Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73534 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Ariza Soeprihatini Soemarwoto
"Siprofloksasin sering digunakan sebagai antibiotik pads PPOK eksaserbasi akut yang disebabkan infeksi bakteri, baik di poliklinik Asma maupun di lnstalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Persahabatan. Bakteri yang sering dijumpai pada PPOK eksaserbasi akut adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae dan Moraxela catarrhalis selain itu terdapat pula Pseudomonas aeruginosa, Kiebsiela spp, S. aureus, Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia spp. Pada pencucian sputum penderita PPOK oleh Jabang ditemukan Klebsiella spp, Pseudomonas spp, S. aureus dan Streptococcus spp. Uji kepekaan in vitro beberapa antibiotik terhadap kuman penyebab infeksi saluran napas di Medan menunjukkan bahwa siprofloksasin mempunyai sensitiviti terbaik yakni antara 45-95%, terhadap Pseudomonas aeruginosa 66,7% dan terhadap Streptococcus pneumoniae 84,8%. Belum ada penelitian P. niruri yang digunakan bersamaan dengan siprofloksasin pada PPOK eksaserbasi akut yang disebabkan infeksi bakteri, diharapkan sehingga penggunaan ajuvan ini memberikan hasil yang positif.
Permasalahan
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit yang sering mengalami eksaserbasi akut karena telah terjadi kolonisasi bakteri. Salah sate penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut yang disebabkan bakteri adalah pemberian antibiotik. Pada beberapa penelitian ditemukan telah terjadi penurunan C3 maupun SOD pads PPOK dibanding kontrol. Phyllanthus niruri L merupakan suatu ajuvan, pada penelitian Ma'at dikatakan bahwa P. niruri dapat meningkatkan aktiviti respons imun nonspesifik mencit melalui peningkatan komplemen dan respons imun spesifik melalui peningkatan produksi IgM dan IgG. Beberapa penelitian terhadap P. niruri memberikan hasil yang positif akan tetapi belum ada penelitian penggunaan ajuvan ini pada PPOK eksaserbasi akut. Diharapkan penggunaan ajuvan bersamaan dengan siprofloksasin dapat memberikan hasil yang positif terhadap penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut.
Tujuan penelitian
Tujuan umum
Untuk mengetahui apakah Phyllanthus niruri L dapat meningkatkan efikasi pengobatan pada PPOK eksaserbasi akut yang disebabkan bakteri.
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui apakah Phylanthus niruri L jika diberikan bersama siprofloksasin pada penderita PPOK eksaserbasi akut yang disebabkan bakteri dapat :
a. Mempercepat perbaikan gejala klinis berupa penurunan sesak dan penurunan jumlah maupun purulensi sputum
b. Meningkatkan perbaikan sistem imun, berupa peningkatan:
i. komplemen (C3)
ii. superoksid dismutase (SOD)
iii. imunoglobulin (Ig) M dan G
2. Mengetahui pola kuman PPOK eksaserbasi akut pada pasien rawat jalan maupun rawat inap di RS Persahabatan."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T55897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barus, Abner Penalemen
"Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh electrical stimulation (ES) terhadap kekuatan otot kuadriceps penderita PPOK ekserbasi dan pasca eksaserbasi akut dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode: Desain penelitian adalah kuasi eksperimental. Seluruh subyek mendapatkan terapi ES pada kedua sisi otot kuadriceps selama 30 menit, 4 kali per minggu. Lamanya terapi diberikan selama 4 minggu. Data yang dikumpulkan meliputi kekuatan otot kuadriceps sebelum dan sesudah perlakuan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (usia, jenis kelamin, IMT) Hasil: Kekuatan otot kuadriceps meningkat secara bermakna pad a sisi kanan ( 154,60±34, 77 menjadi 206,36±32,47, p<0,05) dan kiri (141 ,82±48,87 menjadi 201,78±57,94, p<0,05) setelah diberikan stimulasi ES selama 4 minggu. Tidak ditemukannya hubungan yang bermakna antara usia, jenis kelamin dan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap peningkatan kekuatan otot kuadriceps. Simpulan: Stimulasi ES selama 4 minggu dapat meningkatkan kekuatan otot kuadriceps penderita PPOK eksaserbasi dan pasca eksaserbasi akut.

