Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106464 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aning Hastuti
"Peningkatan kasus HIV/AIDS di Kalimantan Barat sangat tinggi, dari 64 kasus tahun 2004 menjadi 231 kasus tahun 2005, sehingga diperlukan upaya penanggulangan termasuk perhitungan biaya pengobatan HIV/AIDS di rumah sakit dan pengendalian biaya pelayanan kesehatan dengan penetapan DRGs.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran variasi biaya pengobatan (cost of treatment) HIV/AIDS berdasarkan DRGs di RSU Dr. Soedarso Pontianak.
Penelitian ini adalah survei kuantitatif terhadap cost of treatment pasien HIV/AIDS di RSU Dokter Soedarso tahun 2005 pada rawat jalan dan rawat inap, berdasarkan Clinical Pathway dengan metode analisis biaya ABC (Activity Based Costing) dan Simple Distribution. Jumlah kasus yang diteliti 55 kasus, dikelompokkan berdasarkan Australian Refined Diagnosis Related Groups (AR-DRGs) Classification Version 4.1. Kasus HIV termasuk Major Diagnostic Categories (MDC) 18 Infectious and parasitic diseases, yaitu DRG S61Z HIV dengan CNS disease, S62Z HIV dengan malignancy, S63A HIV related infection dengan penyakit penyerta dan penyulit, S63B HIV related infection tanpa penyakit penyerta dan penyulit, S64A HIV lain dengan penyakit penyerta dan penyulit, S64B HIV lain tanpa penyakit penyerta dan penyulit.
Hasil penelitian menunjukkan Clinical Pathway HIV terdiri dari tahapan pendaftaran, penegakan diagnosis, terapi, pulang dan rawat jalan. Cost of treatment rawat inap Kelas III tertinggi S64A sebesar Rp. 6.363.402,- dan terendah S62Z sebesar Rp. 1.547.226,-, Kelas VIP tertinggi S64A sebesar Rp. 8.885.558,- dan terendah S62Z sebesar Rp. 1.871.795,-. Cost of treatment rawat jalan tertinggi S63A sebesar Rp. 431.898,- dan terendah S61Z sebesar Rp. 171.207.
Pengelompokan HIV berdasarkan AR-DRGs dapat dilakukan di RSU Dokter Soedarso Pontianak, dengan ditambah satu kelompok untuk pasien status keluar rumah sakit meninggal. Variabel yang digunakan untuk menentukan cost of treatment berdasarkan DRGs HIV di RSU Dokter Soedarso Pontianak tahun 2005 yaitu diagnosis utama, penyakit penyerta dan penyulit (casemix), lama hari rawat, dan pemanfaatan utilisasi. Dalam penyusunan DRGs agar didapatkan angka rata-rata biaya yang lebih stabil perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap diagnosis sejenis pada beberapa rumah sakit yang tipenya sama dengan jumlah sampel lebih besar. Perlu pengembangan Clinical Pathway yang baku dan penetapan biaya berdasarkan DRGs disesuaikan kondisi di Indonesia untuk mendapatkan Indonesian DRGs (INA-DRGs), sehingga ada kepastian biaya yang diperlukan bagi pihak rumah sakit, asuransi, konsumen dan pemerintah.

The increasing of HIV/AIDS cases in West Kalimantan in the year 2005 is very high; the cases increased from 64 cases in 2004 to 231 in 2005. Because HIV/AIDS cases increase in West Kalimantan need prevention program and health service, including HIV/AIDS medication cost account in hospital and the control of health services cost with DRGs's stipulating.
Main objectives of this research are to find HIV/AIDS cost of treatment based on DRGs in Dr. Soedarso General Hospital Pontianak.
This research is quantitative survey toward HIV/AIDS patient cost of treatment in Dr. Soedarso General Hospital year 2005 of outpatient and inpatient, based on Clinical Pathway with cost analysis method using ABC method (Activity Based Costing) and Double Distribution. Total researched cases are 55 cases. Then grouped into Australian Refined Diagnosis Related Groups (AR- DRG) Classification Version 4.1, HIV is belong to Major Diagnostic Categories (MDC) 18 Infections and parasitic diseases, which is DRG S61Z HIV with CNS disease, S62Z HIV with malignancy, S63A HIV related infection with complicated diseases, other S64A HIV with complicated diseases, other S64B HIV without complicated diseases.
Research result shows that Clinical Pathway of HIV i.e.: admission, to get the main diagnosis, therapy, discharge and inpatient. One episode HIV/AIDS outpatient cost of treatment based on Clinical Pathway as according to AR-DRG grouping for the highest of ffl class was in S64A equal to Rp. 6,363,402,- and the lowest in S62Z equal to Rp. 1,547,226,-. The highest HIV cost of treatment for VIP class was in S64A equal to Rp. 8,885,558,- and the lowest in S61Z equal to Rp. 1,871,795,-. The highest cost of treatment in inpatient in S63A equal to Rp. 431,898,- and the lowest in S61Z equal to Rp. 171,207.
HIV grouping based on AR-DRG done in Dr. Soedarso General Hospital Pontianak, with one group addition for patient with out from hospital status died. Variable that affect HIV DRGs settlement in Dr. Soedarso General Hospital Pontianak year 2005 i.e.: main diagnosis, patient characteristic, casemix disease, inpatient length, and utilization use.
In arranging DRG, to get more stabilize cost mean number need advanced research toward equal diagnose on some hospital with same type with larger number of samples. Need basic Clinical Pathway development and cost settlement based on DRGs that apropiate with condition in Indonesia and finally created Indonesia DRGs (INADRG). Therefore, there is cost certainty that needed by hospital, assurance, consumer, and government.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alpha Aulia Devi
"DBD merupakan penyakit menular, dapat menyerang semua orang, rnengakibatkan kematian, serta sering menimbulkan wabah. DBD menunjukkan beban ekonomi signifikan pada masyarakat yang terkena.
