Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195467 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dina Natalia Ekawari
"Latar Belakang: Kecemasan sering terjadi pada anak terutama masa pranestesia dan merupakan suatu kondisi dan komplikasi yang sering terabaikan oleh dokter spesialis anestesiologi dalam pelayanan anestesia. Pada studi ini dibandingkan keefektifan ketamin 4 mg/kgbb dosis intranasal dengan ketamin 5 dosis mg/kgbb per oral dalam efek sedasi dan mengurangi kecemasan.
Metode: 104 anak secara acak tersamar ganda dibagi dalam 2 kelompok sama banyak. Kelompok pertama mendapat ketamin intranasal (N=51) dan kelompok kedua mendapat ketamin per oral (N=50).
Hasil: Anak yang tersedasi baik pada kelompok ketamin intranasal sebesar 45,1% sedangkan pada kelompok ketamin per oral hanya 24% (p<0,05; 2,13E-0,2;0,52). Sebagai anti kecemasan, 68,6% anak pada kelompok ketamin intranasal mudah dipisahkan dari orangtua (efektif) dan hanya 48% anak yang mudah dipisahkan dari orangtua pada kelompok ketamin per oral (p<0,05; 1,03E-0,2;0,48). Hipersalivasi terjadi pada 3,9% anak pada kedua kelompok sedangkan muntah sebesar 4,9% juga pada kedua kelompok.
Kesimpulan: sebagai premedikasi pada pasien anak, ketamin dosis 4 mg/kgbb intranasal memberikan efek sedasi dan anti kecemasan yang lebih baik bila dibandingkan dengan ketamin dosis 5 mg/kgbb peroral.
Kata kunci: premedikasi, ketamin, intranasal, per oral, sedasi, anti kecemasan.

Background: Anxiety often accompanied children, especially during pre anesthesia and this condition and complication often overlooked by the anesthesiologist in practices. The purpose of our study was to investigate, whether premeditation with ketamine 4 mg/kgbb intranasal or ketamine 5 mg/kgbb orally is more effective to gives sedation and ant anxiety.
Method: Hundred and four pediatric patient, in randomized, divided into two equal groups. First group received ketamine intranasal (N=51) and the second group received ketamine orally (N=50).
Result: 45.1% children had good sedation in intranasal group, while in oral group is only 24% (p<0,05; 2,13E-0,2;0,52). As for anti anxiety, 68.6% children in intranasal group is easy to be separated from the parents (effective) and only 48% children in oral (p<0,05; 1,03E-0,2;0,48). Hyper salivation occurs in 3.9% children in both groups, while 4.9% children vomit in both groups.
Conclusion: 4 mg/kgbb intranasal ketamine gives better sedation effect and better anti anxiety effect compare to 5 mg/kgbb oral ketamine as premedication to pediatric patient.
Key words: premedication, ketamine, intranasal, orally, sedation, ant anxiety.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risha Ayuningtyas
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penilaian jalan napas saat ini menjadi suatu standar prosedur yang harus dilakukan setiap kunjungan pra-anestesia, termasuk pada populasi pediatrik. Namun demikian, pedoman yang sudah ada pada populasi dewasa tidak dapat begitu saja dipakai untuk populasi pediatrik.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara beberapa ukuran parameter kraniofasial dengan skor Cormack-Lehane pada populasi anak di Indonesia.
Metodologi: Data dikumpulkan secara consecutive pada 121 pasien yang akan menjalani anestesia umum. Dilakukan pengukuran jarak tepi bawah bibir ke ujung mentum, jarak tragus telinga ke sudut mulut, jarak angulus mandibula ke ujung mentum, jarak mentohioid, dan jarak horizontal antara angulus mandibula kanan dan kiri. Dilakukan penilaian tingkat kesulitan laringoskopi menggunakan klasifikasi Cormack-Lehane, yang kemudian dibagi menjadi mudah dan sulit laringoskopi. Kemudian dilakukan analisa data untuk mencari hubungan antara ukuran parameter-parameter ini dengan skor Cormack-Lehane.
