Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197049 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fransisca Handy
"Anak jalanan adalah sebuah fenomena yang biasa dijumpai di kota-kota besar seperti Jakarta. Jumlah anak jalanan sulit untuk dipastikan, tapi diperkirakan di seluruh dunia terdapat tidak kurang dan 10.000.000 anak. Pada tahun 1999, Irwanto dkk mencatat sebanyak 10.000 anak di Jakarta masuk dalam kategori anak jalanan. Jumlah anak jalanan tersebut diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya populasi, urbanisasi dan kesulitan ekonomi masyarakat.
Anak jalanan secara umum menghadapi lingkungan dan risiko yang dapat menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan dan tumbuh kembang mereka. Secara umum mereka menghadapi risiko kecelakaan atau penyakit akibat bekerja dan berada di jalanan. Mereka juga berisiko kehilangan hak pendidikan, hak untuk bermain, mengalami perlakuan salah serta mengalami paparan terhadap berbagai perilaku sosial yang tidak baik. Perilaku ini di antaranya adalah kebiasaan merokok, penggunaan zat psikoaktif, melakukan hubungan seks dan sikap antisosial. Semua hal tersebut merupakan ancaman terhadap pencapaian tumbuh kembang optimal termasuk perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi anak dengan lingkungannya. Salah satu risiko anak jalanan yang paling banyak dibahas adalah tingginya kemungkinan mendapatkan perlakuan salah baik secara fisik, emosi maupun seksual. Friedrich dkk mengemukakan bahwa aktivitas seksual lebih banyak dilaporkan pada anak yang memiliki riwayat perlakuan salah secara seksual. Faktor biologis dan lingkungan adalah dua faktor yang berperan pada perkembangan dan perilaku seksual seorang anak yang dapat membawa dampak sampai usia dewasa. Lingkungan hidup di jalan bersifat kondusif bagi anak-anak untuk melakukan hubungan seksual di usia yang amat muda karena tidak ada hambatan normatif yang berarti dalam komunitas mereka untuk melakukan hubungan seksual. Kebiasaan lain seperti penggunaan zat psikoaktif dan merokok, yang juga banyak terdapat di kehidupan jalanan, dapat mempengaruhi fungsi kognitif, emosi dan perkembangan sosial anak yang akhimya dapat mendorong mereka pada perilaku seksual berisiko tinggi. Latar belakang keluarga yang bermasalah dan kehidupan jalanan yang keras juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan gangguan emosi dan perilaku yang mengarahkan mereka pada perilaku seksual risiko tinggi atau bahkan membuat mereka memilih untuk menjadi pekerja seks anak.
Perilaku seksual risiko tinggi (PSRT) adalah aktivitas seksual yang berisiko mengancam kesehatan seseorang akibat paparan terhadap berbagai penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Perilaku seksual risiko tinggi ini adalah hubungan seksual, baik genito-genital, oro-genital maupun ano-genital, yang dilakukan tanpa perlindungan (kondom) dan atau dilakukan dengan banyak pasangan (promiskuitas). Perilaku seksual risiko tinggi di antara anak dan remaja telah menjadi perhatian dunia dalam dekade terakhir karena makin maraknya penularan virus hepatitis B (VHB), virus hepatitis C (VHC), human immunodeficiency virus (HIV) dan berbagai penyakit menular seksual (PMS) Iainnya. Penyakit menular seksual dapat menyebabkan transmisi vertikal dan gangguan pada kehamilan di kemudian hari, infertilitas, penyakit keganasan serta dapat mempermudah terjadinya transmisi HIV." Kehamilan usia dini merupakan hal yang penting dan satu masalah tersendiri akibat adanya PSRT dengan dampak biopsikososial yang amat besar. lbu dengan usia yang terlalu muda berisiko tinggi terhadap rendahnya status kesehatan fisik dan jiwa, gagal dalam pencapaian pendidikan yang memadai dan ketergantungan hidup yang besar terhadap pihak lain; belum terhitung akibat yang terjadi jika ia melakukan aborsi yang tidak aman. Jika ia melahirkan, anak yang dilahirkan berisiko tinggi terhadap gagalnya pencapaian potensi tumbuh kembang yang optimal. Pada akhirnya hal ini akan memperburuk kemiskinan dan keterbelakangan yang telah ada dalam masyarakat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumarwati
"Penelitian ini membahas tentang perilaku seksual pranikah pada anak jalanan usia remaja serta faktor yang berhubungan dengannya. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional, jumlah sampel sebanyak 110 orang, dilakukan di wilayah binaan Yayasan Himmata periode Desember 2013. Analisa hubungan dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik model prediksi.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 33.6% anak jalanan yang berperilaku seksual pranikah berisiko. Hasil uji statistik bivariat menunjukkan ada hubungan bermakna pada variabel jenis kelamin, umur, pendidikan, tempat tinggal, status pekerjaan, pubertas, dan keterpaparan media pornografi.