Tujuan penelitian ini diperolehnya informasi tentang biaya per DRG's berdasarkan Clinical Pathway pada penderita DBD yang dirawat inap di RSU Dr. Soedarso Pontianak tahun 2005.
Jenis penelitian kuantitatif dengan desain survei. Data dikumpulkan dari biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penderita DBD yang di rawat inap di RSU Dokter Soedarso bulan Januari sampai Desember 2005. Penelitian dilaksanakan bulan Februari-Juni 2006, menggunakan data sekunder dan rekam medis pasien rawat inap DBD dan unit penunjang serta data primer dari wawancara dengan dokter, perawat, kepala ruangan dan kepala rekam medis tentang penatalaksanaan DBD. Unit cost dihitung berdasarkan direct cost dengan Activity Based Costing dan indirect cost dengan simple distribution.
Variabel yang mempengaruhi penetapan DRG's DBD di RSU Dr. Soedarso Pontianak tahun 2005 antara lain: karakteristik pasien: jenis kelamin, diagnosa utama, penyakit penyerta dan penyulit, lama hari rawat dan pemanfaatan utilisasi.
Clinical Pathway DBD yang di rawat inap di RSU Dr. Soedarso Pontianak tahun 2005 terdiri dari tahapan berikut : I. Pendaftaran, II. Penegakan Diagnosa: tindakan oleh perawat, dokter, pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosa utama, terapi dokter, pendaftaran rawat inap, III. Terapi: visite dokter, pemeriksaan penunjang, penegakan DBD berdasarkan casemix, penentuan terapi (dokter), asuhan keperawatan, penggunaan alat kesehatan habis pakai, obat-obatan dan akomodasi serta IV. Pulang.
Rata-rata lama hari inap dan biaya DBD berdasarkan DRG's (T63B) di RSU. Dr. Soedarso Pontianak Tahun 2005 adalah: DBD Murni 4,01 hari, biaya Rp.565.948,- - Rp.2.471.298,-. DBD dengan penyerta 4,46 hari, biaya Rp.572.692,- - Rp.2.740.687,- DBD dengan penyulit 4,82 hari, biaya Rp.652.352,- - Rp.3.256.826,-. DBD dengan penyakit penyerta dan penyulit 5 hari, biaya Rp.662.385,- - Rp.3.467.237,-. Sampel pada DBD dengan penyakit penyerta dan penyulit hanya 2 orang (1,65%) sehingga lama hari rawat inap dan biaya kurang bervariasi.
Rumah sakit dapat melakukan penerapan DRG's secara bertahap. Perlu koordinasi lintas program antara Depkes RI, Ikatan Profesi, Asuransi, YLKI dan Rumah Sakit (Private dan Public) dalam penyusunan Clinical Pathway yang baku dan penetapan biaya berdasarkan DRG's serta akhimya tercipta Indonesian DRG's. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan diagnosa penyakit lain dan di rumah sakit lain (private maupun public) agar perhitungan unit costIDRG's dapat digunakan sebagai alat untuk pembayaran sehingga adanya kepastian biaya yang diperlukan bagi RS, asuransi, konsumen dan pemerintah.

DHF disease is contagious disease, could attack all people and cause death, and often cause epidemic. DHF show significant economical burden in infected society.
This research aim is get the information about cost per DRG's based on Clinical Pathway of DHF patient that taken care at Dr. Soedarso General Hospital Pontianak in 2005.
Research is quatitative with survey design. Data gathered from costs that spend by dengue haemorrhagic fever patient that taken care in Dr. Soedarso General Hospital from January to December 2005. Research done in February - June 2006, using secondary data from DHF inpatient medical record and supportive units and also primary data from interview with doctors, nurses, Hall Chief and Medical Record Chief toward dengue haemorrhagic fever menagery. Unit cost count based on direct cost by Activity Based Costing and indirect cost by simple distribution.
Variables that affect DRG's DHF in Dr. Soedarso General Hospital Pontianak year 2005 such as: patient characteristics: sex, main diagnose, commorbidity and commortality disease (casemix), length of stay and utilization used.
DHF's Clinical Pathway in Dr. Soedarso General Hospital Pontianak year 2005 consists of: I. Registration, IL Diagnose Straightening: action of nurse, doctor, supportive examiner, main diagnose straightening, doctor therapy, inpatient registration, III. Therapy: Visit Doctor, supportive examiner, DHF diagnose straightening with casemix, therapy determining (doctor), nursing education, after use health tools using, medication and accommodation and also 1V. Returning Home.
Inpatient length of stay mean and DHF cost based DRG's (T63B) in Dr. Soedarso General Hospital Pontianak year 2005 are: Pure DHF is 4,01 days, with inpatient cost mean between Rp. 565.948,- to Rp. 2.471.298,-. DHF with commorbidity disease is 4,46 days. Inpatient cost mean between Rp. 572.692,- to Rp. 2.740.687,-. DHF with complicated disease is 4,82 days. Inpatient cost mean between Rp.652.352,- to Rp.3.256.826,-. DHF with casemix is 5 days. Inpatient cost between Rp.662.385,- to Rp.3.467.237,-. Sample on DHF with casemix only two people (1,65%) with the result that inpatient length of stay and cost less varying.