Objective: To evaluate the effect of electrical stimulation (ES) on the strength of quadriceps femoris muscles in COPD patients during acute exacerbation and post acute exacerbation . Method: A quasi experimental study was conducted. ES was applied for 30 minutes on both sides of quadriceps muscles, 4 times a week and the duration of treatment was 4 weeks. The strength of quadriceps (before and after intervention) and factors that related to it were collected. Result: Muscle strength improved significantly on right side (by 154,60±34,77 to 206,36±32,47, p<0,05) and left side (by 141 ,82±48,87 to 201 ,78±57,94, p<0,05) after 4 weeks. There were no significant correlation between age, sex, Body Mass Index (BMI) and improvement of muscle strength. Conclusion: Strength of quadriceps muscle was improved after 4 weeks stimulation in COPD patients during acute exacerbation and post acute exacerbation acute.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2008
T59086
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harris Hasan
Jakarta: Fakulitas Kedokteran Universitas Indonesia , 1998
T56458
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"This studies was carried out to evaluate the influence of ethanol extract of phyllanthus niruri(EEPN) to the macrophage phagocytosis activity of male Swiss mice during P. berghei infection. ...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"99mTc-siprofloksasin merupakan salah satu radiofarmaka yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi. Kedokteran nuklir rumah sakit juga telah memanfaatkan 99mTc-siprofloksasin untuk mengetahui efektivitas terapi dengan suatu antibiotik. Tujuan dari penelitian ini adalah mensintesis dan menganalisis 99mTc-siprofloksasin, serta menentukan uptake bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang resisten siprofloksasin. Pembuatan kit kering siprofloksasin dilakukan secara aseptis dengan cara liofilisasi, kemudian ditandai dengan 99mTcO4- sesaat sebelum digunakan. Uji kualitas 99mTc-siprofloksasin dilakukan dengan menentukan persentase kemurnian radiokimia menggunakan metode kromatografi. Fase diam Whatman1 dengan fase gerak etil-metil-keton akan memisahkan pengotor 99mTcO4- , sedangkan fase diam ITLC-SG dengan fase gerak campuran etanol:air:ammonia (2:5:1) akan memisahkan pengotor 99mTcO2. Kemurnian radiokimia yang diperoleh sebesar 85,670,98% (n=4). Escherichia coli wild-type dan Staphylococcus aureus wild-type yang resisten siprofloksasin diperoleh dengan cara diberikan siprofloksasin pada konsentrasi dibawah Kadar Hambat Minimal (KHM) secara berturut-turut selama 4 hari untuk Staphlylococcus aureus wild-type dan 5 hari untuk Escherichia coli wild-type. Bakteri yang telah resisten terhadap siprofloksasin kemudian dilihat uptake-nya terhadap 99mTc-siprofloksasin. Bakteri Staphylococcus aureus wild-type yang telah resisten siprofloksasin memberikan uptake sebesar 42,0910,35% (n=6). Bakteri Escherichia coli wild-type yang telah resisten dengan siprofloksasin memberikan uptake sebesar 32,76  3,80% (n=6)."
Lengkap +
Universitas Indonesia, 2010
S33103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Anggraini
"Data pola bakteri yang diisolasi dari sputum penderita penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) eksaserbasi akut di Indonesia yang sangat terbatas, menunjukkan terdapat kecenderungan pola bakteri di Indonesia berbeda dengan yang dilaporkan banyak negara lain. Di kebanyakan negara lain Haemophilus injluenzae dan Moraxella catarrhalis merupakan bakteri terbanyak pertama dan kedua yang diisolasi dari sputum penderita PPOK eksaserbasi, sedangkan di Indonesia kekerapan isolasi kedua bakteri tersebut sangat rendah. H influenzae bersifat fastidious dan M catarrhalis sering terabaikan peranannya sebagai patogen. Ditambah lagi sebagian laboratorium di Indonesia belum dapat mengisolasi kedua bakteri ini. Oleh karena itu diperlukan metode deteksi yang lebih efektif untuk kedua bakteri ini. Pada penelitian ini dikembangkan metode PCR multipleks untuk H injluenzae dan M catarrhalis, serta aplikasinya pada sputum penderita PPOK eksaserbasi akut PCR multipleks ini dapat digunakan untuk mendeteksi H injluenzae dan M catarrhalis dalam sputum masing-masingnya sampai 1,5 x 1ifcFU/ml atau 30 CFU/ reaksi PCR pada uji simulasi. Pemeriksaan PCR multipleks pada 30 sampel sputum penderita PPOK eksaserbasi akut memberikan hasil pita yang sesuai untuk H injluenzae sebanyak 60% dan untuk M catarrhalis 46,7%. Sedangkan dari biakan sputum hanya didapatkan satu sampel positif H injluenzae dan tidak ada sampel yang positif untuk M catarrhalis. Dengan jumlah sampel yang terbatas tersebut pemeriksaan PCR multipleks ini memiliki nilai sensitivitas 100%, spesifisitas 41,38%, nilai prediksi positif 5,56% dan nilai prediksi negatif 100% untuk H injluenzae. Nilai spesifisitas dan nilai prediksi negatif untuk M catarrhalis adalah 53,33% dan 100% .. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar dan perlu dilakukan peningkatan· sensitivitas metode kultur untuk H injluenzae dan M catarrhalis.

