Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150925 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bakhrizal
"Filariasis masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena tingginya angka Mikrofilaria Rate (MFR) yaitu 3,1%, sementara WHO menetapkan angka MFR yang dapat memutus mata rantai penularan filariasis adalah <1%. Di Nagari Tiku V Jorong Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam angka MFR nya 9,8%. Filariasis dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor risiko salah satunya adalah kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari. Oleh karena itu peneliti ingin mencari hubungan kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari dengan kejadian filariasis.
Desain penelitian adalah kasus kontrol dimana kasus adalah penduduk yang berumur lebih dari 6 tahun yang telah diperiksa darah jarinya dengan hasil mikrofilaria positif dan ditambah dengan penderita filariasis kronis, sedangkan kontrol adalah penduduk yang berumur lebih dari 6 tahun yang telah diperiksa darah jarinya dengan hasil mikrofilaria negatif dan tidak dijumpai gejala klinis filariasis. Kasus berjumlah 33 orang sementara kontrol 111 orang. Data dikumpulkan melalui wawancara terstruktur dan observasi lansung kelapangan.
Hasil akhir penelitian ini mendapatkan model interaksi antara variabel keluar rumah pada malam hari dengan variabel pengetahuan, dimana keluar rumah pada malam hari mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian filariasis. Nilai p = 0,000 dan nilai OR nya 45,50 (95% CI 11,85-174,66) pada responden yang berpengetahuan tinggi dan OR 0,76 (95% CI 0,71-8,12) pada responden yang berpengetahuan rendah serta tidak ditemukan variabel yang merupakan konfonding terhadap variabel utama.
Simpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan bermakna antara keluar rumah pada malam hari dengan kejadian filariasis dimana responden yang berpengetahuan tinggi mempunyai risiko berada di luar rumah pada malam hari terhadap kejadian filariasis sebesar 45,5 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak keluar rumah malam hari, sementara itu responden yang berpengetahuan rendah berisiko berada diluar rumah pada malam hari terhadap kejadian filariasis hanya sebesar 0,76 kali dibanding orang yang tidak keluar rumah pada malam hari.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada Penduduk Nagari Tiku Lima Jorong Kecamatan Tanjung Mutiara diharapkan untuk dapat mengurangi aktivitas diluar rumah pada malam hari terutama saat larut malam tanpa menggunakan pelindung diri dari gigitan nyamuk, dan kepada Pemerintahan Daerah Kabupaten Agam melaluai Dinas Kesehatan agar melakukan penyuluhan tentang bahaya keluar rumah pada malam hari terhadap kejadian filariasis.

Filariasis is still a health problem in Indonesia, because the rate of Microfilaria Rate (MFR) is high, i.e. 3.1%, while WHO acknowledged that in order to disconnect the filariasis transmission chain, the rate of MFR should lower than 1%. The MFR on Nagari Tiku V Jorong of Tanjung Mutiara sub-district at the district of Again is 9.8%, a very high feature. One of risk factors for the occurrence of filariasis is that the habit of being outside of the house during the night. Therefore, it's important to find out how the correlation between the customs on being outside the house during the night and the occurrence of filariasis.
The design of the study is case-control. The case is people with age more than six years old that have filariasis positive upon her/his blood finger lab examination, and people having chronic filariasis. The control is people with age more than six years that have filariasis negative result on the examination of blood finger and have no clinical symptom on filariasis. The number cases found are 33 people, and controls are 111 people. Data gathered through structured interview and direct observation in the field.
The result of the study is producing an interaction model of the variable on being outside of the house during the night and variable of knowledge, which the first variable mention is being have significant relationship with the occurrence of filariasis. P value at 0.000 and the OR at 45.50 (95% CI 11.85 - 174.66) for respondents with high level of knowledge and the OR at 0.76 (95% CI 0.71 - 8.12) for respondents with low level of knowledge, and there are no variables to be confounding towards main variable.
The conclusion of the study: there is a significant correlation between being outside the house at night and filariasis occurrence. Respondents with high level of knowledge who prefer to be outside of the house at night has a risk 45.5 times more to get filariasis than those who not to be outside of the house at night. While respondents with low level of knowledge who prefer to be outside of the house at night has only risk 0.76 times more to get filariasis than those who not to be outside of the house at night.