Hospital can do DRG's implementation step by step especially in inpatient cases that often handled. Need cross program coordination between Depkes RI, Profession Band, Assurance, YLKI and Hospital (Private and Public) in arranging basic Clinical Pathway and cost determining based on condition in Indonesia and finally created Indonesian DRG's. Important to do the other research with other diagnostic and other hospitals (private and public) so unit costlDRG's can be used became tools to payment system So that cost certainty needed for hospitals, assurance, consumer and government created.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T20085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi
"Yayasan Stroke Indonesia memperkirakan insiden stroke di Indonesia 500.000 orang pertahun dengan 125.000 meninggal pertahun dan sisanya cacat ringan maupun berat Pengobatan stroke merupakan perawatan jangka panjang karena membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Besarnya biaya berobat semakin berat dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Pada umumnya rumah sakit di Indonesia mempunyai masalah mengenai informasi biaya yang tidak jelas yang disebabkan oleh sistem pembayaran langsung perjasa pelayanan (fee for service). Biaya pelayanan kesehatan meningkat karena belum adanya harga standar berdasarkan unit cost untuk berbagai pelayanan kesehatan yang diperjual belikan. Pengendalian biaya dari bentuk fee for service ke Prospective Payment System (PPS) perlu dilakukan. Salah satu bentuk PPS adalah Diagnosis Related Groups (DRG's). DRGs adalah sistem pembayaran perkelompok penyakit tanpa melihat tindakan yang diberikan atau lamanya perawatan di rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana clinical pathway dan cost of treatment stroke berdasarkan DRGs di Runah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2005.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan rancangan crossectional retrospektif Penelitian dilaksanakan dari bulan Pebruari sampai April 2006 dengan menggunakan data sekunder clad rekam medik pasien rawat inap dengan diagnosa stroke tahun 2005. Unit cost dihitung dengan menggunakan Activity Based Costing. Analisa data dilakukan secara univariat untuk melihat distribusi frekuensi, nilai mean, median, modus, nilai minimum dan nilai maksimum Pengelompokkan stroke berdasarkan AR-DRG's di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi adalah : stroke dengan penyakit penyerta dan penyulit (B70A), stroke dengan penyakit penyerta atau penyulit (B70B), stroke murni (B70C), stroke meninggal dibawah 7 hari (B70D). Batasan hari rawat 4 Ilan dalam AR DRG tidak dapat digunakan karena pasien dengan status keluar hidup mempunyai hari rawat terendah 3 hari, sedangkan pasien dengan status keluar meninggal mempunyai hari rawat terendah 1 hari.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui clinical pathway stroke terdiri dan 5 tahap yaitu : pendaftaran, penegakkan diagnosa, terapi, pulang dan rawat jalan. Tahap terapi terdiri dari visite dokter, pemeriksaan penunjang, konsultasi dokter, Asuhan keperawatan, tindakan, rehabilitasi medik, intake makanan rendah garam dan intake obat-obatan. Banyaknya variasi obat pada stroke berhubungan dengan adanya penyakit penyerta dan penyulit.
Cost of treatment Stroke di kelas III di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2005 adalah sebagai berikut : (1) Biaya rawat inap stroke dengan penyakit penyerta dan penyulit Rp. 5.181.485; dengan median hari rawat 14 hari sedangkan biaya rawat jalan Rp 803,121,- dengan median rawat jalan 3 kali dan total biaya adalah Rp 5.984.607; (2) Biaya rawat imp stroke dengan penyakit penyerta atau penyulit Rp 4.075,179,- dengan median hari rawat 11 hari sedangkan biaya rawat jalan Rp 995.167; dengan median rawat jalan 4 kali dan total biaya Rp 5.070.347; (3) Biaya rawat inap stroke murni Rp 1.905.273 dengan median hari rawat 10 hari sedangkan biaya rawat jalan Rp 987.047,- dan total biaya Rp 1.905.273,- (4) Biaya rawat inap stroke yang meninggal dibawah 7 hari Rp 1.848.767,- dengan median hari rawat 2 hari. Bila dilihat dari cost recovery rate rumah sakit rata-rata nilainya 58%.
Dari hasil penelitian perlu dilakukan perubahan paradigma pembiayaan kesehatan dari tarif pertindakan menjadi tarif perepisode sakit Perlu dilakukan perhitungan biaya rawat inap berdasarkan Diagnosis Related Groups secara nasional sebagai dasar penetapan tarif rawat inap secara nasional.

Indonesian Stroke Foundation estimates that the incident of stroke in Indonesia is 500.000 people per year, of which 125.000 people die per year and the rest, get light and heavy physical disability. Stroke treatment is a long-term care, which needs long recovery. The high cost of the treatment is felt hard to bear by the lower-income people.
Generally, hospitals in Indonesia have problems with unclear cost information_ This is caused by direct payment system per fee for service. The increase of health service cost is resulted in the unavailability of standard fee based on cost unit of various health service provided. Therefore, it is important to change the cost system payment from the fee for service form to the Prospective Payment System (PPS). One of the PPS form is Diagnosis Related Groups (DRG's). DRGs is per group payment system regardless the treatment provided or the length of care at hospital. The objective of this research is to see how clinical pathway and cost of treatment of stroke based on DRGs at Bukittinggi's National Stroke Hospital in 2005.
This research is a descriptive quantitative research with cross-sectional retrospective design. It was conducted from February to April 2006 using secondary data from medical record of in-patients diagnosed stroke in 2005. The cost unit was calculated using Activity Based Costing. Univariate data analysis was conducted to see the frequency distribution, mean, median, modus, minimum value and maximum value.
Stroke classified based on AR-DRG's at Bukittinggi's National Stroke Hospital are: stroke with contributing and complicating disease (B70A), stroke with contributing and complicating disease (B70B), pure stroke (B70C), and stroke causing death below 7 days (B70D). The definition of four-day treatment in AR-DRG is not used since the patients with out-alive status have the lowest treatment days of 3, while the patients with out-dead status have the lowest treatment day of 1.
Based on the study, it is known that clinical pathway comprised of five steps, namely: registering, diagnosis maintaining, therapy, going home, and out patient treatment. The therapy consists of doctor visit, supporting examination, consultation, nursery care, treatment, medical rehabilitation, low-salt food intake, and drug intake. The variety of stroke drug is related to the existence of contributing and complicating diseases.