Hasil uji statistik multivariat menunjukkan bahwa pubertas dan pengetahuan kesehatan reproduksi merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan perilaku seksual pranikah pada anak jalanan.
Hasil analisis didapatkan OR yang paling besar adalah pubertas, OR = 8.6 yang artinya pubertas berpengaruh sebesar 8.6 kali terhadap perilaku seksual pranikah pada anak jalanan.
Dari hasil penelitian ini diketahui adanya keterkaitan antara sepuluh variabel dengan perilaku seksual pranikah pada anak jalanan usia remaja.

This study investigated pre-marital sexual behavior and its associated factors among adolescent street children in Himmata Foundation with period of December 2013. A quantitative research using cross-sectional design was employed in this study. The participants were 110 adolescent street children living in Himmata Foundation. The chi square test and logistic regression prediction model was used for analyzing the data.
Data analysis revealed that there were 33.6 % of street children suffered from pre-marital sexual behavior. Factors associated with pre-marital sexual debut were assessed using bivariate and multivariate statistical test.
The results of bivariate statistical test showed significant correlation between gender, age, educational background, place of residence, employment status, puberty, and media exposure to pornography exposure among children.
The results of multivariate statistical tests described that the onset of puberty and reproductive health knowledge were the most dominant variable associated with pre-marital sexual behavior among the children. The largest OR of data analysis was puberty 8.6 which means the puberty was affected by 8.6 times against pre-marital sexual behavior among the respondents.
From this research we know the relation between the ten variables with premarital sexual behavior of adolescence street children.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54565
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Putriyani
"Penelitian ini tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah anak jalanan. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional. Sampel dari penelitian ini adalah anak jalanan umur 10 sampai 19 tahun yang berada di Yayasan Bina Insani Mandiri Depok sebanyak 144 responden dengan teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah snow balling. Analisa bivariat menggunakan uji chi square. Terdapat 23.6% anak jalanan memiliki perilaku seksual pranikah berisiko. Hasil uji statistik bivariat menunjukkan ada hubungan bermakna pada variabel umur, pengetahuan, dan keterpaparan media pornografi dengan perilaku seksual pranikah anak jalanan.

This study talk about of the factors associated with premarital sexual behavior of street children. This research is study quantitative by using cross sectional design. Samples from this study are street children aged 10-19 who are in the bina insani mandiri Depok foundation the many of 144 respondents with snow balling sampling techniques. Bivariate analysis using chi square test. There are 23,6 % of street children premarital sexual behavior is risk. Statistical analysis showed a significant relationship to the variables of age, knowledge, and pornographic media exposure with premarital sexual behavior of street children.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60600
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfathny Pertiwi
"Besarnya jumlah populasi remaja yang ada tentunya akan membawa konsekuensi pada berbagai masalah sosial dan kesehatan reproduksi remaja termasuk di dalamnya masalah perilaku seksual remaja. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku seksual pranikah dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah pada siswa SMKN X Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan disain studi cross-sectional dengan menggunakan data primer pada 158 remaja di SMKN X Tahun 2018.
Hasil menunjukkan bahwa proporsi perilaku seksual berisiko pada remaja SMKN X adalah 22,8 dengan jenis kelamin responden terbanyak yaitu laki-laki sebanyak 50.6, remaja berpengetahuan rendah sebanyak 76.6, remaja dengan sikap positif 58.2, remaja dengan orangtua bekerja sebanyak 84.2, remaja dengan uang saku cukup 50.6, remaja yang menganggap teman sebaya tidak berperan terhadap perilaku seksual sebanyak 51.3, dan remaja yang terpapar pornografi sebanyak 93.
