Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90264 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teuku Agha Alravy Z.
"Mulai PEMILU 2004, rakyat Indonesia memilih sendiri calon presiden dan wakil presidennya. Salah satu fenomena yang terlihat cukup menonjol pada masa PEMILU 2004 adalah penggunaan media massa oleh para partai politik sebagai sarana mereka berkampanye. Menurut pandangan penulis sosialisasi kampanye lewat media massa ini berjalan cukup efektif karena masyarakat menjadi lebih mengerti akan situasi politik dan juga bisa memiliki sumber informasi tambahan untuk membantu mereka menentukan pilihan. Hal ini berdasarkan pendapat Harsono Suwardi yang menuliskan bahwa di dalam kehidupan berpolitik fungsi media adalah sebagai penyebar berita kepada khalayaknya secara netral, tanpa memihak dan harus mampu menunjukakan sikap imparsial.
Penelitian ini menggunakan Iandasan teori agenda setting oleh M.E. McCombs dan D.L. Shaw pada tahun 1972, agenda setting oleh Lang and Lang dan juga agenda setting oleh David. H. Weaver pada tahun 1981. Objek penelitian terfokus pada media televisi dan surat kabar karena kedua bentuk media ini merupakan media yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan juga paiing banyak digunakan oleh partai politik dalam berkampanye.
Jenis penelitian ini adalah evaluatif yaitu untuk melihat bagaimana peranan media massa pada suatu peristiwa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif sederhana yang sifatnya deskriptif Secara lebih spesifik lagi metode yang digunakan adalah metode analisis isi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa media massa khususnya media televisi dan surat kabar memang memjliki peranan dalam kampanye PEMILU Presiden 2004 khususnya beqaeran sebagai penggambar objek para pasangan calon presiden dan wakil presiden beserta tim suksesnya pada masa kampanye PEMILU 2004.
Implikasi akademis dari penelitian ini akan memperbanyak mengenai kajian-kajian komunikasi mengenai media massa khususnya dengan teori agenda setting, dan dengan hasil penelitian ini akan dapat dUadikan masukan ataupun pembanding bagi peneliti yang akan mengangkat tema peneiitian yang sejenis. Implikasi empiris dari penelitian ini adalah agar para pemain politik lebih menyadari bahwa media massa bukan saja sebagai tempar penyaluran pesan tetapi media massa dapat membuat penggambaran mereka dengan berita kampanye, dan pemanfaatan media massa sebaiknya lebih mempertajam artikel ataupun tayangan mengenai berita kampanye politik sehingga tidak akan terjadi suatu kesalahan informasi bagi pengguna informasi tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22020
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
KAJ 9:1 (2004) (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Putri Syariah
"Pemilu Presiden 2004 yang lalu merupakan pemilu yang paling berbeda dengan pemilu yang pernah diselenggarakan oleh bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia pada saat itu diberi kesempatan baru untuk memilih presiden mereka secara langsung. Peristiwa ini dijadikan peluang oleh media massa. Kampanye Pemilu sebagai ajang bagi para calon presiden untuk mempromosikan diri dimanfaatkan juga oleh media untuk memperkenalkan dan mempopulerkan mereka sehingga masyarakat mengenali lebih dekat dan pada akhirnya memilih mereka sesuai dengan hati nurani. Skripsi ini berusaha untuk melihat gambaran pemberitaan surat kabar Kompas dan Republika yang bersifat menonjolkan seorang calon presiden dalam upayanya mempopulerkan tokoh tersebut. Pemilihan metode analisis critical analysis discourse dilakukan untuk mengkaji lebih jauh setiap konstruksi berita yang muncul. Analisis wacana dengan metode Norman Fairclough diharapkan mampu mengungkap penggunaan bahasa baik lisan maupun tulisan dalam pemberitaan politik mengenai calon presiden dengan berbagai cakupan. Metode Fairclough selalu merujuk pada sebuah teks yang tidak terlepas dari faktor-faktor praktik wacana yang menjadi mediasi antara teks itu sendiri dengan