Cost of stroke treatment in class III at Bukittinggi's National Stroke Hospital in 2005 are as follows: (1) Cost of in patient stroke with contributing and complicating diseases is Rp. 5,181,485,- with 14 treatment day median is 14 while cost of out patient service is Rp 803,121,- with the treatment day median is 3 times and total cost is Rp 5,984,607; (2) Cost of in-patient service for stroke with contributing and complicating diseases is Rp 4,075,179,- with the median of day treatment is 11 while cost of out patient service is Rp 995,167,- with the median of out patient is 4 times and total cost is Rp 5,070,347; (3) Cost of in-patient service of pure stroke is Rp 1,905,273,- with the median of day treatment is 10 while cost of out patient service is Rp 987,047,- and total cost is Rp 1,905,273; and (4) Cost of in-patient service of patients dieing below 7 days is Rp 1,848,767,- with the median of day treatment is 2. According to the cost recovery rate, the value of the hospital is 58% on the average.
The results indicate that it is important to change the paradigm of health financing from tariff per treatment to tariff per illness episode. It is also important to calculate the cost of in-patient treatment according to Diagnosis Related Groups nationally as an establishment of the in-patient tariff nationally.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19076
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Effendi
"Meningkatnya biaya kesehatan dapat mengakibatkan tidak teraksesnya pelayanan kesehatan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat Indonesia masih membayar biaya pelayanan kesehatan dengan cara pembayaran tunai (Out of pocket).
Pembayaran secara out of pocket menyebabkan rumah sakit tidak kepastian tentang pendapatan dari pelayanan yang diberikan kepada pasien. Ketidakpastian tersebut disebabkan rumah sakit tidak bisa membuat proyeksi yang pasti tentang jumlah pasien yang akan dilayani.
Prospective Payment System (PPS) atau Sistem pembiayaan praupaya merupakan sistem pembayaran pada pemberi pelayanan kesehatan baik rurnah sakit maupun dokter dalam jumlah yang ditetapkan sebelum suatu pelayanan medik dilaksanakan, tanpa memperhatikan tindakan medik atau lamanya perawatan di rumah sakit. Salah satu bentuk dari sistem pembiayaan praupaya adalah Diagnosis Related Groups (DRG's) yang mengelompokkan diagnosis terkait.
Pengelompokkan penyakit berdasarkan DRG's yang menja.di objek penelitian ini adalah penyakit pneumonia yang berkontribusi cukup besar terhadap kematian anak dan balita dan ketertarikan untuk diteliti karena belum perah ada perhitungan unit cost biaya pengobatan penyakit pneumonia di RSUD. Kota Banjar berdasarkan DRG's.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cost of treatment pneumonia berdasarkan Diagnosis Related Groups di RSUD.Kota Banjar tahun 2006. Metode penelian ini adalah penelitian deskriptif yang di1aksanakan pada bulan april sampai mei 2007 dengan menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien rawat inap dengan diagnosa pneumonia tahun 2006 dan data primer dengan observasi serta wawancara dengan dokter spesialis, dokter umum, perawat, paramedik dan instalasi gizi serta bagian keuangan. Perhitungan unit cost dengan menggunakan Activity Based Costing.
Pengelompokkan penyakit Pneumonia berdasarkan AR-DRGis di RSUD. Kota Banjar, yaitu : 1) Pneumonia dengan penyerta dan penyulit (E62A), 2) Pneumonia dengan penyerta atau penyulit (E62B) dan 3) Pneumonia murni (Eec). Untuk pneumonia yang meninggal tidak bisa diterapkan karena menurut AR-DRG's tidak ada pneumonia yang mengakibatkan meninggal, hal ini perlu dikembangkan sebagai model lisTA-DRG's.
Clinical Pathway pnemonia di RSUD. Kota Banjar yang didapatkan terdiri atas 5 (lima) tahap, yaitu : pendaftaran, penegakan diagnosis, terapi, pulang dan rawat jalan. Diagnosis utama yang dipakai berdasarkan ICD-X merupakan hasil kesepakatan para dokter yaitu J18 terdiri atas J18.0 Bronchopneumonia dan J18.9 Pneumonia.
Cost of treatment pneumonia path anak di RSUD. Kota Banjar tahun 2006 yaitu cost of treatment kelompok E62B di kelas III sampai kelas I dengan median hari rawat 4 hari biayanya antara Rp. 891971,- sampai dengan Rp. 944.429,- sedangkan cost of treatment kelompok E62C di kelas III sampai ke/as 1 dengan median hari rawat 3 hari biayanya antara Rp, 725,559,- sampai dengan Rp. 817.659,- Cost of treatment pneumonia path dewasa di RSUD. Kota Banjar tahun 2006 yaitu cost of treatment kelompok E62A di kelas III sampai kelas VIP dengan median hari rawat 8 hari biayanya antara Rp. 1.691.669,- sampai dengan Rp. 1,853.874,- cost of treatment pada kelompok E62B di kelas III sampai kelas VIP dengan median hari rawat 5 had biayanya antara 1.258.120,- sampai dengan Rp. 1.359.498,- sedangkan cost of treatment kelompok E62C di kelas III sampai kelas VIP dengan median hari rawat 5 hari biayanya antara Rp. 1120.411,- sampai dengan Rp. 1_221.789,-.
Perlu ditetapkan cam perhitungan biaya perawatan pasien di rumah sakit secara nasional seperti perhitungan biaya berdasarkan Diagnosis Related Groups dan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk penyakit lainnya dengan sampel dari berbagai rumah sakit sehingga diperoleh gambaran casemix setiap rumah sakit, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap upaya pengembangan INA-DRG's

Increasing of health cost is affecting health service become can not accessed by most of Indonesians. It happened because most of Indonesians still paying health service cost by cash (out of pocket).