Berdasarkan analisis bivariat, dapat diketahui dari faktor yang mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku seksual remaja adalah jenis kelamin laki-laki p Value= 0.045; PR= 2.36; 95 CI= 11.1-5.14, dan peranan teman sebaya p Value= 0.03; PR=3.62; 95 CI=3.62 1.6-8.1.

The large number of adolescent populations will certainly bring consequences on various social and reproductive health issues of adolescents including adolescent sexual behavior issues. This thesis aims to know the description of premarital sexual behavior and factors related to premarital sexual behavior in students of SMKN X Year 2018. This study used a cross sectional study design using primary data on 158 adolescents in SMKN X Year 2018.
The results show that the proportion of risky sexual behavior in adolescent SMKN X is 22,8 with the most respondent 39 s gender is male 50.6, respondents with low knowledge of 76.6, adolescent with positive attitude 58.2, adolescent with working parents 84.2, adolescent with enough pocket money 50.6, adolescents who consider peers do not contribute to sexual behavior as much as 51.3, and adolescents exposed to pornography as much as 93.
Based on bivariate analysis, it can be seen from factors that have significant relationship with teen sexual behavior is gender p Value 0.045, PR 2.36, 95 CI 11.1 5.14, and peer role p Value 0.03 PR 3.62 95 CI 3.62 1.6 8.1.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Dachlia
"Saat ini jumlah penduduk Asia Selatan dan Asia Tenggara yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sudah dua kali lipat lebih banyak dibanding jumlah HIV di sejumlah negara maju. Prevalensi dan cepatnya penularan infeksi HIV di negara kawasan Asia sangat bervariasi. Di beberapa negara seperti Korea dan Mongolia prevalensinya masib rendah. Sedangkan di beberapa negara seperti Kamboja, Myanmar, Thailand, dan India prevalensinya cukup tinggi dengan penyebaran yang berlangsung cepat. Di beberapa negara lainnya seperti Indonesia, Bangladesh, Nepal, dan Sri Lanka jumlah infeksi HIV yang dilaporkan hanya berdasarkan pemeriksaan yang amat terbatas.
Di Indonesia sampai dengan 31 Mei 2000 telah dilaporkan sebanyak 1.257 kasus (HIV+AIDS) oleh Depkes, terdiri dari 934 HIV positif dan 323 kasus AIDS. Dari semua kasus HIV positif, persentase kasus infeksi pada orang Indonesia mencapai 73,7 persen. Berdasarkan faktor risiko penularan, lewat jalur heteroseksual ditemukan sebesar 69,9 persen HIV positif dan 57,9 persen kasus AIDS. Akibat kontak homo/biseksual ditemukan sebesar 4,4 persen HIV positif dan 25,4 persen kasus AIDS. Sedangkan berdasarkan sebaran usia, sebagian besar kasus HIV positif dan AIDS terjadi pada kelompok usia 15-49 tahun, dengan puncaknya pada kelompok usia 20-29 tahun untuk kasus HIV positif (lihat jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia dalam lampiran I).
Walaupun jumlah kasus HIV dan AIDS berkembang cepat pada tahun-tahun terakhir, namun jumlah kasus yang dilaporkan tersebut jauh di bawah perkiraan angka prevalensi yang sebenarnya. Hal tersebut disebabkan sistem surveilans nasional untuk HIV/AIDS belum dilaksanakan secara maksimal (Iskandar et al., 1996). Beberapa orang memperkirakan bahwa kasus HIV/AIDS di Indonesia jauh lebih dari yang dilaporkan. Misainya Linnan (Djoerban, 1999), memperkiakan bahwa kasus HIV/AIDS di Indonesia tahun 2000 sekitar 2.500.000 kasus, jika tidak dilakukan intervensi sedangkan dengan intervensi terdapat sekitar 500.000 kasus. Kasen et at., (Djoerban, 1999), mengestimasi jumlah yang terinfeksi HIV tahun 2000 sekitar 750.000 kasus jika tidak ada intervensi. Estimasi lainnya memperlihatkan bahwa pada tahun 1996 diperkirakan sudah terdapat 95.000 orang atau sekitar 93 orang per 100.000 orang dewasa yang hidup dengan HIV. (Dore et al., 1998).