Refer to the study results, it is suggested to the community of Nagari Tiku Lima Jorong of Tanjung Mutiara sub-district for reducing the outside of the house activities during the night, particularly without any protection from being bitten by the mosquitoes. To the district authority of Again through its health authority office (Dinkel), it is suggested to carry out mass education (penyuluhan) about the risk of being outside the house in the night towards the occurrence of filariasis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penyakit filariasis (kaki gajah) adalah penyakit menular bersifat menahun (kronis) yang disebabkan oleh infestasi satu atau dua cacing jenis Filaria golongan nematoda jaringan (cacing gelang) dari jenis keluarga Filariaordea yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk yang mengandung parasit Filaria (mikrofilaria) dan nyamuk sebagai vektornya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran perilaku pencegahan penyakit Filariasis dan menganalisis hubungan perilaku pencegahan penyakit Filariasis di Desa Bantarkalong, kecamatan Cipatujah, kabupaten Tasikmalaya. Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian survei dan pendekatan studi cross-sectional, sampel yang diambil sebanyak 59 ornag dari jumlah pemeriksaan SDJ sebanyak 417 orang. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung. Uji hubungan digunakan Chi-Square dan dilakukan perhitungan Odds ratio. Hasil analisis proporsi kejadian Filariasis lebih tinggi pada responden dengan kategori pengetahuan kurang baik. Disarankan kepada Puskesmas untuk lebih meningkatkan kegiatan penyuluhan agar masyarakat sadar terhadap pentingnya upaya pencegahan terhadap penyakit Filariasis. "
JUKEKOI 7 : 2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Hidayat
"Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah penting di Indonesia, terutama dalam mencapai tujuan Indonesia Bebas Malaria tahun 2030 melalui program gerakan berantas kembali malaria. Prevalensi malaria di Indonesia masih cukup tinggi, 2,9% dari total penduduk Indonesia. Sedangkan di Provinsi Kepulauan Riau, prevalensinya 1,4% dan di Kota Batam 1,1%. Adanya tempat perindukan berupa kubangan air bekas galian pasir, danau, selokan yang tidak mengalir, kolam yang tidak terawat, yang banyak terdapat di Batam merupakan pendukung terjadinya malaria. Kebiasaan penduduk beraktifitas di luar rumah pada malam hari dan proteksi diri dengan penggunaan kelambu tutur mempengaruhi angka kejadian malaria di Kota Batam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktifitas keluar rumah pada waktu malam hari terhadap kejadian malaria dan hubungan penggunaan kelambu terhadap kejadian malaria yang terjadi di Kecamatan Nongsa dan Galang Kota Batam beserta dampak yang ditimbulkannya di masyarakat. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol, dimana kasus merupakan penderita malaria yang didapati pada saat dilakukan survey darah massal, dan kontrol diambil dari kegiatan yang sama. Data faktor resiko menggunakan data primer yang didapat dari hasil wawancara terhadap responden kasus dan kontrol.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang beraktifitas keluar rumah pada waktu malam hari beresiko menderita malaria sebesar 2,6 kali (ORcrude = 1,623; ORadjusted = 2,578) dibanding responden yang tidak beraktifitas keluar rumah pada waktu malam hari setelah dikontrol oleh variabel umur, jenis kelamin, penggunaan kelambu dan penggunaan obat anti nyamuk. Dampak yang ditimbulkan oleh aktifitas keluar rumah pada malam hari di populasi sebesar 29%. Sedangkan responden yang tidak menggunakan kelambu pada waktu tidur malam beresiko menderita malaria sebesar 2,3 kali dibanding yang menggunakan kelambu (ORcrude = 1,629; ORadjusted = 2,313) setelah dikontrol oleh variabel lama bermukim, aktifitas keluar rumah pada malam hari dan penggunaan obat anti nyamuk. Dampak yang ditimbulkan di populasi sebesar 47%. Untuk menurunkan angka kejadian malaria, perlu dilakukan upaya peningkatan cakupan penggunaan kelambu dengan pembagian kelambu berinsektisida, penyuluhan tentang penggunaan baju lengan panjang dan obat anti nyamuk oles pada saat beraktifitas di luar rumah.

Malaria is an infectious disease remains a significant problem in Indonesia, particularly in achieving the objectives Indonesia in 2030 through the Malaria Free movement with roll back malaria program. Prevalence of malaria in Indonesia is still quite high, 2.9% of the total population of Indonesia. While in the Riau Islands Province, prevalence 1.4% and 1.1% in Batam. The pit brood form puddles former sand quarry, lake, ditch that does not flow, untreated pond, which is widely available in Batam is a supporter of the occurrence of malaria. Habits of the population activity outside the home at night and protect themselves by using mosquito nets recalled affect the incidence of malaria in Batam.
This study aims to determine the relationship outdoor activities at night on the incidence of malaria and related use of bed nets against malaria incident that occurred in District Nongsa and Galang, Batam City and its impact on population. This study uses a case control design, in which case the malaria patients who were found during a mass blood survey, and controls were taken from the same activity. Risk factor data using primary data obtained from interviews of case and control respondents.