Paying by out of pocket cause hospital does not have certainty toward income from given services to patients. It caused by inability of hospital making a certain projection toward total patients served.
Prospective Payment System (PPS) is payment system to health service giver whether hospital or doctor in decided amount before performed medical service, without concerning medical action or care length in hospital. One form of prospective payment system is Diagnosis Related Groups (DRG's) that group related diagnosis.
Disease grouping based on DRG's that become this research object is quite high contribution of pneumonia disease toward child death and toddlers and significance to research because no unit cost calculation of pneumonia disease medication at RSUD Banjar City based on DRWs.
This research purpose is to identify pneumonia cost of treatment based on Diagnosis Related Groups at RSUD Banjar City year 2006. This research method is descriptive research that performed in April to May 2007 by using secondary data from inpatient medical report with pneumonia diagnosis in 2006 and primary data with observation as well as interview with specialty doctor, public doctor, nurse, and paramedic and nutrition installation along with finance sector. Unit cost calculation is using Activity Based Costing.
Pneumonia disease grouping based on AR-DRG's at RSUD Banjar City, which are: 1). Pneumonia with accomplice and complication disease (E62A), 2). Pneumonia with accomplice or complication disease (E62B) and 3). Pure Pneumonia (E62C). For pneumonia, deaths not implemented because according to AR-DRG's there is no pneumonia caused death, it should improved as 11\IA-DRG's model.
Clinical Pathway of pneumonia disease at RSUD Bogor City obtained 5 steps, which are: registration, diagnosis maintenance, therapy, inpatient and outpatient. Used main diagnosis based on ICD-X is an agreed result of doctors that is J18 consist of J18.0 Bronchopneumonia and J18.9 Pneumonia.
Pneumonia cost of treatment in children at RSUD Banjar City year 2006 is E62B group cost of treatment in third class to first class with median of 4 days inpatient is Rp. 893,971 to Rp. 944.429 while E62C group cost of treatment in third class to first class with 4 days median is Rp. 725.559 to Rp. 817.659.
Pneumonia cost of treatment in adult at RSUD Banjar City year 2006 is E62A group cost of treatment in third class to VIP with median of 8 days inpatient is between Rp, 1.691.669 to Rp. 1.853.874, E62B group cost of treatment in third class to VIP with median of 5 days inpatient is Rp. 1.258.120 to RP. 1.359,498 while E62C group cost of treatment in third class to VIP with median of 5 days inpatient is Rp. 1.120.411 to Rp. 1.221.798.
Calculation of patient cost in hospital was need to be decided nationally as cost calculation based on Diagnosis Related Groups and require advanced research for other disease with samples from various hospital, so that obtained casernix description of every hospital, which expected to give contribution toward development effort of INA-DRG's.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaki Dinul
"ABSTRAK
Biaya pengobatan HIV/AIDS mahal. ODHA mengeluarkan biaya sendiri yang besar untuk membiayai pengobatan. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan OOP pada pasien HIV/AIDS rawat jalan. Penelitian ini merupakan penelitian analitik deskriptif secara retrospektif dengan desain penelitian berupa desain studi potong lintang. Adapun sampel pada penelitian ini, yaitu pasien HIV/AIDS rawat jalan yang diambil secara acak sebesar 144 pasien. Rata-rata pengeluaran per kunjungan pasien sebesar Rp100.763,35 yang terdiri dari jasa dokter Rp41.557,32, administrasi Rp4563,56 dan biaya tes laboratorium sebesar Rp13.833,03. Rata-rata pengeluaran pasien umum dalam setahun sebesar Rp999.755,10 dan pasien jaminan sebesar Rp268.116,50. Ada hubungan secara statistik antara cara pembayaran terhadap Biaya Pengobatan setelah mengontrol variabel status pasien, jumlah infeksi oportunistik, dan jumlah kunjungan (nilai p sebesar 0,0005). Diharapkan pemerintah bisa menjamin penderita HIV/AIDS untuk mendapatkan pengobatan agar bisa terhindar dari kerugian ekonomi.

ABSTRACT
cost for treatment HIV/AIDS is expensive. PLHIV spent high cost for treatment (out-of-pocket). This research analized cost for treatment in outpatient with HIV/AIDS, used cross sectional design. The sample in this research was 144 outpatient HIV/AIDS in RSKO, taken by simple random sampling. Out-of-Pocket for treatment was Rp 100.763,35/visit consists of physician Rp41.557,31, medical (non-ARV) Rp5, administration Rp4.563,56, and laboratorium test Rp13.833,03. The mean for patient with no insurance Rp999.755,10/year and with insurance Rp268.116,50. There is significant relationship between payment and number of visit to expense (p value 0,0005). Hope government could insure PLHIV for avoiding financial burden."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dharma Tjuanda
"Kerusuhan sosial berbau etnis yang terjadi di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat, awal 1999 di Kecamatan Jawai, Kabupaten Sambas memberikan dampak pada berbagai sektor dan kehidupan masyarakat yang sampai saat ini belum dapat kembali pada keadaan semula.
Arus pengungsi dievakuasi ke berbagai tempat yang aman dan ditampung pada barak-barak penampungan dan fasilitas pemerintah. Di tempat pengungsian, sarana dan prasarana tidak tersedia untuk hidup layak, sebagai konsekuensinya banyak masalah yang dihadapi termasuk masalah kesehatan dan gizi. Hasil survei oleh Palang Merah Internasional menunjukkan 17,5% anak balita pengungsi gizi buruk, menurut UNHCR berada pada keadaan gizi yang kritis (>15%), dan perlu penanganan segera, Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Barat dan Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Kalimantan Barat bekerja sama dengan World Vision Indonesia membentuk Therapeutic Feeding Center (TFC) untuk menangani.masalah balita gizi buruk oleh karena ini merupakan pengalaman pertama, namun hasilnya cukup memuaskan, dimana tidak ada yang meninggal di TFC.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang mendalam, tentang bagaimana pelaksanaan dan hambatan-hambatan kegiatan pemulihan status gizi balita gizi buruk, yang untuk selanjutnya dapat digunakan oleh pengelola program gizi sebagai masukan dalam memperbaiki pelaksanaannya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan rancangan penelitian menggunakan pendekatan deskriptif yang bersifat studi kasus retrospektif sedangkan pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview) observasi dan telaah dokumen.