Kasus AIDS di Indonesia yang dilaporkan masih dalam jumlah kecil dibandingkan negara Asia lainnya seperti Thailand. Rasio antara kasus AIDS yang dilaporkan dengan estimasi jumlah orang yang hidup dengan HIV di Indonesia pada tahun 1995/1997 cukup kecil yaitu hanya 0,1 persen (Dore et at., 1998). Faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap terbatasnya penyebaran HIV di Indonesia adalah karena Indonesia berupa kepulauan, tidak seperti Kamboja, Vietnam, dan Thailand, yang merupakan satu daratan yang mudah berhubungan satu sama lain (Dore et al., 1998). Faktor lainnya yang berperan adalah rendahnya kegiatan seks per penjaja seks komersial (PSK) per hari di Indonesia dibandingkan dengan Thailand dan Kamboja, yaitu sekitar 7-14 pelanggan per minggu untuk Philipina dan Indonesia dan sekitar 18-33 pelanggan per minggu untuk PSK di Thailand dan Kamboja (Chin et.al., 1998).
Sebagian besar transmisi HIV di dunia saat ini melalui hubungan heteroseksual. Di Asia infeksi HIV muncul dan bergerak cepat pada kelompok umum dari kelompok yang beresiko seksual tinggi terinfeksi HIV. Kunci dari kecepatan penyebaran HIV kepada kelompok umum terjadi melalui perilaku seksual dan adanya kofaktor seperti PMS yang dapat mempercepat transmisi HIV (Way et al., 1999). Selain itu, prevalensi HIV juga ditentukan oleh faktor penting lainnya, yaitu besarnya proporsi pria dewasa yang secara teratur mengunjungi penjaja seks komersial di daerah tersebut (Dore et al., 1998)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T1408
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Akhir abad ke-20 dan awal abad ke-2l, masalah moralitas dan budi pekerti
menjadi keprihatinan dalam masyarakat kita. Realitas ini muncul dari berbagai kejadian
yang meresahkan masyarakat, apalagi kejadian itu berkaitan dengan masalah remaja,
sehingga kita patut bertanya bagaimana pendidikan moral yang selama ini diterapkan
dalam keluarga kita?
Kohlberg mengidentifikasi adanya enam tahap dalam perkembangan moral; dua
tahap dalam tiga tingkatan yang dibedakan: pra-konvensional, konvensional, dan pascakonvensional.
Tingkatan pra-konvensional, terdiri atas: tahap satu yang memiliki
orientasi huk:uman dan kepatuhan, dan tahap dua yang mempunyai orientasi relativis
instrumental. Tingkatan konvensional terdiri atas: tahap tiga yang berorientasi masuk
dalarn "anak baik" dan "anak manis", tahap empat yang berorientasi pada hukum dan
ketertiban. Sedangkan tingkatan pasca-konvensional yang memiliki ciri otonom dan
berprinsip terdiri atas: tahap lima yang berorientasi pada kontrak sosiat legalistis, dan
tahap enam orientasi pada azas etika universal. Pertumbuhan dalam pertimbangan moral
merupakan proses perkembangan, yang menyangkut perubahan struktur kognitif.
Pendidikan moral barns mempunyai tujuan untuk mencapai tahap pertimbangan moral
yang lebih tinggi. Mutu lingkungan merupakan hal yang penting bagi penyusunan
struktur moral yang barn. Tidak semua anak mengalami lingkungan yang
menguntungksn, yang karena berbagai alasan barus berpisah dengan orangtuanya sejak
kecil dan mereka harus menjadi penghuni penti asuban.