Limited database of bacterial pattern recorded in acute exacerbation of chronic obstructive pulmonary diseases (COPD) in Indonesia showed that the trend of bacterial pattern that was isolated from the patients with acute exacerbations of COPD is different from that which was reported in many other countries. In many other countries, Haemophilus inj1uenzae and Moraxella catarrhalis are the first and second most common bacteria that were isolated from the sputum of patients with acute exacerbations of COPD while in Indonesia the frequency of isolation of both bacteria is very low. H inj1uenzae is a fastidious bacteria while M catarrhalis' role as pathogen was frequently ignored. Moreover, many laboratories in Indonesia have no capabilities in the isolation of both bacteria. Thus, more effective detection methods are needed. This study is aimed at developing a multiplex PCR assay for H inj/uenzae and M catarrhalis, as well as the method's application on the sputum of patients with acute exacerbations of COPD. The multiplex PCR can be applied for the detection of both H influenzae and M catarrhalis in sputum up to 1.5 x 102 CFU/ml or 30 CFU per PCR reaction in simulation test. The multiplex PCR analysis on 30 sputum samples of patients with acute exacerbations of COPD yielded band that 60% match that of H inj1uenzae and 46.7% that of M catarrhalis. However, analysis of the sputum culture only produced one positive sample for H inj1uenzae and no positive samples for M catarrhalis. With such limited samples, multiplex PCR assay has 100% sensitivity, 41.38% specificity, 5.56% positive predictive value, and 100% negative predictive value for H inj/uenzae. The aassay has 53.33% specificity and 100% negative predictive value for M catarrhalis. Further study with bigger sample size should be carried out as well as the improvement in the sensitivity of the culture method for H inj1uenzae and M catarrhalis.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2008
T59041
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wuryanti
"Tujuan : Mengetahui pengaruh pemberian nutrisi enteral tinggi protein pada status protein penderita stroke akut
Tempat : Ruang rawat IRNA B, bagian Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Metodologi : Penelitian adalah suatu uji klinik paralel yang telah disetujui oleh panitia tetap penilai etik penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sebanyak 36 subyek penelitian stroke hemoragik dan iskemik akut yang memenuhi kriteria dibagi dalam dua kelompok secara randomisasi blok. Sebanyak 18 orang kelompok perlakuan mendapat nutrisi enteral tinggi protein (NETP), sedangkan 18 orang kelompok kontrol mendapat makanan cair racikan rumah sakit. Pengukuran berat badan dan tinggi badar dilakukan pada hari 1. Pemeriksaan albumin dan prealbumin serum dilakukan pada hari ke 1 dan Pemeriksaan NUU dan kreatinin urin dari urin tampung 24 jam pada hari 1, dan 7. Imbang nitrogen diperoleh dengan menghitung asupan nitrogen dan NUU 24 jam Uji statistik yang digunakan adalah uji t untuk data yang berdistribusi normal, dan uji Mann Whitney untuk data yang berdistribusi tidak normal. Batas kemaknaan yang digunakan sebesar 5%.
Hasil : Pada kelompok perlakuan didapatkan sedikit peningkatan ni1ai prealbumin yang belum bermakna, yaitu 0,161 (0,104-0,303) menjadi 0,163 (0,043 0,276) g/L, sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan penurunan yang bermakna yaitu 0,181 (0,093-0,267) menjadi 0,138 (0,066-0,280). Didapatkan penurunan nilai albumin pada kedua kelompok. Penurunan nilai albumin pada kelompok perlakuan lebih sedikit dibandingkan kontrol, masing-masing yaitu - 0,35 dan - 0,60 g/dL.Pemberia NETP dapat menurunkan ekskresi kreatinin urin secara bermakna, yaitu dari 1019 (300-1530) menjadi 791,50 (246-1524) mg/24 jam), tetapi belum memperbaiki NUU dari imbang nitrogen
Kesimpulan : Pemberian NETP pada pasien stroke akut cenderung dapat meningkatkan status protein, walaupun belum dapat dibuktikan secara statistik.