Analisis data yang terkumpul menunjukkan bahwa tim kesehatan TFC telah memenuhi standar yang telah ditentukan. Studi ini menyimpulkan bahwa ketersediaan dana, sarana parasarana, serta berjalannya fungsi manajemen, merupakan salah penyebab rendahnya kegagalan dalam perawatan balita gizi buruk di TFC.

Analysis of the Implementation of Sambas Refugee Children Malnutrition Status Recovering at Therapeutic Feeding Center, Dokter Soedarso District General Hospital, Pontianak, Kalimantan Barat in the Year 2000Racial unrest in Kecamatan Jawai, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat in the early of 1999 has influenced many sectors and public life there, which has not recovered yet to the normal condition.
Refugees have been evacuated to other safer places, emergency refugee barracks, or to other governmental service facilities. At those places, the facilities and infrastructures are not provided adequately to support proper daily living, so that it induces many social problems, including the health and nutrition problems. The survey result by International Red Cross Committee has shown that 17.5% of the children have suffered from malnutrition. While according to the UNHCR, 15% of the children suffer from critical nutrition condition and need immediate treatment. The Health Service and Health Ministry Regional Office of Kalimantan Barat Province in cooperation with The World Vision Indonesia have established the Therapeutic Feeding Center (TFC) in order to treat the children malnutrition. Even though this is an initial experience, it has brought satisfying enough result, whereas no patient has died in TFC.
The purpose of this research is to obtain comprehensive information regarding the implementation and hindrance of the nutrition status recovering for the malnourished children. This result shall be useful input for the nutrition program official in order to enhance the program implementation.
This type of research used qualitative method, accompanied by research plan using descriptive approach as a retrospective case study. Data was obtained from in-depth interviews, observation and documents analysis. While the result from the research shows that the TFC health service team has carried out the requirement standards.
This research summarizes that the availability of fund, facilities, infrastructures, and managerial functions are factors of high success in malnutrition children treatment at TFC."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T9343
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cau, Kim Jiu
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor individu dan organisasi dengan komitmen perawat pada organisasi di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak. Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi korelasi dengan rancangan cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor individu yang berhubungan dengan komitmen pada organisasi adalah kontrak psikologis (p = 0,000), Faktor organisasi yang berhubungan dengan komitmen pada organisasi adalah supervisi (p =~ 0,000) dan lingkup pekerjaan (p = 0,000). Faktor yang paling berhubungan dengan komitmen perawat pada organisasi adalah supervisi. Organisasi perlu berupaya melakukan sistem seleksi dan perekrutan yang benar, dengan melakukan pengawasan terhadap staf, sehingga dapat menghasilkan staf yang komitmen terhadap organisasi.

This research is aimed to recognize the relationship between the individual and the organization factors with the commitment of nurses in the organization of Dr. Soedarso Pontianak Local Public Hospital on 2010. This research is a descriptive correlation research with cross sectional program. From the survey and the data analysis of 256 nurses, it has been recognized that the individual factors associated with organizational commitment is the psychological contract (p = 0,000)- The organizational factors related to organizational commitment are supervision (p = 0,000) and the job scope (p = 0,000). The factor most associated with the commitment of nurse to the organization is supervision. The organization should be directed to the selection and placement system, and regular monitoring staff that can lead to staff commitment."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28463
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Machfuddin
"Dampak krisis ekonomi mempunyai pengaruh besar terhadap pelayanan kesehatan gigi. Sebagian besar peralatan, obat dan bahan kedokteran gigi adalah import dengan harga yang meningkat ketika di sisi lain daya beli masyarakat berkurang. Bilamana pelayanan kesehatan gigi ingin tetap bertahan, maka diperlukan suatu pengendalian biaya agar pendapatan yang diperoleh dapat menutupi total biaya yang dikeluarkan.
Poli Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso adalah salah satu bagian yang memberikan pendapatan terbanyak, tetapi penerimaan subsidi dari pemerintah masih tetap berjalan. Untuk mengetahui keadaan tersebut diperlukan suatu analisis terhadap kinerja keuangan.
Penelitian merupakan kajian studi kasus dengan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan gambaran biaya total, biaya standar dan pendapatan di Rumah Sakit Dr. Soedarso Pontianak, tahun 2000 dengan menggunakan metode analisa double distribution, selanjutnya dilakukan perbandingan antara total biaya, total biaya pelayanan standar dengan total pendapatan saat ini.
Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran tentang kinerja keuangan berdasarkan tingkat pemulihan biaya pelayanan di Poli gigi dan mulut RSUD Dr. Soedarso, Pontianak Kalimantan Barat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total pembiayaan yang dikeluarkan cukup tinggi di mana obat dan bahan medis habis pakai (58,49 %) merupakan komponen pengeluaran terbesar, sedangkan total pendapatan atau biaya pelayanan saat ini lebih kecil dari biaya pengeluaran atau dengan kata lain tingkat pemulihannya <100 % (CRR 1 = 72,40 %) tetapi bila dibandingkan dengan biaya pelayanan standar total pendapatan sudah dapat menutupi (CRR 2 = 115,44%). Berdasarkan jenis tindakan tingkat pemulihannya >100 % seperti odontectomy (144 %), namun demikian sebagian besar tindakan pelayanan tingkat pemulihan (CRR 1 dan CRR. 2) < 100 % kondisi tersebut dikarenakan tarif yang sebenarnya yang berlaku ini untuk sebagian besar tindakan lebih kecil dari biaya standar.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa kinerja keuangan saat ini mengalami defisit disebabkan karena total pendapatan lebih kecil dari biaya total di mana obat dan bahan habis pakai merupakan bagian pengeluaran terbesar dan tarif yang berlaku lebih rendah dari biaya pelayanan standar.