Berdasarkan penelitian ini, pada umumnya remaja yang tinggal di panti asuban
SOS Desa Taruna Jakarta memiliki tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan
perkembangan usianya, yaitu pada usia 16 sampai 20 tahun seseorang bergerak dalam
empat tahap perkembangan moral. Tahap penirnbangan moral mereka sesuai dengan
perilaku berdasarkan penilaian pengasuhnya. Namun, kesimpulan tersebut kurang
menunjukkan kesesuaian dengan perilaku partisipan yang ditunjukkan dari pengakuan
mereka sendiri. Penelitian ini roenunjukkan bahwa 83 % partisipan pernah melakukan
pencurian, 69% membolos, 42% melihat film porno, 35% merokok, 21% tawuran, dan
9,5 % pernah melakukan hubungan seksual. Jadi 1 tidak selalu ada hubungan antar apa
yang dipikirkan dan dikatakan oleh partisipan tentang moral dengan perilakunya.
Dalam konteks pendidikan moral, hukuman menunjukkan ketidakerektifunnya,
karena justru membuat akibat negatif yang dialami anak. Ketika remaja bersalah, harapan
partisipan pada pengasuhnya adalah berkomunikasi, berdialog, dan menasebati.
Demikian juga pengasuh mempunyai idealisme dalam mendidik anak yang terbaik yaitu
dengan melakukan dialog dan komunikasi. Jadi, terdapat kesesuaian harapan antara anak
asuh dan pengasuh dalam konteks pendidikan moral Kedisiplinan menurut partisipan
masih perlu ditingkatkan, yaitu dengan membuat peraturan yang lebih ketat, tetapi tidak
dengan rnenggunakan hukuman keras (fisik}
Maka dalam pendidikan moral, dialog dan komunikasi antara anak dan orang tua
pada umumnya, menjadi sarana yang diharapkan oleh kedua belah piilak, dan diharapkan
dapat membuat suatu perilaku yang diharapkan.
Keterbatasan penelitian ini adalah hanya melibatkan satu panti asuhan. Banyak
masalah yang dapat diperbandingkan, diperluas dan didalami, sehingga akan menjawab
permasalahan yang muncul setelah membaca tulisan ini."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuyun Rani
"Masa remaja adalah periode yang paling rawan dalam kehidupan seorang manusia, dimana pada masa ini individu berada dalam masa transisi antara masa anak-anak dengan masa orang dewasa. Meningkatnya masalah seksualitas remaja seksual remaja berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan remaja itu sendiri. Pada masa remaja karena hormon-hormon seksual sudah berfungsi secara aktif Hal ini menyebabkan secara alamiah remaja mengalami dorongan seksual yang diekspresikan dalam bentuk perilaku seksual.
Perilaku seksual remaja tentulah sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan, mulai dari lingkungan keluarga, kelompok sebaya, sampai dengan media massa, semuanya dapat memiliki peran sebagai sumber informasi bagi remaja. Bila remaja tidak dapat menyeleksi berbagai pengaruh informasi yang kini semakin mudah di akses, akan dapat memancing remaja untuk mengadopsi kebiasaan-kebiasaan yang tidak sehat seperti merokok, minum alkohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang. Pada akhimya secara akumulatif kebiasaan tersebut mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada perilaku seksual berisiko.
Tujuan dan penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang faktor -faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja siswa kelas 2 SMUN di kota Bogor. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya pada keluarga, serta kelembagaan dari masyarakat, untuk membina kesehatan reproduksi khususnya perilaku seksual pra nikah.
Jenis penelitian kuntitatif dengan pendekatan cross sectional, populasinya adalah siswa kelas 2 Sekolah Menengah Umum Negeri kota Bogor dengan jumlah sampel 476 siswa. Pengolahan data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dengan uji Chi-Square dan multivariat dengan uji regresi logistik.
Hasil analisis bivariat yang mempunyai hubungan bermakna adalah jenis kelamin, pengetahuan kesehatan reproduksi, ketaatan beragama dan media pornografi. Sedangkan hasil analisis multivariat menunjukkan variabel pengetahuan sebagai variabel yang paling dominan berhubungan dengan perilaku seksual.
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan program pendidikan seks atau reproduksi sehat perlu diberikan dikalangan remaja baik di sekolah maupun di luar sekolah, untuk mendapatkan persepsi yang benar mengenai seks dan seksualitas. Perlu adanya pemahaman agama yang mendalam untuk pengendalian perilaku yang negatif. Selain itu, perlu meningkatkan penyuluhan kesehatan reproduksi melalui orang tua siswa dan peer group agar informasi kesehatan reproduksi menjadi lebih efektif dan tidak terjadi kesalahan dalam persepsi tentang kesehatan reproduksi.