praktik sosio-kultural. Analisis teks selalu berhubungan dengan arti yang diharapkan dan bentuk yang ditampilkan. Dalam analisis teks penulis menggunakan metode framing Gamson dan Modigliani. Ini dikarenakan metode ini bisa menjelaskan paket-paket gagasan yang memberikan makna dalam suatu teks berita atau isu tertentu. Setiap paket memiliki struktur gagasan inti yang disebut "bingkai" (flame). Pendekatan konstruksionis yang digunakan untuk menganalisis wacana media memunculkan dua macam "konstruksi sosial", yaitu konstruksi sosial yang muncul pada tataran kesadaran individu dari khalayak dan konstruksi sosial yang muncul pada tataran wacana itu sendiri. Hasil skripsi ini menunjukkan bahwa media mempunyai cara-cara tersendiri dalam menulis berita. Teks berita dibuat berdasarkan muatan-muatan ideologi dan konstruksi sosial yang muncul pada kesadaran individu. Hasil penelitian ini membenarkan bahwa media massa melakukan konstruksi berita secara rutin dalam usahanya mempopulerkan seorang tokoh calon presiden dalam masa kampanye. Melalui studi wacana Fairlclough dengan metode analisis isi kualitatif dan pembingkaian framing Gamson dan Modigliani didapatkan temuan sebagai berikut. Pertama, Republika kental memperlihatkan ideologinya melalui konstruksi berita yang menjagokan Amien Rais. Demikian juga halnya dengan Kompas. Walaupun hanya tersirat, Kompas tetap mengikuti ideologinya dengan mendukung Susilo Bambang Yudhoyono dalam konstruksi teksnya. Namun, dengan terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Presiden RI perode 2004 — 2009 dapat disimpulkan juga bahwa konstruksi berita dalam media yang bertujuan mempopulerkan calon presiden selama masa kampanye, tidak selamanya membawa efek yang signifikan dalam perolehan suara calon presiden yang diunggulkan. Republika yang selalu mengidolakan Amien Rais selama masa kampanye presiden ternyata tidak membawa hasil kemenangan kepada Amien Rais. Sedangkan Kompas yang secara implisit mempopulerkan SBY melalui berita-beritanya justru membawa SBY pada kemenangannya sebagai Presiden RI yang baru."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S4247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aristy Maydini
"Sampai saat ini, tidak ada media massa yang dapat disebut netral. Kenyataannya, sebagai sebuah industri media massa memiliki misi atau kepentingan tertentu, yang terkadang kepentingan media massa bisa sejalan dengan kepentingan publik sebagai khalayak dan terkadang pula kepentingan tersebut sama sekali berbeda bahkan bertolak belakang. Banyak faktor yang mempengaruhi surat kabar nasional dalam melakukan pemberitaan, salah satu faktor yang paling dominan adalah pengaruh pasar pembaca di Iuar faktor ideologi politik dan pasar iklan.
Penelitian ini berangkat dari prespektif Paradigma konstruktivisme memiliki asumsi ontologis, epistemologis, aksiologis dan metodologis, yang berbeda dari paradigma lain. Secara ontologis paradigma konstruktivisme merupakan relativism. Penggunaan analisis wacana dalam konteks paradigma konstruktivis dapat menggunakan analisis framing. Penelitian tentang wacana isu politik pada kampanye pernilu 2004 ini menggunakan paradigma konstruktivis karena wacana isu-isu politik merupakan proses framing dari sejumlah isu yang diangkat oleh media massa. Wacana isu-isu politik yang diangkat oleh masing-masing media berperan dalam memainkan debat publik.
Berdasarkan pada pengemasan pemberitaan baik secara tekstual maupun analisis framing terlihat bahwa pada kenyataannya hampir semua surat kabar (Kompas, Media Indonesia, Republika) memiliki agenda media masing-znasing. Dalam pemberitaan partai politik dalam kampanye pemilu 2004 ini, Kompas Iebih bersifat netral dalam penyajian berita-berita yang ditampilkan terhadap porsi parpol. Akan tetapi Kompas secara halus melakukan kritik terhadap peran parpol yang dianggap harus lebih bersikap etik. Pemberitaan yang dibuat juga cukup seimbang antara berita hard news dan follow up new, juga antara berita yang actual dengan berita yang tematik.
