Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59747 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Perkembangan permasalahan di masyarakat telah membawa pengaruh pada konflik pertanahan yaitu sekedar bverdimensi hukum menjadi juga berdimensi ekonomi, politik, sosial dan pertahana keamanan. Pertanyaan yang diajukan penulis artikel ini adalah masalah relevankah UUPA? Menurut penulis, UUPA secara substansi masih tetap relevan. Namun demikian pemerintah perlu mengadakan peraturan pelaksanaan dari pasal-pasal UUPA yang menghendakinya agar dapat memnuhi kebutuhan praktik hukum pertanahan."
Hukum dan Pembangunan, XXVIII (4) Juli Agustus 1998: 262-280, 1998
HUPE-XXVIII-4-JulAgus1998-262
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fisko
"Indonesia menganut paham perlunya peranan negara (state intervention) dalam mengelola sumber daya tanah, seperti yang diamanatkan dalam UUD 45, dan dijabarkan lebih lanjut dalam UUPA. Peranan negara dalam mengelola sumber daya tanah tersebut bertujuan untuk mewujudkan tanah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan orientasinya adalah tercapainya akses yang adil dalam perolehan dan pemanfaatan tanah. Peranan negara tersebut dilaksanakan lewat serangkaian kebijakan pertanahan (land policy).
Penelitian ini mengkaji tentang dampak kebijakan pertanahan tahun 1955-1998 bagi masyarakat. Tujuan penelitiannya adalah (1) menggambarkan kebijakan pertanahan mengenai penguasaan pemilikan tanah, tata guna tanah, hak atas tanah, dan pendaftaran tanah, (2) mengetahui implikasi-implikasi kebijakan pertanahan akibat arah (preferensi) pembangunan ekonomi pada pencapaian pertumbuhan yang tinggi, dan (3) memberikan rekomendasi kebijakan pertanahan di masa mendatang. Penelitian ini termasuk ke dalam metode deskriptif. Teknik pengumpulan data adalah studi dokumenter, yang diperoleh melalui literatur/ pustaka, hasil-hasil penelitian terkait dan dokumen-dokumen. Sedangkan analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan mengenai hak atas tanah dan pendaftaran tanah lebih berjalan dan lebih dominan dibandingkan kebijakan mengenai penguasaan pemilikan tanah dan tata guna tanah. Instansi penyelenggara pertanahan (Badan Pertanahan Nasional) lebih banyak berperan sebagai administrator (pelayanan) pertanahan dibandingkan sebagai regulator (pengaturan) pertanahan.
Implikasi-implikasi kebijakan pertanahan akibat arah (preferensi) pembangunan ekonomi pada pencapaian pertumbuhan yang tinggi, ternyata menghasilkan kebijakan pertanahan yang tidak menciptakan kondisi pareto efisien yang menuju fungsi kesejahteraan rakyat, yang terjadi justru eksternalitas negatif. Hal ini dikarenakan kebijakan pertanahan tidak sepenuhnya melaksanakan UUPA.
Rekomendasi kebijakan pertanahan di masa mendatang harus diarahkan untuk sepenuhnya melaksanakan UUPA, yang berarti keseimbangan diantara kebijakan mengenai penguasaan pemilikan tanah, tata guna tanah, hak atas tanah, dan pendaftaran tanah. Kebijakan mengenai penguasaan pemilikan tanah dilaksanakan untuk menata struktur penguasaan pemilikan tanah yang telah terlanjur timpang di masyarakat. Kebijakan mengenai tata guna tanah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek penguasaan pemilikan tanah dan aspek hak atas tanah. Kebijakan mengenai hak atas tanah dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Kebijakan mengenai pendaftaran tanah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek tata guna tanah.