Hasil: Insidensi skor Cormack-Lehane I sampai IV masing-masing 67,8%; 23,1%; 6,6%; dan 2,5%. Semua ukuran parameter kraniofasial yang diukur memiliki hubungan bermakna dengan skor Cormack-Lehane (p<0,05).
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara ukuran parameter kraniofasial dengan skor Cormack-Lehane.

ABSTRACT
Background: Airway assessment is now becoming a standard of procedure in every pre-anesthesia visit, including in pediatric population. However, guidelines for adults may not be applied readily for pediatric population.
Objective: This study was performed to determine the association between craniofacial parameters and Cormack-Lehane Score in pediatric population in Indonesia.
Methods: We collected data on 121 consecutive patients who were scheduled for general anesthesia. The distance from lower lip to menthom, ear tragus to mouth, mandible angle to menthom, mentohyoid distance, and the horizontal length of right and left mandible were measured. Laryngeal view were graded using the Cormack-Lehane classification and divided into two groups: easy and difficult for laryngoscopic visualization. The association of these parameters with the Cormack-Lehane Score group was analyzed.
Results: The incidence of Cormack-Lehane Score grade I to IV was 67,8%; 23,1%; 6,6%; and 2,5% respectively. All the craniofacial parameters we measured have a significant association with the Cormack-Lehane Score (p<0,05).
Conclusion: There are significant association between craniofacial parameters and Cormack-Lehane Score."
2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Wahyuni
"Latar belakang : Rasa kecemasan dan ketakutan dalam menghadapi tindakan medis atau operasi pada anak lebih besar dibandingkan pada orang dewasa. Sebaiknya saat anak masuk masuk kamar bedah sudah diberikan obat premedikasi. Premedikasi melalui tetes hidung mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan melalui jalur lainnya. Obat premedikasi yang umum diberikan melalui fetes hidung adalah midazolam dan ketamin.
Metode : Penelitian ini dilakukan pada 30 subyek penelitian yang akan menjalani tindakan medis elektif, ASA I atau II dengan uji klinis tersamar ganda. Subyek penelitian dibagi dua kelompok ; Kelompok Midazoiam yaitu premedikasi tetes hidung midazolam dosis 0,2 mglkgbb dan kelompok Ketamin yaitu premedikasi tetes hidung ketamin dosis 4 mglkgbb. Dilihat dan dicatat skor tingkat sedasi dan kecemasan awal sebelum diberikan premedikasi, dan 20 menit setelah diberikan premedikasi. Efek samping pasta premedikasi juga dilihat dan dicatat.
Hasil : Tingkat sedasi yang efektif didapatkan pada 86,7% anak pada kelompok midazolam, sedangkan hanya 46,7% yang mencapai tingkat sedasi efektif pada kelompok ketamin, dengan p>0,005. Berkurangnya tingkat kecemasan yang efektif dicapai oleh 93,3% anak dari kelompok yang mendapat midazolam, dibandingkan dengan kelompok ketamin yang hanya menunjukkan berkurangnya tingkat kecemasan yang efektif pada 46,7% anak, dengan p<0,05. Efek samping yang terjadi adalah hipersalivasi yang terjadi pada 3 anak yang mendapat ketamin, dan muntah pada 1 anak dari kelompok ketamin.
Kesimpulan : Premedikasi tetes hidung midazolam menunjukkan tingkat sedasi dan mengurangi kecemasan yang lebih baik dibandingkan dengan ketamin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sifatu, Wa Ode
"Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis fenomena sosial-budaya masyarakat Muna yakni praktek perawatan tradisional anak balita dalam rangka mengungkapkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap relative tingginya tingkat kematian anak balita pada masyarakat Muna Sulawesi Tenggara. Tujuan studi tersebut dilandasi oleh fenomena masih luasnya praktek perawatan kesehatan tradisional anak balita di daerah tersebut.