Penelitian ini menyarankan bahwa untuk mengurangi total pembiayaan perlu dilakukan efisiensi penggunaan obat dan bahan material serta tarif yang disesuaikan supaya Poli Gigi RSUD Dr. Soedarso memperoleh keuntungan.

Financial Performance Analysis Based On Cost Recovery Rate (CRR) of Dental Health Clinic of Doctor Soedarso Regional Public Hospital (RSUD) in Pontianak, 2000
The impacts of monetary crisis giving a big to affect dental health services. Most equipments, materials and medicines are imported, while the price is increasingly expensive, on the other hand the people purchasing power is decreasing. If dental health services maintain its survival, it must drive to the cost, in other than the cost revenue to cover the total cost.
Dental Health Clinic of RSUD Dr. Soedarso as one of clinic which given biggest cost of revenue, now that still receive subsidy from the government. To know, it has needed analysis of financial performance.
This research is a case study with a quantitative and qualitative approach by using descriptive analysis method to obtain description of cost in dental clinic of RSUD Dr. Soedarso Pontianak related to total cost, standard cost, cost of services up to now, cost of standard services and revenue by using double distribution analysis method.
The results of this research is indicated that total cost using is highly which material and medicine (58, 49 %) is a bigger component for out of cost, but total revenue or cost of services up to now less than out of cost or recovery level <100 % (CRR 1 = 72, 40 %), but when it compared with the standard cost, The total revenue has covered cost of services (CRR 2 = 115, 44 %). Based on kind in action of services recovery level >100 % like odontectomy (CRR 1 = 144 %), light curing filling (CRR 1 = 142 %), nevertheless it is bigger part level recovery (CRR 1 and CRR 2) less than cost standard and revenue.
The research concluded that financial performance at Dental Health Clinic at RSUD Dr. Soedarso to obtain deficit, because total revenue less than total cost where out of medicine and materials cost is a bigger part and tariff less than standard cost.
The research recommended that it is decrease of total cost have to inefficiency using medicines and materials and to adjust on of tariff in other than it giving surplus."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T4458
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan
"Penelitian ini bertujuan untuk pengalaman perawat pelaksana terhadap pelaksanaan rotasi kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak. Desain penelitian menggunakan fenomenologi deskriftif, proses pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Partisipan pada penelitian ini diambil secara purposive sampling, analisa data menggunakan metode Collaizi. Hasil penelitian teridentifikasi tema : persepsi perawat pelaksana tentang pelaksanaan rotasi kerja, pelaksanaan rotasi kerja tidak sesuai prosedur, pengaruh pelaksanaan rotasi kerja, hambatan dan dukungan dalam pelaksanaan rotasi kerja, berbagai kebutuhan dan sarana dalam pelaksanaan rotasi kerja, harapan perawat terhadap pelaksanaan rotasi kerja. Dapat disimpulkan bahwa persepsi perawat pelaksana terhadap pelaksanaan rotasi kerja masih kurang baik oleh karena itu diperlukan dukungan dari pihak manajemen rumah sakit untuk melaksanakan rotasi kerja sesuai prosedur dan standard operational procedure yang ada.

The purpose of this research was to identify the perceptions and experiences of nurse practitioners to the implementation of job rotation. This research used descriptive phenomenology design and the data analysis used Colaizzi techniques. As the result of the research was the identification of several themes, which are: perception of nurse practitioners of job rotation, the experience of nurses who experienced job rotation, support and obstacles in the implementation of job rotation, facilities and infrastructure that support job rotation. It can be concluded that the perception of nurse practitioners of the implementation of job rotation is not good enough. Therefore, the support from hospital management is needed to implement job rotation in accordance with existing standard operational procedures."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadjmi Laila
"Setiap tahun diperkirakan terdapat S00 ribu kasus kanker leher rahim baru di seluruh dunia dan sebanyak 240 ribu orang diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia ada I5 ribu kasus baru per tahun dengan angka kematian 8000 orang dan menduduki peringkat pertama dari seiuruh penderita kanker yang ada. Penyebab kanker leher rahim belum diketahui secara pasti, tetapi diduga bahwa sejenis virus HPV (Human Papiiloma Wrus) memegang peranan penljng atas kejadian penyakit ini. Menumt data Yayasan Kanker Indonesia (YKI), 95% tumor ganas ini disebabkan virus HPV.
Peningkatan biaya pelayanan kesehatan biasanya disebabkan karena bclum adanya harga standar yang berdasarkan unit cost. Hal ini perlu disikapi dengan membuat terobosan ataupun strategi penyusunan pqla tarifyang dikenal dengan perhitungan uni: cost. I-Iingga saat ini Departemen Kesehatan belum membuat pedoman tarif yang bersifat tetap per diagnosis penyakit atau per episode penyakit.
Upaya yang perlu dilakukan untuk mengendalikan biaya pelayanan kesehatan (cost containment) adalah dari bentuk fee for service ke bentuk Prospective Payment System (PPS). Salah satu bentuk dari PPS adalah Diagnosis Related Groups. Cos! of DRGS adalah kcsclumhan biaya mulai dari pasien masuk melakukan pendaliaran, penegakan diagnosis, terapi dan pulang yang semuanya teranglcum dalam suatu alur perawatan atap disebut dengan Inlegraled Clinical Pathway. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana cost of treatment Ca Cervix berdasarkan DRGS di Rumah Sakit Pertamina Jaya tahun 2005.