Pada Media Indonesia terlihat sedikit keberpihakan pada partai politik tertentu, mengingat secara organisasi Media Indonesia dimiliki oleh Surya Paloh yang pada waktu itu mengikuti Konvensi Partai Golkar dalam kerangka bursa calon presiden. Karena itu, tidak heran apabila beberapa berita yang dimunculkan menampakkan hal tersebut.
Demikian pula pada Republika, surat kabar ini dalam beberapa penggal beritanya sempat tai npak bahwa kalau Koran ini mendiskriditkan salah satu partai politik (Golkar). Namun, dari sudut penyajian berita, berita yang disajikan lebih bersifat menonjolkan upaya perbaikan atas seluruh parpol yang ikut dalam pemilu 2004. Meskipun berita yang disajikan tetap menjaga kaidah dan aturan yang berlaku dalam dunia jurnalistik.
Berdasarkan gambaran di atas sebenarnya kerangka yang dibangun oleh ketiga surat kabar nasional tersebut dalam pemberitaan partai politik lebih mebekankan pada dua isyu utama. Yaitu isyu tentang peran partai politik dan pemilu 2004, Berta persoalan kampanye pemilu 2004 yang di dalamnya sudah pasti melibatkan partai politik. Dua buah isyu utama ini digambarkan dalam pemberitaannya dengan secara utuh tentunya dengan gaya penulisan yang menjadi ciri dari masing-masing surat kabar. Paling tidak gambaran yang dapat dijelaskan adalah bahwa surat kabar ini mempunyai agenda sendiri yang dalam arti tertentu berbeda dengan agenda yang diinginkan oleh khalayak. Kewajiban khalayak adalah membaca teks media dengan cerdas sehingga mampu menangkap makna yang terkandung di balik sebuah berita."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pulungan, Agusdin
"Partisipasi politik merupakan aspek panting bagi perkembangan demokratisasi di Indonesia, dimana masyarakat dapat menentukan aspirasi politiknya melalui aktifitas secara aktif. Kelompok Relawan, adalah sekumpulan masyarakat yang secara aktif telah ikut berpartisipasi didalam proses pemilihan presden R.I. pada tahun 2004. Bentuk-bentuk kegiatan politik Kelompok Relawan bersifat sporadis, karena proses. pembentukan kelompok terjadi pada scat pemilu raja. Disamping itu, individu masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Relawan adalah bukan berasal dari kelompok masyarakat politik.
Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana sekelompok masyarakat melakukan kampanye untuk mendukung kemenangan calon presiden dan wakil presiden Amin Rais - Siswono Yudo Husodo di dalam pemilu presiden. Pengamatan terhadap Kelompok Relawan dilakukan di Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang, Banten, dengan menggunakan sudut pandang teori gerakan sosial, teori mobilisasi sumberdaya. Kelompok Relawan dijelaskan melalui 3 sudut pandang variabel yaitu : pembentukan identitas dan solidaritas kelompok, mobilisasi sumberdaya, dan mobilisasi tindakan.
Penelitian ini menjelaskan tentang alasan-alasan yang menirnbulkan kesadaran orang-orang untuk berkelompok sampai kemudian mengidentikan kelompoknyai pads sebuah aspirasi politik tertentu_ Kemudian, dijelaskan juga bagaimana kelompok tersebut melakukan mobilisasi terhadap sumberdaya internal yang dimiliki maupun sumberdaya ekstemal yang terdapat pada jaringan sosial politik calon Presiden dan wakil presiden serta Tim Sukses. Selanjutnya, penelitian menjelaskan bagaimana strategi dan taktik telah digunakan oleh Kelompok Relawan, .balk untuk memperkuat eksistensinya maupun untuk memperbesar pengaruh dan jaringan pendukung. Sampel penelilian adalah 40 orang yang merupakan infomman, yang ditarik dengan cara telah ditentukan sebelumnya (purposive) 18 Kelompok Relawan yang terdapat di Kecamatan Pamulang.