Adolescent period is the most critical period in human life span, a transition from childhood to adult period. The increase of sexual problem among adolescent related to the growth and development of the adolescent period where sexual hormones has actively functioned. This will naturally increase sexual drive among adolescent which is expressed in various sexual activities.
Adolescent sexual behavior is greatly influenced by social environment including family, peer group, and mass media, all play important roles as source of sexual information for adolescent. Without proper filtration, adolescent could easily trapped to adopt unhealthy behavior such as smoking, alcoholic drinking, and drug abuse. These behaviors will cumulatively accelerate the beginning of sexual activity and could lead to risky sexual behavior.
The aim of this study is to obtain information o factors related to sexual behavior among Grade 2 high school student in Bogor city. It is expected that this study could provide relevant information to public, family, and community organization, as to improve the reproductive health aspect of adolescent, particularly pre marital sexual behavior.
This study is a quantitative one with cross sectional design. The population is Grade 2 students of state high schools in Bogor city with sample of 476 students. Data was analyzed using univariate, bivariate using chi square, and multivariate using logistic regression.
The bivariate analysis showed that gender, knowledge on reproductive health, religious piousness, and pornographic media have significant relationship to sexual behavior. The multivariate analysis showed that knowledge is the most dominant variable related to sexual behavior where better knowledge related to heavier sexual activity.
It is suggested to evaluate the on-going sexual and reproductive education among adolescent as to refine the perception on sexuality and its relevant aspect. There is a need to emphasis the religious understanding and activity as to prevent negative unhealthy sexual behavior. There is also a need to improve the effectiveness of reproductive health education and extension through parents and peer group approach to avoid misperception about reproductive health.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12635
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Topo Santoso
"Masalah tawuran pelajar yang sering terjadi di Jakarta sangat panting untuk diketahui penyebabnya serta cara-cara penanggulangannya. Upaya yang dilakukan dalam menghadapi kasus-kasus tawuran pelajar antara lain dengan tindakan pencegahan, pengawasan dan tindakan. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana penyelesaian kasus tawuran pelajar di Jakarta, dari sudut pandang pelajar, guru-guru dan penegak hukum.
Pertanyaan utama yang hendak dijawab adalah bagaimana penyelesaian kasus tawuran pelajar melalui sistem peradilan pidana serta dampaknya dan bagaimana penyelesaian kasus tawuran pelajar melalui cara atau alternatif lain di luar sistem peradilan pidana. Dari hasil penelitian didapati bahwa penyelesaian melalui sistem peradilan pidana, misalnya oleh kepolisian atau pengadilan masih menjadi cara yang diterima, terutama dilakukan terhadap siswa yang keterlibatannya dalam tawuran sudah berat, seperti menganiaya atau membunuh. Namun demikian. terungkap juga bahwa penanganan melalui sistem ini harus pula hati-hati dan tetap memperhatikan kepentingan serta masa depan pelajar yang terlibat itu.
Penelitian ini juga mengungkap bahwa sebenarnya upaya preventif lebih dikehendaki. Peran serta berupa perhatian, pengawasan, dan kasih sayang dari orang tua, guru-guru, masyarakat serta pemerintah sangat besar perannya dalam mencegah tawuran pelajar. Di samping itu, penyediaan berbagai sarana penunjang, kegiatan ekstra kurikuler, peningkatan bimbingan agama, serta komunikasi antar sekolah juga perlu ditingkatkan dalam mencegah tawuran pelajar."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Regina Yolandasari
"Kecenderungan untuk menyalahkan korban perkosaan sebagai penyebab terjadinya perkosaan merupakan suatu hambatan besar bagi mereka untuk memperoleh keadilan. Rape myth acceptance, sebagai faktor mendasar yang memungkinkan kecenderungan tersebut tumbuh, dapat membuat pihak berwajib kehilangan objektivitasnya ketika menghadapi kasus, dan membuat dukungan orangtua terhadap anak yang menjadi korban berkurang. Dengan menggunakan nonequivalent group design, studi ini berusaha mencari tahu apakah terdapat perbedaan rape myth acceptance antara kelompok orangtua yang memiliki anak perempuan berusia dewasa muda dengan penyidik unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di Jakarta dan sekitarnya. Sebanyak 34 orang dari masing-masing kelompok partisipan tersebut diminta mengisi alat ukur yang merupakan adaptasi dari Illinois Rape Myth Acceptance Scale (IRMAS). Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rape myth acceptance yang signifikan antara kedua kelompok (t= -1,439, p>0,05). Temuan ini mengindikasikan bahwa intervensi sikap terhadap perkosaan, korban, dan pelakunya perlu dilakukan untuk mengurangi tingkat rape myth acceptance baik pada orangtua maupun polisi. Jika tidak, korban perkosaan akan lebih sulit melaporkan kasusnya dan memperoleh keadilan hukum untuk tindak perkosaan yang menimpanya.