The result showed that respondents who indulge outdoor activities at night at risk of suffering from malaria by 2.6 times (ORcrude = 1.623; ORadjusted = 2.578) than respondents who do not indulge outdoor activities at night after being controlled by the variables of age, gender, use of mosquito nets and the use of anti mosquito. The impact caused by outdoor activities at night in a population of 29%. While respondents who did not use mosquito nets when sleeping the night at risk of suffering from malaria by 2.3 times compared to that using bed nets (ORcrude = 1.629; ORadjusted = 2.313) after being controlled by a variable long settled, outdoor activities at night and the use of anti mosquito. Impacts on the population of 47%. To reduce the incidence of malaria, need to be done to increase the scope of the use of mosquito nets with the distribution of insecticide treated bed nets, education about the use of long sleeves and anti mosquito topical at the time of their activities outdoors.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T28941
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Mardesni
"Hubungan lingkungan rumah, perilaku dan pekerjaan dengan kejadian filariasis di Kabupaten Muaro Jambi belum banyak diteliti dan mf ratenya masih diatas 1% sehingga masih mungkin terjadi penularan. Oleh karena itu dilakukan penelitian terhadap hubungan lingkungan rumah, perilaku dan pekerjaan terhadap kejadian filariasis di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2006.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode kasus kontrol, menggunakan data primer hasil wawancara dan observasi lingkungan responder_ Responder berjurniah 216 orang yang terdiri dari 72 kasus dan 144 kontrol. Analisis hasil dilakukan dengan uji statistik dari univariat sampai multivariat.
Penelitian menghasilkan faktor-faktor yang mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian filariasis adalah konstruksi rumah yang berupa plafon rumah dengan OR=2,8 pads 95% CI 1,43 - 5,47, dinding rumah nilai OR = 2,1 pads 95% CI 1,11-3,92 dan peneahayaan dalam rumah dengan OR = 6,7 pada 95% CI 1,76-25,64. Untuk lingkungan diluar rumah yang berupa rawa-rawa OR = 2,4 pada 95% CI 1,31-4,50 dan tumbuhan air OR = 2,0 pada 95% CI 1,08-3,55, perilaku yang berhubungan dengan kontak dengan nyamuk berupa perilaku memakai alat perlindungan diri OR = 2,5 pada 95% CI 1,42-4,55, perilaku menghindari did dari gigitan nyamuk OR = 2,5 pads CI 1,38-4,41 dan perilaku mencegah berkembangbiaknya nyamuk OR = 2,3 pads 95% CI 1,32-4,19. Pekerjaan didapat nilai OR = 7,4 pada 95%CI 3,29-16,45. Dalam penelitian ini pekerjaan menjadi faktor paling dominan yang berhubungan dengan filariasis karena odds ratio dan proporsi pekerjaan beresiko yang besar diantara faktor-faktor lainnya.
Sedangkan faktor-faktor yang tidak mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian filariasis adalah lingkungan diluar rumah yang meliputi areal persawahan, semak belukar dan binatang resevoar. Untuk perilaku adalah perilaku kesehatan lingkungan dan berpergian.
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Muaro Jambi dalam menetapkan program prioritas pemberantasan penyakit menular, menjadi bahan masukan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan dapat memberi manfaat untuk ilmu pengetahuan.

Relation among house environment, behavior and occupation with filariasis cases in Muaro Jambi Regency are not yet analyzed and mf rate is still above 1% so that infection is still possible. Therefore, research on house environment, behavior and occupation toward filariasis in Muaro Jambi Regency year 2006.
This quantitative research case control method, by primary data that are taken directly by interview and observation to respondent and local environment. The number of respondent are 216 people that consist of 72 cases and 144 controls. Result analysis is done by statistical test from univariate to multivariate step.
Research output that factor have significant relation with filariasis cases are house construction in the form of house ceiling is OR = 2,1 in 95% CI 1,11-3,92, plafond is OR = 2,8 in 95% CI 1,43 - 5,47 and inside house lighting is OR = 6,7 in 95% CI 1,76-25,64, outside house environment such as swamp is OR = 2,4 in 95% CI 1,31-4,50 and water plant is OR = 2,0 in 95% CI 1,08-3,55. For behavior that is related with contact with mosquito is using health safety equipment behavior is OR = 2,5 in 95% CI 1,42-4,55, preventive behavior from mosquito bite is OR = 2,5 in CI 1,38-4,4, land mosquito breeding prevention behavior is OR = 2,3 in 95% CI 1,32-4,19 and occupation is OR = 7,4 in 95%CI 3,29-16,45. Occupation has dominant factor of relation with filariasis because of odds ratio and proportion its risk the bigness among other factorses.
While factorses didnot have significant relation among filariasis are outdoors environment which rice field, coppice and animal resevoar. For behaviors are behavior health enviroment and mobility.
This research expected to become input material for Health Agency of Muaro Jambi Regency in decided priority program to control communicable desease, become input material for society to improve public health and give benefit for science.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19014
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Desmawita
"GAKY merupakan salah satu masalah gizi utama sampai saat ini harus terus menerus dikendalikan karena akan terus ada dan muncul lagi apabila tidak memperhatikan upaya penanggulangannya. Dampak GAKY terhadap penduduk pada umumnya lebih luas dari yang diperkirakan semula yaitu gondok, dan melibatkan gangguan tumbuh kembang manusia sejak awal kehidupan, baik perkembangan fisik maupun mental. Masa yang paling peka adalah masa pertumbuhan susunan syaraf pusat, masa pertumbuhan linier dan masa hamil.