Dipilihnya Ca cervix dalam penelitian ini karena kanker adalah penyakit nomor 10 dari 10 besar penyakit terbanyak, diantara penderita kanker, Ca cervix mempakan penyakit kanker terbanyak yang melakukan rawat inap. Bersama-sama dengan gagal ginjal kronis, kanker merupalcan penyakit yang membumhkan biaya tidak sedikit.
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan rancangan penelitian kuantitatif survey. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai Mei 2007 dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosa Ca Cervix tahun 2005. Unit cos! dihitung dengan metode Activily Based Cosiing (ABC). Analisa data dilakukan secam univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel.
Pengelompokkan Ca cervix di Rumah Sakit Pertamina tidak dapat dikelompokkan dalam AR-DRG. Pengelompokan Ca Cervix di Rumah Sakit Pertamina Jaya adalah : Ca Cervix dengan penyerta dan penyulit dengan histerektomi, Ca cervix dengan penyakit penyerta dengan histerektomi dan Ca Cervix tanpa penyerta dan penyulit dengan histerektomi.
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan bahwa tahap da.lam Clinical Paihway untuk Ca Cervix tefdiri dari 7 tahap, yaitu pendaflaran, penegal-Lkan diagnosa, pra operasi, operasi, post operasi, pulang dan rawat jalan. Cost of treatment Ca cervix dengan histerektomi di RS Pertamina Jaya tahun 2005 adalah : (1) Biaya rawat inap Ca cervix dengan penyerta dan penyulit dengan histcrcktomi Rp l3_009.563,-, dengan lama hari rawat 12 hari dan biaya rawat jalan Rp 3_956.498,- dengan rawat jalan 12 kali, total biaya Rp l6.983.47l,- (2) Biaya rawat inap Ca cervix clengan penyakit penyerta dengan histerektomi Rp ll_446_664,-, dengan lama hari rawat I2 hari dan biaya rawat jalan Rp 3.925.735,- dengan rawat jalan 12 kali, total biaya Rp 15_389_809,- (3) Biaya rawat inap Ca cervix tanpa penyerla dan penyulit dengan histerektomi Rp I0.048.274,-, dengan lama hari rawat ll hari dan biaya rawat jalan Rp 3.544.070,- dengan rawatjalan 12 kali, total biaya Rp 13.6097/54,-_Berdasarkan dari hasil penelitian maka. perlu dilakukan perhitungan biaya rawat inap berdasarkan Diagnosis Relafed Groups Sebagai dasar peneiapan tarif rawat inap.
Every year was predicted S00 thousand new carcinoma cervix occurred in all over the world and 240 thousand people in between did not survive. In Indonesia itself; there are 15 thousand new cases per year with 8000 people causing decease and stood first rank from suffering of cancer in the world. The major causing of Ca cervix is still unknown but was predicted that the HPV (Human Papilloma Wrus) hold important role for every cancer disease cases occurred. Based on Indonesian Cancer Foundation (YKI), 95 percent maligna tumor was affected by HPV virus.
Cost increasing in health services are usually cause by no standard unit cost available. This has to be done with new break through or even with designing strategy format tariff which lcnown as unit costs calculation. Until now Health Departement does not have fixed tariff book for every single diagnose or episode.
Things to be done to control health services cost containment are form tiom fee for service to be Prospective Payment System (PPS). One of' PPS form is Diagnosis Related Groups. Cost of DRGS are a total costs which start from patient entering registration, diagnosis, therapy to finally ending treatment or going home and all summarize in one record or knoum as Integrated Clinical Pathway. The purpose of this research is to overlook how cost of treatment Ca cervix works based on DRGs in Pertamina Jaya Hospital in year 2005. Ca cervix are chosen in this research because cancer disease is rank number I0 from top 10 disease in between cancer suitering. Ca cervix is the most cancer disease which end up in-patient together with chronic renal failure, cancer disease need higher amount to recovery.
This research is using case study methode with form of quantitative survey. This research conducted in moth of March to May 2007 using secondary data fiom medical record of in-patient which Ca cervix diagnosed in year 2005. Unit cost calculated using Activity Based Costing (ABC) methode. Data analysis were conducted in invariant to overlook frequent distribution ang proportion each variables. Ca cervix cannot be grouping based on AR-DRG at Pertamina Jaya Hospital. Ca cervix grouping at Pertamina Jaya Hospital are : Ca cervix with Contributing and Complicating disease with hysterectomy, Ca cervix with Contributing disease with hysterectomy, Ca cervix without Contributing and Complicating disease with hysterectomy.
Based on research is result that steps on Clinical Pathway for Ca cervix are contains 7 steps which are, registering, diagnosis, pre-operation, operation, post-operation, going home and out-patient treatment. Ca cervix costs of treatments following hysterectomy at Pcrtamina Jaya Hospital in year 2005 are 1 (I) Ca cervix with contributing and complicating disease with hysterectomy costs Rp l3_009.563,- , containing I2 days in-patent and 12 times out-patient visite costing in extra Rp 3.956_498,- with total cost Rp l6.983_47l,- (2) Ca cervix with contributing disease with hysterectomy cost Rp 1 l.446.664,- containing 12 days in-patent and 12 times out-patient visite costing in extra Rp 3925.73 5,- with total cost Rp l5.389.809,- (3) Ca cervix without Contributing and Complicating disease with hysterectomy cost Rp l0.048.274,- , containing ll days in-patent and 12 times out-patient visite costing in extra Rp 3.544.070,- with total cost Rp 13.609_754,-. In conclusion to the research resulted it is necessary to calculated in-patient cost based on Diagnosis Related Grozms as the based of in-patient fixed tariff.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T34548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>