Selain oleh motivasi yang bersifat rasional, gerakan Kelompok Relawan merupakan bentuk emansipasi masyarakat sipil pada sebuah proses politik pemilu Presiden (emancipatory politics). Kesadaran, Solidaritas yang terdapat, didalam KR, diketahui bukan karena alasan yang bersifat ideologis, melainkan karena isu-isu sosial ekonomi dan isu figuritas pada dimensi kemampuan dan track record tokoh politik yang didukung. Untuk mendapatkan dukungan masyarakat, KR mengembangkan strategi dan taktik yang bersifat "terbuka dan plural". Mobilisasi pendukung tidak dilakukan dengan strategi konflik.
Timbulnya gejala kemasyarakatan yang telah ditunjukan oieh fenomena KR, , diperkirakan akan muncul kembali pada bentuk-bentuk yang sama pada pemilu presiden 2009. Karenanya, untuk mengembangkan budaya "emancipatory politics" sebagai norma baru demokratisasi di Indonesia, maka calon-calon presiden dan wakil presiden perlu memahami hubungan positif antara struktur sosial ekonomi dan struktur peluang politik yang dimilikinya dengan masyarakat sipil ditingkat akar rumput. Sehingga sedari dini perlu dibangun jaringan politik ditingkat akar rumput, dengan cara menumbuhkan embrio-embrio KR. pisamping perlu untuk meningkatkan kapasitas institusi politik yang dimiliki 'seperti Partai politik dan Tim Sukses."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Tobing, Nadya Kartika
"Pemilihan presiden 2019 melibatkan banyak unsur karena menjadi bagian dari masyarakat jaringan, mulai kandidat, media massa, khalayak, dan media sosial. Kehadiran media massa di masa kampanye pilpres 2019 menjadi bagian penting karena fungsi media massa sebagai penyalur informasi terkait kandidat presiden dan wakil presiden yang akan dijadikan bahan pertimbangan masyarakat untuk menentukan presiden dan wakil predisen terpilih nanti. Pemberitaan yang berimbang diharapkan menjadi fokus utama agenda media massa, salah satunya media daring.
Kemudahan mengakses informasi dari pemberitaan media daring semakin didukung dengan perkembangan teknologi berupa internet dan media sosial. Proses pemberitaan tersebut tidak lepas dari peran jurnalis sebagai bagian dari jaringan masyarakat. Jurnalis yang dipandang memiliki nilai tentu mempunyai pandangan dan pertimbangan dalam memproduksi hingga mempublikasi berita terkait kegiatan kandidat presiden dan wakil presiden.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi pertimbangan jurnalis untuk memutuskan arah pemberitaan yang hendak ditulis dan dipublikasi, mulai dari fungsi panjaga gawang yang digambarkan dalam Model Westley-MacLean (1953), faktor psikologi sosial dalam Model Maletzke (1963), serta kehadiran media sosial dalam Reversed Agenda Setting. Untuk melihat bagaimana faktor-faktor mikro dan mezo bekerja dalam proses produksi pemberitaan jurnalis media daring di masa kampanye presiden, penulis menggunakan paradigma post-positivis dengan pendekatan kualitatif deskriptif eksploratif. Sehingga tujuan penelitian ini untuk menggambarkan secara utuh model komunikasi massa dalam produksi berita jurnalis media daring saat masa kampanye pilpres 2019.
Melalui wawancara open-ended question terhadap enam subjek penelitian yang berasal dari media daring kompas.com dan detik.com, penulis menemukan sejumlah faktor dalam proses produksi pemberitaan media daring. Ditemukan faktor internal dan eksternal dari jurnalis sebagai individu mewarnai pertimbangan dalam proses produksi berita media daring selama masa kampanye presiden. Faktor internal dan eksternal memiliki tingkatan yang dibagi dalam empat tingkatan, yang terdiri dari faktor individu, embedded person, penjaga gerbang, organisasi media, regulasi, ruang sosial, dan perkembangan teknologi: internet dan media sosial.