Lokasi penelitian ini adalah di Kelurahan Wasolangka yang dipilih secara purposive dari Kecamatan Parigi Kabupaten Muna. Dari populasi keluarga di Kelurahan wasolangka, dipilih keluarga yang termasuk kategori PUS yang masih melahirkan anak dan masih mempunyai anak balita yang terlibat langsung dalam perawatan anak balita. Kategori keluarga PUS diperoleh melalui sensus, hasilnya distratifikasi menurut lamamnya PUS, masing-masing strata dipilih sebesar sepuluh persen secara acak sehingga diperoleh jumlah sebesar 28 responden keluarga. Selain itu ditambah empat orang tokoh masyarakat (dukun) beranak dan pengobat tradisional yang dianggap memahami permasalahan perawatan tradisional sehingga diperoleh total responden sebesar 32 keluarga.
Studi ini menggunakan pendekatan holistik dengan metode pengumpulan data adalah metode wawancara sebagai instrumen utama, disamping metode observasi partisipasi terhadap keluarga dan Puskesmas serta kuesioner sebagai instrumen pelengkap.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa masih relative tingginya tingkat kematian anak balita di Kelurahan Wasolangka lebih banyak disebabkan faktor sosial-budaya dari pada faktor eksternal/teknis medic. Menurut kepercayaan masyarakat bahwa semua penyakit harus diobati oleh pengobat tradisional sebelum diobati secara modern. Pengobat tradisional bukan hanya dukun, tetapi orang yang dipandang terhormat di dalam masyarakat.
Disarankan agar perlakuan, pengaturan, pemberian bantuan pembagunan kesehatan disesuaikan dengan faktor sosial budaya masyarakat Muna. Disamping itu perlu peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas; (b) tingkat pengetahuan dan keterampilan para petugas kesehatan, yang berhubungan dengan peningkatan pola kerja lama antara pengobatan tradisional dan pengobatan di Puskesmas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T8340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifa Nadya Syahira
"Risiko kesalahan penggunaan obat pada praktik swamedikasi untuk pasien anak cukup besar meliputi pemilihan obat hingga regimen dosis yang berdampak negatif pada keselamatan pasien. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perilaku swamedikasi dapat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan, sikap, terhadap perilaku pelaksanaan  swamedikasi obat batuk, flu, dan demam pada anak-anak di wilayah Jabodetabek. Desain penelitian menggunakan pendekatan cross-sectional dengan metode mixed method tipe embedded design. Data diperoleh dengan teknik consecutive sampling menggunakan kuesioner yang telah memenuhi syarat valid dan reliabel melalui uji validitas dan reliabilitas. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang diisi oleh 239 orang tua di Jabodetabek dan dianalisis menggunakan program IBM®SPSS® versi 26. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden menunjukkan pengetahuan (70,7%), sikap (84,1%), dan perilaku (94,6%) yang baik terkait swamedikasi anak. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap (p = <0.001; r = 0.494), pengetahuan dan perilaku (p = <0.001; r = 0.278), serta sikap dan perilaku (p = <0.001; r = 0.381) terkait swamedikasi anak. Semakin baik pengetahuan dan sikap orang tua terhadap swamedikasi, semakin baik perilaku mereka dalam melakukan swamedikasi pada anak. Terdapat perbedaan yang signifikan dalam pengetahuan, sikap, dan perilaku swamedikasi antara responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan pendapatan (p <0.05). Namun, tidak terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan tingkat pendidikan dan status pekerjaan (p >0.05). Studi ini memberikan pemahaman tentang pola swamedikasi pada orang tua di Jabodetabek, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan perilaku swamedikasi.