Hasil survei pemetaan GAKY nasional, ditemukan prevalensi GAKY tahun 1998 di Kabupaten Lima Puluh Kota sebesar 28,8% dan pada tahun 2003 turun menjadi 19,8%. Namun hasil pemetaan GAKY Dinkes Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2003 ditemukan prevalensi TGR anak SD di Kecamatan Situjuah Limo Nagari (55,6%) termasuk kategori endemik berat.
Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan defisiensi yodium di Kecamatan Situjuah Limo Nagari Kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat. Penelitian ini merupakan analisis data primer dengan pendekatan kuantitatif observasional menggunakan rancangan cross sectional. Penelitian dilaksanakan bulan Maret-April 2007. Sampel adalah anak SD umur 8-12 tahun berjumlah 140 orang dipilih secara acak sederhana pada satu nagari dekat (Nagari Banda Dalam) dan satu nagari jauh (Nagari Tungka). Variabel dependen adalah defisiensi yodium dan variabel independen meliputi umur, jenis kelamin, pengetahuan gizi tentang GAKY, pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu tentang GAKY, konsumsi makanan sumber yodium, konsumsi makanan sumber zat goitrogenik, kualitas garam dan tempat ibu menyimpan garam. Analisa data dilakukan secara bertahap dimulai dengan univariat, bivariat (chi square) dan multivariat (logistic regression).
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi gondok Kecamatan Situjuah Limo Nagari adalah 22,9% terdapat di nagari dekat 17,7% dan nagari jauh 26,9%. Proporsi kejadian gondok pada anak perempuan (50,7%) sedikit lebih banyak dari anak laki-laki (49,3%) dan terdapat pada umur 2 10 tahun. Pengetahuan gizi anak SD tentang GAKY tergolong tinggi, namun kurang dari separoh anak SD yang mengetahui akibat kekurangan yodium, bahan makanan sumber goitrogenik dan belum mengetahui cara menguji kualitas garam beryodium. Lebih dari separoh ibu belum mengetahui akibat kekurangan yodium menyebabkan cacat fisik dan mental, bahan makanan sumber yodium, bahan makanan sumber goitrogenik dan cara menguji kualitas garam beryodium. Tingkat pendidikan ibu tergolong rendah (SMP) (55,0%). Sebagian besar anak SD (82,9%) mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium cukup, tetapi konsumsi bahan makanan sumber yodium masih rendah (51,4%) sebaliknya konsumsi goitrogenik tinggi (62,1%).
Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan bermakna antara pengetahuan gizi anak SD tentang GAKY, pengetahuan gizi ibu tentang GAKY, konsumsi makanan sumber goitrogenik, kualitas garam, dan tempat ibu menyimpan garam dengan terjadinya defisiensi yodium. Variabel pengetahuan gizi ibu tentang GAKY merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan terjadinya deisiensi yodium 'di Iokasi penelitian. Disarankan bagi Dinas kesehatan melalui puskesmas agar lebih mengintensifkan penyuluhan tentang GAKY khususnya akibat kekurangan yodium, bahan makanan sumber yodium dan goitrogenik, penyimpanan garam beryodium yang benar menyangkut cara dan tempat serta cara mengetahui kualitas garam beryodium, baik bagi peserta didik maupun bagi ibu-ibu yang Berperan penting dalam mengelola rumah tangga.

Abstract
IDD is one of the main nutrition problems that need to be controlled continuously until now because it will appear and re-appear if the control efforts are not exercised. The impacts of IDD towards the people in general is broader that it was expected before, i.e. goiter, and involve human growth and development disorder since early life, either in terms of physical growth or mental growth. The most vulnerable periods are the central nerve system growth period, linear growth period and in pregnancy.
From the national IDD mapping survey it is revealed that the lDD prevalence in 1998 in Lima Puluh Kota District is 28.8% and decreased to 19.8% in 2003. However, iiorn the IDD mapping results of the Health Oftice of Lima Puluh Kota District 2003, it is revealed that the TGR prevalence in elementaryschool children in Situjuah Limo Nagari Sub District (55.6%) is categorized as severe endemics.
This research is aimed at describing factors related to iodine deficiency in Situjuah Limo Nagari Sub District, Lima Puluh Kota District, West Sumatera Province. The research is a primary data analysis with observational quantitative approach using cross sectional design. The research was performed during the period of March to April 2007. The samples are 140 elementary school children ranging &om 8-I2 years old which are chosen with a simple random method from one nearby nagari (Nagari Banda Dalam) and one distant nagari (Nagari Tungka). The dependent variable is the iodine deficiency and the independent variables consist of age, sex, nutrition knowledge on IDD, mother educational background and mother nutrition knowledge on IDD, iodine containing food consumption, goitrogenic element containing food consumption, salt quality and salt container. The data analysis is performed in stages starting from univariate, bivariate (chi square) and multivariate (logistic regression).