Indonesian presidential campaign in 2019 greatly involved so many elements in the networked society, starting from the candidates themselves, mass media, the public, and social media. Mass media presented itself as a crucial factor during campaign time because its function as a channel of information distribution regarding all the candidates was regarded important for the public to weigh the options and choose the next president and vice president. A fair coverage of each candidate was expected to be the main focus of mass media agenda, that included the online media as well.
Accessing information from online media had been getting easier as internet and social media grew tremendously. The role of journalists as part of the networked society was inevitably accounted in the news-writing process. Journalists that was regarded to have a sense of values should have a point of view and judgement when it comes to writing and delivering stories about the activities of all the candidates during campaign.
Factors to be accounted for that played important role on journalists' judgement to frame an event into a story and deliver it are the roles of gatekeepers as described in Westley-Maclean Model (1953), social psychological factor in Maletzke Model (1963), and social media in Reversed Agenda Setting. To better observe how micro and meso-level factors work on online media journalists' news-production process during the moments of presidential campaign, this research is designed to fall into area of post-positivist paradigm and implements qualitative descriptive explorative approach. Therefore, the goal of this research is to fully depict and describe mass communication model of online media journalists' news-production process during Indonesian presidential campaign 2019.
Through a series of interviews using open-ended questions to six research subjects that worked for online media kompas.com and detik.com, several factors were discovered in news-production process of online media. It was discovered that the journalist's internal and external factors as individuals played important role in producing stories for online media during the presidential campaign. These internal and external factors are divided into four levels, which are individual factor, embedded person, gatekeeper, media organization, social space, and technological advancements: the internet and the social media.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T55378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peranginangin, Loina Lalolo K.
"Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana isi pemberitaan tentang perempuan, khususnya dalam berita Kampanye Pemilu 2004 di media massa cetak nasional, ditinjau dari aspek karakteristik berita maupun kualitas berita. Selain itu, penelitian ini juga ingin melihat bagaimana representasi perempuan dalam berita kampanye Pemilu 2004 dengan rnenggunakan beberapa indikator seperti kecenderungan media cetak tersebut untuk menempatkan perempuan melalui tata letak berita maupun pemilihan perempuan sebagai narasumber berita, serta isu-isu apa saja tentang perempuan yang berkembang selama beriangsungnya kampanye.
Permasalahan dibatasi pada berita langsung tentang peristiwa kampanye Pemilu Legislatif yang diadakan selama 22 hari, yaitu mulai dari tanggal 11 Maret 2004 sampai dengan tanggal 1 April 2004. Selain itu, berita yang diambil juga hanyalah berita yang memuat perempuan sebagai titik utama pemberitaan atau sebagai narasumber dalam menyikapi suatu peristiwa tertentu selama kampanye berlangsung.