The risk of medication errors in self-medication practices for pediatric patients is significant, including issues related to drug selection and dosing regimens that can negatively impact patient safety. Several studies have shown that self-medication practices can be influenced by the level of knowledge and attitudes held by patients. This research aims to analyze the knowledge, attitudes, and practices related to self-medication for cough, flu, and fever medications in children in the Jabodetabek area. The design of this research is cross-sectional with a mixed-methods embedded design. Data was collected by using consecutive sampling technique using questionnaire that had fulfilled the validity and reliability test. Primary data was obtained from 239 parents in the Jabodetabek area and analyzed using IBM® SPSS® version 26. The research findings indicate that the majority of respondents demonstrated good knowledge (70.7%), attitudes (84.1%), and behaviors (94.6%) regarding self-medication practices for children. There were significant positive correlation between knowledge and attitudes (p = <0.001; r = 0.494), knowledge and behaviors (p = <0.001; r = 0.278), as well as attitudes and behaviors (p = <0.001; r = 0.381) regarding self-medication practices for children. The better the knowledge and attitudes of parents towards self-medication, the better their behaviors in practicing self-medication. There were significant correlation in knowledge, attitudes, and practices related to self-medication among respondents based on age, gender, and income (p <0.05). However, no significant differences were found based on education level and employment status (p >0.05). This study provides insights into the patterns of self-medication practices among parents in the Jabodetabek area."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonifacius Lukmanto Djojopranoto
"Kekambuhan lokal setelah tindakan bedah pada karsinoma rekti masih merupakan masalah. Untuk memperbaiki hasil pengobatan dan mengurangi kekarabuhan lokal diberikan ajuvan berupa penyinaran pra dan pasca bedah serta khemoterapi, yang dikenal dengan teknik Sandwich.
Untuk menilai keberhasilan teknik Sandwich dilakukan evaluasi terhadap 38 penderita karsinoma rekti yang dirawat di RSCM dari bulan Januari 1988 sid Desember 1990 yang dilakukan pembedahan dan diterapi dengan teknik Sandwich dibandingkan dengan 31 penderita karsinoma rekti yang dilakukan pembedahan dan diterapi dengan teknik Non Sandwich dari bulan Januari 1985 sid Desember 1987.
Follow up rata-rata pada teknik Sandwich 11,08 + 10,63 bulan sedangkan pada yang Non Sandwich 17,71 ± 15,49 bulan (P < 0,01 - tidak bermakna ). Kekambuhan lokal pada penderita yang diterapi dengan teknik Sandwich 5 penderita (13 %) semuanya dari yang resektabel (mendapat penyinaran pra bedah 1000 rad.), sedangkan pada yang Non Sandwich 9 penderita ( 29 % ).
Dua belas penderita yang tidak resektabel dan diterapi dengan teknik Sandwich setelah mend ap at penyinaran prabedah 4500 rad., 5 penderita 42 % ) berubah menjadi resektabel, dari penderita ini tidak ada yang mengalami kekambuhan lokal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shita Dharmasari
"Penanganan gejala penyakit tanpa melalui sumber pelayanan medis telah menjadi kegiatan rutin sehari-hari bagi penduduk. Tindakan pertama yang dilakukan untuk mengatasi penyakit adalah dengan pengobatan sendiri (self-medicated). Di Provinsi Lampung sebesar 66,48% masyarakatnya melakukan pengobatan sendiri dan sebesar 87,33% dari masyarakat Kota Bandar Lampung melakukan pengobatan sendiri dengan menggunakan obat modern. Pengobatan sendiri oleh masyarakat tersebut jika dilakukan secara aman, tepat dan rasional akan membantu mengatasi masalah kesehatan ringan atau membantu masyarakat yang tinggal jauh dari jangkauan fasilitas kesehatan sedangkan penggunasalahan obat (drug misuse) justru dapat mengakibatkan ketidakefektifan pengobatan, obat menjadi tidak berguna atau bahkan membahayakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional pada masyarakat Kota Bandar Lampung tahun 2003. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan unit analisa rumah tangga, data primer didapatkan dari responden dengan wawancara menggunakan pedoman kuisioner. Sampel penelitian adalah 170 rumah tangga yang melakukan pengobatan sendiri dalam 3 bulan terakhir di Kota Bandar Lampung pada tahun 2003 yang diambil secara cluster.