The results of this research show that the goiter prevalence in Situjuah Limo Nagari Sub District is 22.9% with 17.7% in nearby nagari and 26.9%. The proportion of goiter prevalence, found in the age of 2 10 years old, in girls (50.7%) is higher than in boys (49.3%). The knowledge on nutrition of the elementary school, especially on IDD, is considered high. However, less than half of elementary school children know the impacts of iodine deficiency, goitrogenic food, and how to test iodine containing salt quality. Mother educational background is quite low (junior high school) (55.0%). Most elementary school children (82.9%) consume salt with enough iodine content. However, iodine containing food consumption is still low (51.4%) with goitrogenic consumption, in contrast, is still high (62.1%).
The results from the bivariate analysis shows that there is a significant relationship between the elementary children nutrition knowledge on IDD, mother nutrition knowledge on IDD, goitrogenic food consumption, salt quality and container where salt iskept and the iodine deficiency incidence. The mother nutrition knowledge on IDD variable is the most dominantly related to the iodine deficiency in the research location, It is suggested that the Health Office through Puskesmas should intensify education on IDD especially on impacts of iodine deficiency, iodine containing food and goitrogenic good, correct storage of iodine salt in terms of the method and place as well as how to identify iodine salt quality, either for students or for housewives who have important roles in managing the household.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T34515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdur Rachim
"Hepatitis virus A dan E merupakan jenis hepatitis yang termasuk paling sering dijumpai di masyarakat. Secara Minis penyakit hepatitis virus yang akut mempunyai gejala dan tanda antara lain demam, menggigil, sakit kepala, hilang nafsu makan, mual, muntah, lemas, cepat lelah, nyeri begah pada perut, urin seperti air teh dan ikterik.
Penularan hepatitis A melalui jalur oro-faecal, erat kaitannya dengan hygiene dan sanitasi, makanan dan penggunaan air untuk keperluan sehari hari. Penyakit hepatitis A masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Pada Kejadian Luar Biasa (KLB) hepatitis A di kecamatan Seputih Raman Kabupaten Metro bulan Agustus sampai dengan September 2000, diduga sumber penularannya antara lain; air tercemar oleh virus hepatitis A dari sarana air yang tidak terlindung. Penelitian. ini bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan antara penggunaan sumber air sarana tidak terlindung dengan kejadian hepatitis A pada daerah Kejadian Luar Biasa hepatitis A di kecamatan Seputih Raman Kabupaten Metro tahun 2000. Desain penelitian ini adalah studi analitik dengan pendekatan rancangan kasus kontrol menggunakan data sekunder hasil investigasi KLB hepatitis A di kecamatan Seputih Raman Kabupaten Metro Agustus-September 2000 oleh tim Ditjen.PPM&PL dan Namru-2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan air bersumber dari sarana yang tidak terlindung berhubungan bermakna (p= 0,000) dengan kejadian hepatitis A setelah dikontrol dengan variabel pendidikan, cuci tangan sebelum makan, makan lalap mentah dan makan es mambo dengan kekuatan hubungan OR = 4,945 (Cl; 2,727-8,967).
Disarankan kepada puskesmas setempat untuk meningkatkan penyuluhan kesehatan secara langsung maupun melalui media (film, Radio Pemerintah Daerah) agar masyarakat menggunakan air dari sarana yang terlindung sehingga dapat mencegah kejadian penyakit hepatitis A dimasa yang akan datang.
Daftar bacaan : 56 (1955-2000).

The Association between Utilization of Unprotected Water Source Facility and Type A Hepatitis Infection, during Hepatitis A Outbreak, in Sub-district of Seputih Raman, District of Metro, Lampung Province, year 2000Type A and E hepatitis are among the most prevalent viral hepatitis cases occurred in the population. Clinically, the acute viral hepatitis infection may produce several symptoms and signs, such as fever, shivering, headache, loss of appetite, nausea, vomiting, fatigue, abdominal discomfort. like tea urine color and yellowish skin or eye, etc.
Type A hepatitis is transmitted through oro-fecal route and closely related to hygiene and sanitation of daily food and water use. Hepatitis A infection is still an important public health problem due to its characteristic to frequently induce an outbreak. When type A hepatitis outbreak occurred in sub-district Seputih Raman, District of Metro, Lampung, from August to September 2000, it was suspected that the source of transmission was water contaminated with hepatitis-A virus, due to utilization of unprotected. water source facility.
This case control study was conducted using secondary data of Hepatitis-A outbreak investigation report in sub-district Seputih Raman, District of Metro, Lampung, from August to September 2000. The objective of the study was to investigate the association between utilization of unprotected water source facility and type A Hepatitis infection, during the outbreak.
The study result showed that utilization of unprotected water source facility was significantly associated with the occurrence of Hepatitis-A infection, after controlling other variables (OR=4.95; 95% Cl; 2.73 - 8.97).