The tendency to blame rape victims as the cause of the rape itself is a big obstacle that prevent them to experience justice. Acceptance of rape myths, as the underlying factor that enable the tendency to grow, can make the authority to lose his objectivity in dealing with the case, and parents to be less supportive toward their victim daughter. Using the nonequivalent group design, this study is intended to find out if there is a difference in rape myth acceptance between parents of young adulthood daughter and police in women and children service unit (PPA) in Jakarta and the surrounding areas. As many as 34 subjects for each group were asked to fill the adaptation of Illinois Rape Myth Acceptance Scale (IRMAS). Results show that there is no significance difference in the rape myth acceptance between the two groups (t= -1,439, p>0,05). This finding suggests that an intervention should be made to decrease the rape myth acceptance in both parents and police officers. Otherwise, rape victims may find it difficult to report their cases and also can not experience justice."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwi Winarti
"Studi tentang pertumbuhan fisik telah menunjukkan bahwa pertumbuhan anak usia 13 -15 tahun merupakan pertumbuhan fisik yang cepat. Pada anak perempuan, hal tersebut berhubungan dengan kematangan seksual yang merupakan ciri-ciri pubertas, ditandai haid pertama dan berkaitan dengan keadaan gizi dan psikhisnya. Studi pengantar di Tanjungsari mengenai kematangan seksual, ditemukan data Cohort WHO, dari 3500 anak terdapat 1550 anak perempuan dengan tiugkat maturasi seksual 28 anak (1,8%). Usia menarchenya 12 tahun, dan ditemukan 11 responden (0,70 %) atau (39,28%) dad data kematangan seksual, telah menikah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dan faktor apa yang dominan berhubungan dengan kematangan seksual. Desain penelitian merupakan survey dengan pendekatan Cross Sectional, lokasi di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang Jawa Barat, dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juni tahun 2003.
Jumlah sampel 150 anak perempuan usia 13 sampai 15 tahun. Vaniabel babas yang diduga berhubungan idalah Indeks Masa Tubuh, Status anemia, Kadar lemak tubuh, Perilaku sosial, Umur, Pendidikan, Pendidikan Ayah, Pendapatan Orangtua dan Kebiasaan keluarga.
Data merupakan data primer yang dikumpulkan dari anak perempuan dengan menghitung Indeks Masa Tubuh dari pengukuran berat badan dalam kilogram dibagi ukuran tinggi badan dalam meter kuadrat dan Status Anemia. Ban pengambilan sampel darah anak kemudian dianalisa hasilnya dalam ukuran gram %.
Prosentase lemak tubuh, dilakukan setelah diketahui ukuran tinggi badan, berat badan, umur dan jenis kelaniin,masukkan dalam BIA, hasilnya berupa prosentase. Data kematangan seksual diperoleh dari pemeriksaan fisik tanda kematangan seksual sekunder, sedangkan data mengenai perilaku sosial, umur, pendidikan, pendidikan ayah, pendapatan orangtua, serta kebiasaan keluarga diperoleh melalui kuesioner.