Variabel dependent adalah perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional dan sebagai variabel independent adalah faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan tentang pengobatan sendiri, keyakinan sakit dan keyakinan pengobatan), faktor pemungkin (pengeluaran), dan faktor penguat (keterpaparan iklan). Analisa data meliputi univariat dengan distribusi frekuensi, mean, median, standar deviasi, dan nilai minimum-maksimum, bivariat dengan uji t independent, uji anova dan regresi tinier sederhana dan multivariat menggunakan regresi liner berganda.
Ditemukan bahwa responden sebagian besar adalah ibu rumah tangga, berusia antara 23 tahun sampai 65 tahun, sebagian besar berpendidikan tamat SLTA, dan sebagian besar kepala rumah tangga yang bekerja sebagai wiraswasta dengan pengeluaran keluarga rata-rata Rp. 828.088; (95% C1765.517 - 890.659).
Dari interval nilai skor perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat-dan rasional yaitu 24 - 72, basil penelitian menunjukan bahwa tidak satupun masyarakat mencapai skor tertinggi clan perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional dan sebanyak 49,5% dad masyarakat Kota Bandar Lampung mempunyai skor perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional dibawah rata-rata. Variabel yang masuk dalam model setelah dikontrol dengan variabel lain, yang berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional adalah tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran, pengetahuan tentang pengobatan sendiri dan keyakinan pengobatan dengan variabel yang paling dominan adalah tingkat pendidikan.
Dengan hasil penelitian ini dapaf disarankan tentang perlunya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pengobatan sendiri melalui kampanye (pemasaran sosial) pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional secara lebih meluas dengan lebih memperhatikan tingkat pendidikan terutama pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, dan masyarakat dengan pendapatan yang rendah. lnformasi yang disertakan dalam kemasan obat (patient package insert) hendaknya berisi informasi yang bisa dimengerti oleh masyarakat bukan merupakan istilah medis.
Daftar Pustaka: 59 (1971-2002)
Factors Related to the Safe, Accurate, and Rational Self Medication Within Community Bandar Lampung City in The Year 2003 Self-medication for symptoms has become common behavior among the member of community. The first health seeking action undertaken by most people to overcome disease is through self-medication. In the Province of Lampung about 66,8% of household undertake self medication and about 87,33% at Bandar Lampung City has used modern medicine as self medication. This self-medication, if performed safely, accurately, and rationally, would help to overcome mild health problems or help the people who live far from the health facilities. The misuse of drugs could cause ineffective medication; drugs become useless and could even become dangerous.
The objectives of this study are to find out the factors related to safe, accurate, and rational self-medication behaviors. This study employed cross sectional approach design with households as the unit of analysis. Primary data are acquired from the respondents through interviews using questionnaire as the guidelines. The sample of this study are 170 households who perform self medication in the recent three months in Bandar Lampung City in 2003 which are taken through cluster sampling method.
The dependent variable is safe, accurate, and rational self-medication behaviors and as the independent variables are: predisposing factors (age, sex, marital status, family members' number, education level, job, knowledge of self medication, perceived illness and medication assurance), enabling factors (i.e., household expenditure), and reinforcing factors (i.e., advertisement influence). Data analysis consist of statistics distribution of frequency, mean, median, standard deviation, and minimum and maximum values, bivariat analysis is using independent t test, ANOVA test, and simple linier regression, and multivariate analysis is using multiple limier regression.
It is discovered that most of the respondents are mothers, aged between 23 to 65 years old, most with high school educational background, and most are head of the families working in the public sectors with average household expenditure around Rp. 828.088, - (95% CI between 765.517-890.659).
Behavior score interval of the safe, accurate and rational self-medication is 24 -72. The result of the study shows that none of the respondent acquired the maximum score of safe, accurate, and rational self-medication and about 49,5% of the respondent have the score below the average. The variables which enter the model after being controlled by other variables, which relates to safe, accurate, and rational self medications are educational level, knowledge of self medication, and medication belief The level of education has been found to be the most determinant factor.
From the result of this study it could be advised of the needs to improve the public knowledge of self medication through a safe, accurate, and rational self medication campaign (social marketing) by giving more attention to those of lower educational level and the with low income. The information embedded on the patient package insert should better consist of information that could be understood by the public, using common terminology/language.