It is suggested that local Community Health Center is supposed to enhance health promotion, directly or through the media, to prevent the community from utilizing potentially contaminated water from unprotected source. It is also recommended to reduce the risk of getting infected, by educating the community to avoid drinking water without boiling it or making ice cube or ice cream from unboiled water or eating raw vegetable and to wash hand before eating.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13120
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Noferi
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang dampak sosial ekonomi dari pencemaran air Danau Maninjau. Penelitian ini dianggap perlu sebagai bahan kajian bahwa pengelolaan sumber daya alam yang salah tidak hanya merusak lingkungan fisik dan biologi danau, namun juga membawa akibat pada lingkungan masyarakat terutama dari sosial ekonomi. Pencemaran ini telah membawa dampak -sosial ekonomi berkepanjangan yang dirasakan oleh masyarakat disekitar danau ini.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif, yang diperoleh dari hasil wawancara dengan para informan, observasi dan penelusuran kepustakaan. Pemilihan informan dilakukan secara snowball sampling, dimana informan-informan berikutnya merupakan hasil rekomendasi dari informan sebelumnya atau informan pertama.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan Danau Maninjau selama ini belum memperhatikan aspek keberlanjutan dari sumber daya alam Pencemaran ini menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat pemanfaatnya dan penurunan aktivitas perkenomian serta memperberat kehidupan masyarakat.
Dampak sosial ekonomi pencemaran yang dirasakan masayarakat meliputi dampak terhadap mata pencaharian, pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja dan kesehatan masyarakat. Hal tersebut juga telah menyebabkan terjadinya berbagai perubahan sosial di masyarakat.
Dampak terhadap mata pencaharian yakni terganggunya aktivitas usaha masyarakat di danau yang selanjutnya mendorong masyarakat untuk melakukan berbagai perubahan dalam mata pencahariannya tersebut. Perubahan pada mata
pencaharian terjadi dalam beberapa bentuk meliputi masyarakat yang bertahan pada mata pencaharian semula, kembali menggeluti usaha pertanian, menggeluti lapangan usaha baru dan merantau. Dalam perkembangannya juga terdapat penambahan jenis usaha yang digeluti masyarakat dari sebelum terjadinya pencemaran. Disamping itu berbagai perubahan diatas menuntut adanya pembelajaran keterampilan baru di masyarakat.
Pendapatan masyarakat mengalami penurunan yang sangat signifikan dibanding sebelumnya. Penurunan ini menyebabkan terjadinya perubahan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat kepada kebutuhan pokok saja. Selanjutnya terjadi penambahan penduduk miskin baru akibat penurunan tingkat penghasilan ini. Disamping itu juga terjadi pergeseran pada sumber penghasilan utama masyarakat dimana sumber penghasilan sampingan mulai bergeser menjadi penghasilan utama. Hal ini disebabkan oleh penurunan tingkat produksi dari sumber penghasilan utama tersebut, yang dipengaruhi oleh perubahan intensitas kegiatan usaha. Penurunan pendapatan keluarga juga disebabkan menurunnya kontribusi anggota keluarga dalam membantu penghasilan keluarga sebab mereka juga kehilangan penghasilan.
Penyerapan tenaga kerja juga mengalami perubahan, hal ini terlihat dari curahan tenaga kerja produktif yang mengalami peningkatan, sementara kesempatan kerja untuk menampung angkatan kerja ini mengalami penurunan bahkan terjadi banyak pemutusan hubungan kerja. Hal ini menyebabkan terjadinya kenaikan jumlah pengganguran yang kentara. Selain itu juga terjadi peningkatan arus urbanisasi yakni peningkatan jumlah perantau karena alasan ekonomi. Disamping itu penyerapan tenaga kerja saat ini disebabkan oleh berkembangnya usaha-usaha baru yang digeluti masyarakat, namun hanya sedikit tenaga kerja yang mampu diserap.
Pengaruh pencemaran terhadap kesehatan masyarakat terlihat pada terganggunya ketersediaan air bersih terutama bagi masyarakat yang bermukim dipinggir danau, walaupun dapat dikurangi dengan adanya PAM Desa. Selain itu pencemaran menimbulkan gangguan berupa gatal-gatal dan bau. Sementara itu sanitasi lingkungan masyarakat hampir tidak berubah dengan kebiasaan membuang limbah ke danau. Pola konsumsi dan asupan gizi masyarakat hampir tidak mengalami perubahan, sebab yang terjadi hanya penurunan kualitas bahan konsumsi karena penurunanan pendapatan. Namun fasilitas kesehatan yang tersedia masih belum ditunjang oleh ketersediaan tenaga medis yang memadai.
Oleh karena itu, melihat kepada besarnya dampak yang dirasakan masyarakat maka langkah perbaikan dalam pengelolaan lingkungan tak pelak lagi merupakan suatu kebutuhan yang mendesak. Pembuatan aturan pengelolaan sumber daya alam yang tepat disertai dengan pelaksanaan dan penegakkan. Disamping itu perubahan persepsi masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam juga harus diluruskan. Sehingga dalam pemanfaatan sumber daya alam tidak hanya keuntungan ekonomis yang dikejar namun juga keberlanjutan dari sumber daya tersebut."