Pengolahan data dilakukan manual, dan bantuan komputer, data yang terkumpul dimasukan pada program. Hasil analisa Univariat dari 150 Responder, melalui pengukuran Indeks Masa Tubuh, diperoleh status gizi kurang sebanyak 35 responden (23,3%), 15 responden (10%) mengalami Anemia, melalui lemak tubuh didapatkan data Gizi kurang 78 responden (52,0%). Sebanyak 33 responden (22,0%) mengalami kematangan seksual lambat, 117 responden (78,0 %) mengalami kematangan seksual cepat.
Hasil analisa Bivariat menggunakan Chi-Square ditemukan 2 variabel yang berhubungan dengan kematangan seksual yaitu Lemak tubuh dengan p value = 0,005, dan kebiasaan keluarga p value = 0,004. Faktor-faktor lainnya yaitu, Indeks Masa Tubuh, Status Anemia, umur, Sikap perilaku sosial, pendidikan anak, pendidikan ayah dan pendapatan orangtua tidak berhubungan dengan kematangan seksual. Analisa multivariat yang mempunyai p value terkecil adalah kebiasaan keluarga dengan p Value = 0,004, dan ini merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kematangan seksual secara bermakna.
Sebagai saran, Puskesmas dan Instansi pusat terkait perlu meningkatkan program pelayanan kesehatan reproduksi remaja di daerah ini. Untuk peminat dan peneliti lain perlu meneliti lebih lanjut mengenai masalah reproduksi remaja, terutama bila anak akan menghadapi masa berkeluarga.

A study about physical growth has found that the children's growth spurt is occur at the age of 13 to 15 year old. On a girl, this episode is related to her sexual maturity, which usually called as puberty. It is usually characterized by the onset of menarche, her first menstruation, and related to her state of nutrition and of psychology. An introductory study at Tanjungsari on sexual maturity, using WHO's cohort data, has found that among 3,500 children there are 1,550 girls. And among those girls there were 28 (1.8%) girls who already have their sexual maturation, with details information that their age of menarche are 12 years old, and found that 11 of them (39.28%) were married.
Study will be carried out, and have a purpose on finding out what factors related and which factor that have a greatest role in determining the sexual maturity. The design of the study is a survey with a cross-sectional approach, will be held in Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang,West Java, on April to June 2003.
The number of the sample is 150 young girls with have an age range. between 13 to 15 years old. The independent variables assumed to have relationship with sexual maturity are: body mass index, the state of anemia, percentage of body fat, social behavior, age, education, father's education, parent's income and family's customs.
A primary data will be collected from young girls by calculating the body mass index, which measured the body weight in kilograms divided by the height in Meter Square and the state of anemia is also observed by examining the blood sample and analyzed those samples to obtain the measurement for the state of anemia in gram-percent. The percentage of body fat can be calculated after data on height, weight, age and sex have been accomplished to Hand Bio Electric Impedance Analyzer. Meanwhile, data on sexual maturity were obtained from performing the physical examination on secondary sexual maturity signs, and data on social behavior, age, education, parents' education and income, and family customs are gathered using a questionnaire.
Data were being organized manually, followed by using the computer when data are being entered to a statistical program. From the univariate analysis upon 150 respondents, it can be known from calculation on body mass index that 35 respondents or 23.3% have a poor nutrition status and 15 respondents or 10% have anemia. From the percent of body fat, it has found that respondents with mild of poor nutrition state are 78 people (52,0%). Severe poor of nutrition state are 33 respondents (22%). As little as 33 girls (22,0%) have found in the state of late (slow) sexual maturity, 117 girls (78,0%) are in the state of fast sexual maturity.
Result from bivariate analysis, using chi-square, has found that2 variables are related to the sexual maturity, which are: percentage of body fat with p-value 0.05;, and family customs (p-value 0.004). Other factors that are: Body Mass Index, anemia, age, social attitude and behavior, education, father's education and family income, are not related with sexual maturity. When those variables are analyzed by multivariate analysis, it is found that variable which has the least p-value is family customs (p-value 0.004). This represent that family customs is significantly to be the most dominant factor related to sexual maturity. Based on those findings, it is suggested that Community Health Center (Puskesmas) and other central institution should be concern to the problem of health reproduction on a young girls, and should evaluate every matters related to adolescent in this region. For the other researchers it is suggested to explore a research on other issues on Adolescent Health reproduction, especially to those girls who will be engaged in a marriage in a little while.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>