Bibliography List: 59 (1971-2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11242
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The self-medication is an effort conducted by the community to cure theirselves using medicine, traditional medicine or others without health proffesional advice. The aims of this study are to know healthy ? illness concept, to know local language,symptoms, cause, prevention and curation of headache, fever, cough and common
cold, and the self- medication practice on the village community.
This study using qualitative design and data was collected by depth interviewing from 12 key informans at Ciwalen village, Warungkondang sub-district, Cianjur district, West Java, in 1998. Key informans are the chief of RT, the chief of RW, the teachers of elementary school, the health cadres, and the housewives. Data were analyzed
using triangulation methode and confirmating the interview result to the key informans. The conclussion of this study are : The healthy-illness concept does not only physical aspect, but also social culture
aspect. The light illness - heavy illness concept depends on the physical condition of patient, the daily activity and the medication.
The community use generally local language nyeri sirah for the headache, muriang for the fever, gohgoy for the cought and salesma for the common cold. The cause of illness is commonly their physical environment, include bacteria for the cought. The prevention of illness is generally conducted by avoiding its cause. The self medication practice generally use the medicine that were bought from the retail at their village, some of them use the traditional medicine. Reason of self-medication practice are light illness, inexpensive, time eficiency, and as a first aid before going to the health proffesional or health center. The selfmedication practice is improperly done, because the community mostly bought a small amount of medicine, so that the brochure of the medicine can not be read."
[Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI], 2005
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Yugo Hario Sakti Dua
"Latar Belakang: Akalasia adalah gangguan motilitas esofagus yang jarang terjadi dan memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Peroral Endoscopic Myotomy (POEM) adalah pengobatan baru untuk akalasia dengan tingkat efektivitas dan kepuasan pasien yang tinggi. Indonesia adalah negara Asia Tenggara pertama yang menampilkan POEM pada tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hasil POEM untuk akalasia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Indonesia.
Metode: Sebuah studi observasional dengan desain kohort retrospektif dilakukan untuk menentukan hasil pasca operasi POEM pada pasien akalasia di Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil yang buruk didefinisikan sebagai memiliki skor Eckardt lebih dari 3 selama periode tindak lanjut. Faktor yang dianalisis dalam penelitian ini adalah usia, indeks massa tubuh, jenis akalasia, lama penyakit, pengobatan sebelumnya, penyakit penyerta, riwayat merokok, dan riwayat konsumsi alkohol. Analisis dilakukan dengan menggunakan grafik Kaplan Meier dan analisis regresi cox.
Hasil: Sebanyak 108 subjek dilibatkan dalam penelitian ini dengan masa tindak lanjut 26,1 + 16,9 bulan. Kesuksesan klinis diperoleh pada 99 (91,7%) subjek. Kelangsungan hidup bebas penyakit kumulatif di antara subyek adalah 98,1%, 97,3%, 95,2%, 96,6% dan 90% masing-masing selama 5 tahun pertama. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil POEM yang lebih buruk pada pasien akalasia adalah usia yang lebih tua (RR 6,099, p <0,05), riwayat penyakit sebelumnya (RR 6,004, p <0,05), dan akalasia tipe III (RR 14,4, p <0,05).
Kesimpulan: Luaran baik didapatkan oleh 91,7% pasien akalasia yang menjalani POEM di Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil POEM yang lebih buruk di antara pasien akalasia adalah usia yang lebih tua, riwayat penyakit sebelumnya, dan akalasia tipe III.

Background: Achalasia is a rare esophageal motility disorder affecting millions worldwide. Peroral Endoscopic Myotomy (POEM) is a novel treatment for achalasia with a high level of effectiveness and patients’ satisfaction. Indonesia is the first South East Asian country to perform POEM in 2015. This study aims to investigate the outcome of POEM for achalasia and its affecting factors in Indonesia.