2003
T5088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Venda
"Untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia FISIP-UI, penulis melakukan penelitian dengan judul tersebut diatas dengan tujuan untuk mengetahui mengapa KUD Sungai Pua kurang berhasil dalam mengembangkan industri konveksi rakyat di Nagari Sungai Pua Kecamatan Sungai Pua Kabupaten Agam dan faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dan hambatannya, serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang diperlukan dalam meningkatkan upaya KUD Sungai Pua dalam mengembangkan industri konveksi rakyat di Nagari Sungai Pua.
Koperasi Unit Desa Sungai Pua ini telah berdiri sejak tahun 1973 di Nagari Sungai Pua ini, namun dalam perkembangannya selama ini KUD Sungai Pua ternyata belum mampu untuk dapat lebih meningkatkan dan mengembangkan usaha konveksi yang dibuat oleh para anggota KUD Sungai Pua itu sendiri. Terdapat beberapa hal yang didugaldiasumsikan sebagai penghambat dari KUD Sungai Pua dalam pengembangan industri konveksi, yaitu : masih serba terbatasnya sumber daya yang dimiliki dari KUD Sungai Pua yang meliputi masih rendahnya profesionalisme untuk mengembangkan kreatifitas, masih rendahnya tingkat pendidikan pengurus baik formal maupun non formal, keterbatasan modal dalam usaha pengembangan dan pembinaan serta terbatasnya sarana dan prasarana administrasi dan teknis dan juga masih kurangnya bantuan dari pemerintah dan pihak lain dalam pembinaan, kerjasama maupun pengembangan dalam bantuan dana tambahan dana baik itu kepada koperasi sendiri maupun yang langsung kepada pengusaha konveksi.
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, dalam studi ini dilakukan kajian dengan konsep bahwasanya agar koperasi dapat mengembangkan suatu industri kecil maka upaya yang dilakukan hendaknya adalah dengan penanaman jiwa wirausaha, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pola kemitraan yang saling menguntungkan, perluasan jaringan informasi dan komunikasi serta peningkatan kualitas produk.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berdasarkan analisis pads data primer dan salt-under juga melalui pengkajian literatur, observasi lapangan dan wawancara mendalam dengan para informan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, dengan lingkup informan mencakup 1 (satu) orang pengurus koperasi yaitu ketua KUD Sungai Pua, 3 (tiga) orang anggota koperasi yang sekaligus sebagai pengusaha konveksi dan 1 (satu) orang tokoh masyarakat yang juga sebagai Wali Nagari di Nagari Sungai Pua. Dengan dernikian dari keseluruhan studi ini, didapat suatu data deskriptif yang menjelaskan tentang penyebab masih kurang berkembangnya industri konveksi yang ada di Nagari Sungai Pua melalui KUD Sungai Pua.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa penyebab dari kurang berkembangnya industri konveksi yang ada di Nagari Sungai Pua disebabkan karena KUD Sungai Pua masih belum ada melakukan upaya- upaya yang optimal untuk kemajuan dan berkembangnya industri konveksi rakyat tersebut sebab yang selama ini upaya yang dilakukan KUD Sungai Pua dalam membantu mengembangkan industri konveksi itu hanya dengan memberikan simpan pinjam, pelatihan membuat pola dan menjahit serta membawa basil produksi konveksi pada waktu ada pameran raja.
Untuk mengatasi berbagai masalah agar industri konveksi rakyat di Nagari Sungai Pua dapat berkembang, maka KUD Sungai Pua hendaknya dapat melakukan upaya-upaya sebagai berikut :
1. Melakukan pembinaan dalam menanamkan prinsip-prisip wirausaha kepada pengusaha konveksi agar dapat memiliki falsafah wirausaha (berfikir kreatif dan berwawasan kompetitif}, sikap wirausaha (penghargaan kualitas dan pemanfaatan peluang usaha), kiat wirausaha (strategi bisnis, pendekatan relasi dan kepercayaan yang berkelanjutan).
2. Mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia para pengusaha konveksi yaitu dengan menambah pelatihan pada manajemen usaha, keuangan dan permodalan serta pemasaran.
3. Melakukan upaya pola kemitraan yang saling menguntungkan dengan membantu mendapatkan pola kerjasama modal usaha antara intern anggota, dengan lembaga lain maupun dengan pemerintah serta juga ikut mempromosikan, mempublikasikan ataupun mensosialisasikan dari hasil produksi konveksi yang ada di Nagari Sungai Pua tersebut.
4. Membuat suatu upaya agar dapat memperluas jaringan informasi dan komunikasi usaha, sehingga para pengusaha konveksi menjadi mempunyai jangkauan informasi dan komunikasi yangluas dalarn mengembangkan hasil usaha konveksinya.