Pelaksanaan otonomi di bidang pertanahan merupakan suatu yang harus dilaksanakan. Namun perlu kehati-hatian, jangan sampai kesalahan kebijakan pertanahan di masa lalu terulang kembali di daerah. Dalam pelaksanaan otonomi di bidang pertanahan, instansi penyelenggara pertanahan (BPN) seharusnya dapat berperan sebagai agen perubahan (agent of change)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15331
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Frans Reumi
"Masalah pertanahan merupakan masalah yang kompleks. Salah satu sumber masalahnya adalah adanya ketidakpastian hukum yang mengatur pertanahan. Hal tersebut mengakibatkan tidak tercapainya maksud Pasal 33 UUD 1945 yang menghendaki penguasaan negara atas tanah dikuasai oleh negara bagi sebesar besar kemakmuran rakyat. Menganalisis permasalahan tersebut tulisan ini menggunakan pendekatan pluralisme hukum sebagai pisau analisis yaitu antara hukum negara dan folk law dengan mengambil contoh masalah pertanahan di Papua khusunya di Kabupaten Mimika Papua. Ternyata permasalahan tanah di Indonesia tidak lepas dari ragamnya hukum yang berlaku, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan menambah rumitnya penyelesaian masalah tanah di Indonesia."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 009 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Safik
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T23030
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, B.F.
Jakarta: Toko Gunung Agung, 2004
346.04 SIH e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1990
S25371
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Era Jayanti
"[ABSTRAK
Pendaftaran tanah bertujuan untuk mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap pemilik hak atas tanah. Dalam masyarakat Indonesia saat ini masih banyak terdapat tanah-tanah yang belum terdaftar karena kurangnya kesadaran pemilik tanah untuk mendaftarkan tanahnya. Hal ini yang seringkali menyebabkan terjadi pemalsuan dokumen kepemilikan tanah. Tanpa sepengetahuan pemilik tanah yang asli, tanahnya telah dijual kepada pihak lain dan pembeli juga sulit untuk mengetahui siapa pemilik tanah yang sebenarnya. Permasalahanya adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap pemilik tanah yang belum bersertipikat dalam hal terjadi pemalsuan dokumen oleh pihak lain menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 2011 dan perlindungan hukum terhadap pihak ketiga yang mendapatkan tanah karena jual beli dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: 3/Pct/BPN RI/2013. Hasil analisis Penulis mengenai Perlindungan hukum terhadap pemilik tanah sebagai pemegang girik dalam hal terjadi pemalsuan yang diberikan Perkaban 3/2011 adalah melalui Pasal 64, 65 dan 80. Pasal 64 dan 65 Perkaban 3/2011 mengatur pemilik tanah sebagai pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan untuk melakukan perbuatan hukum administrasi pertanahan, sedangkan perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pihak ketiga yang mendapatkan tanah karena jual beli adalah dengan pembatalan sertipikat dilakukan hanya pada sertipikat yang menjadi obyek sengketa saja, tidak membatalkan seluruh sertipikat yang diterbitkan dalam satu Surat Keputusan. Pembatalan sertipikat hak atas tanah tidak dapat didasarkan pada putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam melakukan pembatalan, Badan Pertanahan Nasional harus memperhatikan tahapan-tahapan yang telah ditentukan dalam Pasal 70 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011.

ABSTRACT
Land registration aims to obtain legal certainty and legal protection for land owners. In Indonesian society today there are still many lands that have not been registered because of a lack of awareness of landowners to register their land. This is often caused land ownership document forgery. Without the knowledge of the original owner of the land, the land has been sold to other parties and buyers are also hard to know who the actual owners of the land. The issue is how the legal protection of landowners who have been certificated in case of falsification of documents by other parties according to the Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 of 2011 and the legal protection of third parties are gaining ground because of sale and purchase with the issuance of the Surat Keputusan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No: 3 / Pct / BPN RI / 2013. The author analyzes the results of the legal protection to land owners as holders in the event of forgery girik given Perkaban 3/2011 is through Pasal 64, 65 and 80. Pasal 64 and 65 Perkaban 3/2011 regulate landowners as the injured party can apply to land administration legal actions, whereas the legal protection can be given to third parties are gaining ground because the purchase is the cancellation of the certificate is performed only on the disputed certificate course, does not invalidate the entire certificate issued in the Decree. Cancellation of certificate of land rights can not be based on criminal decisions that have permanent legal force. In doing cancellation, the National Land Agency should pay attention to the stages that have been specified in Pasal 70 of Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Number 3 of 2011., Land registration aims to obtain legal certainty and legal protection for land
owners. In Indonesian society today there are still many lands that have not been
registered because of a lack of awareness of landowners to register their land.