Methods: An observational study using retrospective cohort design was performed to determine the postoperative outcome of POEM among achalasia patients in Indonesia and its affecting factors. Poor outcome was defined as having Eckardt score of more than 3 during the follow-up period. The factors analyzed in this study was age, body mass index, achalasia type, disease duration, prior treatment, comorbidities, smoking history, and alcohol consumption history. Analysis was done using Kaplan Meier graph and cox regression analysis.
Results: A total of 108 subjects were included in this study with follow up period of 26,1 + 16.9 months. Clinical success (absence of poor outcome) was obtained by 99 (91.7%) subjects during the follow-up duration. The cumulative disease-free survival among subjects was 98.1%, 97.3%, 95.2%, 96.6%, and 90% for the first 5 year, respectively. Factors affecting the worse outcome of POEM among achalasia patients was older age (RR 6,099, p <0,05), prior history (RR 6,004, p <0,05), and type III (RR 14,4, p <0,05).
Conclusion: Five-year good outcome was obtained by 91.7% of achalasia patients undergoing POEM in Indonesia. Factors affecting worse outcome of POEM among achalasia patients was older age, prior history, and type III achalasia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Luthfiah
"p-Sinefrin merupakan salah satu senyawa yang memiliki aktifitas lipolisis, namun memiliki bioavailabilitas oral yang rendah, dan juga bersifat hidrofilik sehingga sulit berpenetrasi ke bagian epidermis kulit jika dibuat untuk sediaan transdermal. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan penetrasi dari p-sinefrin dengan cara dibuat sedian gel transfersom. Pada penelitian ini telah dilakukan optimasi formula transfersom, yaitu F1, F2 dan F3 dengan penggunaan surfaktan berturutturut yaitu: tween 80, span 80, dan gabungan tween 80 span 80 dengan perbandingan jumlah 1:1. Hasil menunjukkan F1 adalah formula terbaik dengan efisiensi penjerapan 64.05±0.75%, ukuran partikel rata-rata 101,93 ± 0,55 nm, indeks polidispersitas = 0,264 ± 0,011 dan potensial zeta = -36,2 ± 0,69 mV sehingga digunakan pada formulasi sediaan gel. Gel yang dibuat terdiri dari dua formula, yaitu gel transfersom (GT) dan gel non transfersom (GNT). Terhadap kedua gel tersebut dilakukan evaluasi stabilitas fisik, uji penetrasi in vitro menggunakan sel Difusi Franz menggunakan kulit tikus jantan Sprague Dawley. Berdasarkan hasil uji stabilitas fisik GT lebih stabil daripada GNT. Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan jumlah kumulatif p-sinefrin terpenetrasi dari GT lebih tinggi daripada GNT, yaitu 1955,4± 9,36 μg.cm-2 untuk GT dan 897,9 ± 24,11 μg.cm-2 untuk GNT. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa GT dapat meningkatkan penetrasi p-sinefrin bila dibandingkan dengan GNT.

p-Sinefrin is compound that have lipolysis activity, however it has a low oral bioavailability, and hydrophilic characteristic which is difficult to penetrate the epidermis if it is made into transdermal peparations. The aim of this research is to increase the penetration of p-sinefrin by preparing into transfersom gel. In this research three transfersom formulas were prepared, e.g. F1, F2 and F3 with the use of surfactants respectively: tween 80, span 80, and combination of tween 80 and span 80 with ratio 1:1. F1 is the best formula with the highest entrapment efficiency 64.058 ± 0.754%, average particle size 101.93± 0,55 nm, polydispersity index 0.264 ± 0.01 and zeta potential = -36.2 ± 0.69 mV, so the best formula was incorporated into gel formulation. There were two gel formulas prepared in this research, gel transfersom (GT) and non transfersom gel (GNT). Both of gels were evaluated for their physical stability, and also in vitro penetration test using Franz diffusion cells with Male Sprague Dawley rat skin. The results showed the physical stabilty test of GT was better than the GNT. Cumulative penetration of p-sinefrin GT was higher than GNT, which value for GT was 1955.4± 9.36 μg.cm-2 and GNT was 897,9 ± 24,11 μg.cm-2. It can be concluded that GT can increase penetration of p-sinefrin compared to GNT.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64776
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>