Teknik analisis isi diambil dengan pertimbangan bahwa yang menjadi obyek penelitian adalah isi pesan yang disampaikan oieh media komunikasi. Media yang diteliti adalah Suara Pembaharuan, Republika dan Kompas, dengan mempertimbangkan visi dan misi organisasi yang berbeda, sehingga corak dan orientasi pemberitaan pun dianggap berbeda secara signifikan. Data dikumpulkan melalui kliping berita dan wawancara dengan redaksi media, sedangkan untuk data sekunder berupa transkrip wawancara dari beberapa penelitian serupa terdahulu, dan studi pustaka. Analisis dilakukan secara multi-level dan multi-stage dalam tiga tataran atau aras, yaitu tekstual, wacana dan sosiokultural. Untuk analisis teks, data tekstual didapat dengan memperbandingkan sejumlah karakteristik produk berita, seperti sebaran, jenis berita, panjang kolom, jenis kelamin narasumber, status narasumber dan posisi narasumber perempuan dalam berita, serta kualitas berita, dengan indikator faktualitas serta imparsialitas. Sedangkan analisis wacana dilakukan terhadap sejumlah data sekunder tentang kebijakan redaksional media yang bersangkutan, hubungan pemilik dan pengelola media serta pasar pembaca. Untuk praktek sosiokultural, analisis terutama difokuskan pada bagaimana perempuan dalam dunia domestik dan dunia publik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan kurang mendapat akses ke dunia publik, karena representasi perempuan di media lebih kecil, hampir setengahnya, daripada representasi laki-laki yang dijadikan sebagai narasumber oleh media cetak nasional. Dilihat dari komposisi perbandingan status perempuan dan laki-laki yang menjadi narasumber, masih ada kecenderungan media untuk belum memberikan akses yang sama dan berimbang bagi semua profesi yang ada, khususnya perempuan, untuk menjadi narasumber utama. Perempuan masih lebih banyak diletakkan sebagai sumber pengamatan saja. Walaupun sebagian besar berita sudah obyektif, tetapi ternyata isu perempuan belum menjadi isu penting bagi media massa. Walaupun isu keterwakilan 30 % perempuan dalam lembaga legislatif telah menjadi sebuah peraturan hukum, ternyata isu itu hanya muncul dua kali dalam keseluruhan berita Kampanye Pemilu 2004. Isu-isu tentang perempuan lainnya yang juga dimuat hanya sebatas segelintir isu saja.
Dukungan terhadap peran dan akses perempuan yang lebih luas ke dunia politik, atau dunia publik, ternyata sangat kecil. Terbukti hanya sedikit sekali berita yang mengindikasikan dukungan terhadap gerakan wanita. Dari praktek wacana pun ternyata masih banyak kata-kata yang digunakan oleh media cetak justru menghubungkan perempuan dengan dunia domestik, dengan suami atau keluarga besarnya. Perempuan di dunia publik belum dihargai sebagai dirinya sendiri, tetapi selalu dikaitkan dengan nama besar pihak domestik.
Hasil penelitian memberikan implikasi perlunya upaya lebih keras bagi, baik dari kaum perempuan maupun kaum laki-laki yang mendukung gerakan pemberdayaan perempuan untuk memberikan ruang publik yang lebih luas bagi perempuan. Bagi kaum perempuan, kesempatan yang ada untuk masuk ke dunia publik sebaiknya digunakan dengan baik. Bagi kalangan media massa sendiri, walaupun sudah seringkali dibicarakan, tetapi ternyata masih kurang akses yang disediakan oleh media massa bagi kaum perempuan. Karena itu diperlukan pemahaman dan pengamatan akan perspektif gender yang lebih mendalam di kalangan redaksi media massa.
Dari hasil penelitian ini direkomendasikan untuk melakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam tentang manajemen redaksional di berbagai surat kabar lainnya serta penelitian lanjutan tentang manajemen media. Selain itu, diperlukan langkah aksi yang lebih konkrit untuk menekan pihak media massa agar membuka ruangnya lebih luas lagi bagi kepentingan suara kaum perempuan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14315
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Hamad
"Selama kampanye Pemilu 1999 umumnya media massa Indonesia mengkonstruksikan partai politik ibarat grup musik; dan menjadikan para tokohnya sebagai selebritis. Pada masa itu, koran-koran nasional menggambarkan partai politik sebagai alat pengumpul massa. Sementara fungsi parpol sebagai perantara (broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas) dalam kehidupan berdemokrasi tidak terlihat dalam pengkonstruksian tersebut. Menariknya, hal itu terjadi dalam kondisi dimana setiap media memiliki motivasi yang berbeda-beda, entah itu ideologis, idealis, politis, ataupun ekonomis, dalam membuat berita politik.

During the 1999-campaign period generally the mass media in Indonesia constructed political parties like a music group; and present the politicians acts as celebrities. At that time, national newspapers describe political parties as the instrument to harvested masses. Meanwhile the political party functions, as broker within the clearinghouse of ideas in the democratic lives didn?t appear within the political party?s discourse. In spite of the media have different interests one each other in news making the political parties, such as ideological, idealism, political, and economic or market factors."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Nugraha
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>