5. Mengupayakan dapat membuat penentuan pads kualitas produk layanan atau barang, seperti dalam penentuan standarisasi produk balk itu kualitas, kuantitas maupun kemasannya dan juga dalam menentukan ketepatan penyediaan produk mulai dari promosi, distribusi ataupun purna layan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang peranan nagari dalam memberdayakan masyarakat dan faktor-faktor yang menjadi kendala terhadap upaya pemberdayakan tersebut. Penelitian ini dipandang panting mengingat transisi dari desa ke nagari merupakan suatu bentuk perubahan sosial di masyarakat. Dalam proses perubahan tersebut sangat dibutuhkan peran agen perubah (dalam hal ini nagari), karena pada dasamya masyarakat masih memiliki berbagai keterbatasan dalam mengikuti perubahan tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) semi terstruktur dengan para informan di lapangan. Sementara itu pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling, dengan lingkup informan mencakup wali nagarilaparat nagari, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat dan aparat pemerintah kabupaten.
Dari hasil temuan lapangan diketahui bahwa di lokasi penelitian Situjuah Batua, organisasi nagari telah berkembang balk dan berjalan cukup efektif. Peluang yang ada dengan diberikannya otonomi yang cukup luas kepada nagari dalam mengurus masyarakatnya dapat dimanfaatkan ke dalam tindakan nyata terutama dalam memberdayakan masyarakatnya. Peran sebagai pemberdaya telah terlihat sejak awal proses Kembali ke Nagari, proses pembangunan di nagari, proses pembuatan produk hukum nagari dan dalam mewujudkan berbagai program yang bertujuan meningkatkan pendapatan masyarakat yang kalau disimpulkan upaya pemberdayaan masyarakat tersebut tercakup dalam tiga bidang yaitu pemberdayaan di bidang politik, hukum dan ekonomi sebagaimana batasan permasalahan penelitian ini. Kondisi ini bisa tercipta karena ditunjang oleh kapasitas dan karakter kemmimpinan yang dimiliki oleh wall nagari sehingga mampu menjalankan peran sebagai salah seorang agen perubah. Disamping itu kondisi sosial budaya masyarakat yang masih homogen dimana ikatan dan nilai-nilai social seperti kebersamaan, gotong royong dan lain sebagainya, masih me[ekat kuat di masyarakatnya temyata bisa dimanfaatkan menjadi suatu potensi sosial (social capital), sehingga ikut mendorong beijalannya proses pemberdayaan masyarakat nagari tersebut secara bertahap.
Akan tetapi sebaliknya, temyata organisasi Nagari Sarilamak belum berkembang secara baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan belum efektifnya peran yang dijalankan nagari dalam memberdayakan masyarakat, temyata hanya ditemui di beberapa item kegiatan saja. Memang dalam tahap awal pada proses Kembali ke Nagari, peran sebagai pemberdaya sempat mengemuka. Akan tetapi da[am penyelenggaraan berbagai kegiatan nagari seianjutnya, peran pemberdaya tersebut justru cenderung hilang. Dengan kata lain peruhahan yang terjadi di sarilamak baru sekedar berganti istilah dari desa ke nagari.
Salah satu penyebab terjadinya hal ini adalah karena tidak mampunya wali nagari bertindak sebagai agen perubah karena tidak ditunjang oleh kapasitas dan kemampuan serta kualitas kepemimpinan yang memadai. Masalah ini kian dipersulit dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang cenderung heterogen. Heterogenitas masyarakat Sarilamak ternyata memberi kesulitan tersendiri karena masih kuatnya beriaku nilai-nilai tradisional dalam kehidupan masyarakat, sehingga kaum pendatang hams mau menerima internalisasi nilai budaya lokal yang belum tentu sesuai dengan budaya asli mereka seperti yang terjadi di Jorong Purwajaya yang dihuni mayoritas suku Jawa. Akibat adanya heterogenitas ini masyarakat ternyata cenderung apatis dengan berbagai program kegiatan yang ada di nagari.
Persoalan kian bertambah bila dikaitkan dengan perangkat regulasi pemerintah kabupaten yang temyata tidak menciptakan suasana yang kondusif dan malah disadari atau tidak, menimbulkan suatu pola ketergantungan. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan pemberian subsidi kepada nagari, reposisi dan pergesaran fungsi camat maupun upaya pembinaan yang harusnya dijalankan belum dilakukan secara optimal.
Terlepas dari semua itu, upaya pemberdayaan tetap hams dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan (ongoing process). Karena untuk menciptakan suatu masyarakat yang berdaya tidak dapat dilakukan hanya dalam waktu sekejap, akan tetapi tetap harus ada langkah-langkah nyata untuk mewujudkannnya.
Untuk menyikapi kandisi dan permasalahan yang terjadi menyangkut peranan yang idealnya dilaksanakan oleh nagari maka diperlukan berbagai pembenahan. Pembenahan hams dilakukan terhadap kondisi internal nagari terutama peningkatan kapasitas dan kemampuan wali nagarilaparat nagari agar mampu menjalan peran mendasar sebagai agen perubah. Kemudian perbaikan juga ditujukan kepada masyarakat agar mampu mengerti dan menyadari tentang apa yang menjadi permasalahan dan kebutuhan mereka serta potensi yang dimiliki. Selain itu juga diperlukan kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang lebih atas (terutama pemerintah kabupaten) yang mendukung terwujudnya pemberdayaan bagi masyarakat nagari."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>