This is often caused land ownership document forgery. Without the knowledge of
the original owner of the land, the land has been sold to other parties and buyers
are also hard to know who the actual owners of the land. The issue is how the
legal protection of landowners who have been certificated in case of falsification
of documents by other parties according to the Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 3 of 2011 and the legal protection of third parties are
gaining ground because of sale and purchase with the issuance of the Surat
Keputusan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No: 3 / Pct /
BPN RI / 2013. The author analyzes the results of the legal protection to land
owners as holders in the event of forgery girik given Perkaban 3/2011 is through
Pasal 64, 65 and 80. Pasal 64 and 65 Perkaban 3/2011 regulate landowners as
the injured party can apply to land administration legal actions, whereas the legal
protection can be given to third parties are gaining ground because the purchase
is the cancellation of the certificate is performed only on the disputed certificate
course, does not invalidate the entire certificate issued in the Decree.
Cancellation of certificate of land rights can not be based on criminal decisions
that have permanent legal force. In doing cancellation, the National Land Agency
should pay attention to the stages that have been specified in Pasal 70 of
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Number 3 of 2011.]"
2015
T44719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suparjo
"ABSTRAK
Pengusaha kecil dan menengah memiliki karakteristik kemandirian dan daya tahan alami dalam menjalankan usahanya. Meskipun demikian menyongsong era perdagangan bebas mulai tahun 2010 mendatang perlu pemikiran yang komperehensif terhadap upaya-upaya yang mendukung pengembangan mereka. Peranan pemerintah dalam menetapkan kebijakan ekonomi termasuk dalam pengembangan pengusaha kecil dan menengah sejalan dengan teori Terence Daintith lebih mendekati pengertian "State intervention in the economy? daripada "economic polio". Teori Daintith tersebut dapat menarik substansi permasalahan peranan hukum dan kebijakan pertanahan nasional dalam pengembangan pengusaha kecil dan menengah. Menurut hemat kami intervensi pemerintah tersebut masih tercakup pengertian kebijakan dalam arti yang lebih luas. Intervensi tersebut dilakukan melalui peraturan dan kebijakan pertanahan sejak tahun 1960 hingga tahun 1999 telah banyak dikeluarkan pemerintah. Mulai dengan tahap awal berlakunya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dikenal dengan UUPA dan Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960, tentang Penetapan Batas Penguasaan Maksimum tanah Pertanian yang dikenal dengan Undang-Undang Land Reform. Pada perkembangan kebijakan hukum pertanahan di tanah air kita selanjutnya ternyata ada sekian banyak peraturan dan kebijakan yang memiliki kaitan dengan pengembangan pengusaha kecil dan menengah. Lingkup pengaturan yang dilakukan meliputi pengaturan pemilikkan, penguasaan tanah, penggunaan tanah sebagai agunan kredit, kemudahan dan keringanan perpajakan bagi golongan ekonomi lemah. Hal itu sejalan dengan tujuan land reform yang ke lima, yaitu untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong royong dalam bentuk koperasi dan bentuk gotong royong lainnya, untuk mencapai kesejahteraan yang merata dan adil, disertai dengan sistem perkreditan yang khusus ditujukan kepada golongan tani. Dari ketentuan tersebut dapat pula dikatakan bahwa kebijakan pertanahan merupakan salah satu infrastruktur bagi pengembangan ekonomi dan tentu saja termasuk pengembangan pengusaha kecil dan menengah. Intervensi pemerintah melalui kebijakan dan peraturan hukum bagi pengusaha kecil dan menengah memang merupakan kewajiban konstitusional sebagaimana dikatakan oleh Thomas Robert Malthus, dan pada kenyataanya golongan ini mampu bertahan dan relatif tidak terkena dampak krisis ekonomi yang telah melanda tanah air kita sejak pertengahan 1997 yang lalu hingga saat ini merupakan alasan pembenar lainnya."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>