yang pemah dialami oleh masyarakat Kota Subulussalam. Kedua, dimensi administrasilteknis dalam pemekaran Kota Subulussalam yaitu karena luas wilayah Kabupaten Aceh Singkil yang sangat luas menyebabkan panjangnya rentang kendati pemerintahan dari Kecamatan-Kecamatan yang berada dalam wilayah Kota Subulussalam ke pusat Kabupaten sehingga menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan, disamping itu dengan wilayah yang Iuas menyebabkan pembangunan wilayah Kota Subulussalam belum optimal. Ketiga, dimensi kesenjangan wilayah dalam pemekaran Kota Subulussalam yaitu adanya potensi wilayah yang berupa letak yang sangat strategis dimana Kota Subulussalam merupakan pintu masuk yang menghubungkan Sumatera Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan Ietaknya yang strategis ini diharapkan dengan adanya status daerah yang Iebih tinggi akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dibandingkan masih bergabung dengan Kabupaten Aceh Singkil.
Dari hasil penelitian juga ditemukan partisipasi masyarakat dalam proses pemekaran Kota Subulussalam melalui kegiatan masyarakat dalam melakukan komunikasi politik yang menyebarluaskan berita-berita mengenai peluang untuk memekarkan Kota Subulussalam. Kemudian partisipasi masyarakat selanjutnya adalah dengan melakukan kegiatan membentuk kesepakatan bersama untuk membentuk pemekaran Kota Subutussalam melalui musyawarah yang diikuti oleh berbagai komponen masyarakat. Berikutnya masyarakat berpartisipasi melalui kegiatan membentuk panitia persiapan pembentukan Kota Subulussalam dimana elemen masyarakat yang terlibat sebagai anggota dalam kepanitiaan ini melakukan kegiatan pendekatan-pendekatan terhadap para pejabat politik dan pemerintahan. Bentuk masyarakat berpartisipasi dalam pembentukan Kota Subulussalam dengan memberikan sumbangan baik berupa uang, tanah, tenaga, jasa dan pemikiran serta dengan melakukan kegiatan memperindah wajah Kota Subulussalam dengan melakukan pengecatan dan pemasangan lampu hias di sepanjang jalan menuju Kota Subulussalam.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan terdapat kemauan politik yang lahir dari masyarakat dalam proses pembentukan Kota Subulussalam baik dalam bentuk pemikiran, keinginan dan harapan maupun dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumarsono Soemardjo
"Peran televisi dalam upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat sangat diharapkan karen media ini mampu menjangkau hingga ke pelosok-pelosok desa. penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui apakah materi/informasi pemilu yang didiseminasikan melalui televisi dapat di mengerti dan dapat menggungah partisipasi politik masyarakat dalam pemilu presiden 2014. penelitian kuantitatif yang dilaksankan dengan survei di desa landungsari, kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur dengan jumlah sampel sebanyak 101 responden ini menghasilkan temuan bahwa pesan-pesan pemilu yang disampaikan melalui televisi cukup dimengerti oleh responden. walaupun demikian, untuk dapat membangkitkan partisipasi politik masyarakat yang nyata dalam pemilu presiden 2014 masih diperlukan upaya peneguhan melalui komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh agen informasi yang ada di masyarakat"
Kementerian Komunikasi dan Informatika ,
384 JPPKI 5:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
"ABSTRAK
Pembangunan politik merupakan bagian daripada pembangunan nasional. Pembangunan Nasional adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan aspek pertahanan keamanan, dengan senantiasa harus merupakan perwujudan Wawasan Nusantara serta memperkukuh Ketahanan Nasional, yang diselenggarakan dengan membangun bidang-bidang pembangunan diselaraskan dengan sasaran jangka panjang yang ingin diwujudkan. Pembangunan Nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, sesuai dengan sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila.
Pembangunan Nasional diarahkan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir batin, termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tentram dan rasa keadilan serta terjaminnya kebebasan mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab bagi seluruh rakyat. Pembangunan Nasional menghendaki keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia, dan antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya, yaitu dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Selama Orde Baru berkuasa, pemerintah telah melaksanakan Pemilihan Umum sebanyak 6 kali mulai dari tahun:1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pada pemilu yang berlangsung secara berkala tersebut masingmasing organisasi politik peserta pemilu memperoleh dukungan pemilih yang bervariasi. Dukungan yang bervariasi itu tidak hanya karena pemilu itu diikuti
banyak partai, tetapi juga karena masing-masing organisasi politik mempunyai pendukung yang bermacammacam. masyarakat Indonesia yang majemuk dari segi sosial, budaya, ekonomi dan agama, menyebabkan anggotaanggota dapat menyampaikan aspirasi politiknya secara LUBER, JURDIL atau tidak sama sekali.
Kegiatan memilih pada Pemilihan Umum merupakan salah satu bentuk partisipasi politik masyarakat dalam hal penyaluran aspirasinya, yaitu melalui memilih atau tidak memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam lembaga legislatif.

"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T17717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>