Effects High Protein Enteral Nutrition on Protein Status in Acute Stroke PatientsObjective To investigate the effects of high protein enteral nutrition on protein status in acute stroke.
Location: IRNA B, Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta
Subjects and Methods : The study was a parallel clinical trial, which was alread} certified by the Ethical Clearance Research Committee of Faculty of Medicine Universit of Indonesia. Thirty six subjects with acute hemorhagic and ischemic stroke wen selected using certain criteria. The subjects were divided into two groups using blocs randomization. Eighteen subjects in treatment group received high protein entera nutrition (HPEN), and the control group received enteral hospital diet. Body weight an( height were assessed on the la day of admission. Albumin and prealbumin were assessed on day 1 and 7. Urinary urea nitrogen (UUN) and urinary creatinine were assessed on da: 1, 4, and 7 using 24-hour urine collection. Nitrogen balance was calculated b: substracting nitrogen intake with urinary urea nitrogen. Statistical analysis was performe+ using t-test for normal distributed and Mann Whitney test for not normal distributed data The level of significance was 5%.
Results : In the treatment group, there was a slingtly increased in prealbumin level, bi: not yet significantly : 0,161 (0,104-0,303) to 0,163 (0,043-0,276) g,/L, while in the contra group markedly decreased : 0,181 0,093-0,267) to 0,138 (0,066-0,280) gIL, The albumi level decreased in both groups. Albumin level in the trreatment group decreased less tha the control group, respectively - 0,35 (-1,20-0,60) and - 0,60 (-1,40-0,00). The HPE] decreased urinary creatinine excretion significantly : 1019 (307-15310) to 791,50 (24( 1524), however UUN and nitrogen balance did not show any improvement
Conclusion : HPEN tend to be able to increase the protein status although has ni statistically been proven yet.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 11201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beny Rilianto
"Latar Belakang: Trombolisis merupakan terapi definitif pada stroke iskemik hingga saat ini. Efektivitas trombolisis sangat bergantung waktu pemberian. Salah satu faktor yang memengaruhi luaran trombolisis pada stroke iskemik akut adalah waktu door to needle. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari faktor-faktor yang memengaruhi waktu DTN pada penderita yang mendapat terapi trombolisis.
Metode: Penelitian berupa potong lintang untuk melihat faktor klinis dan logistik yang memengaruhi waktu DTN pada penderita stroke iskemik yang mendapat terapi trombolisis periode November 2014 hingga Oktober 2018 di rumah sakit Cipto Mangunkusumo.
Hasil: Total 94 subjek didapatkan proporsi waktu DTN > 60 menit sebanyak 68(71,3%). Faktor yang secara dependen berpengaruh terhadap waktu DTN adalah: nilai NIHSS awal (OR: 0,29; CI: 0,091-0,938), penggunaan antitrombotik (OR: 0,128; IK: 0,024-0,692), dan lokasi CT scanner (OR: 0,168; IK: 0,046-0,611).
Simpulan: Nilai NIHSS awal, penggunaan antirombotik, dan lokasi CT scan berhubungan terhadap waktu DTN.

Background: Thrombolysis is the definitive therapy in ischemic stroke to date. The effectiveness of thrombolysis is very time-dependent. One of the factors that influence the outcome of thrombolysis in acute ischemic stroke is the door to needle time. The aims of this study was to look for factors that influence DTN times in patients receiving thrombolysis therapy.
Methods: A cross-sectional study to look at clinical and logistical factors that influence DTN times in patients with acute ischemic stroke who received thrombolysis therapy from November 2014 to October 2018 at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Results: A total of 94 subjects obtained a proportion of DTN time > 60 minutes of 68 (71.3%). Factors that are dependent on DTN times are: initial NIHSS (OR: 0.29; CI: 0.091-0.938), antithrombotic use (OR: 0.128; CI: 0.024-0.692), and CT scanner location (OR: 0.168; CI: 0.046-0.611).
Conclusions: Initial NIHSS, antithrombotic use, and CT scan location are associated to DTN times.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beny Rilianto
"Latar Belakang: Trombolisis merupakan terapi definitif pada stroke iskemik hingga saat ini. Efektivitas trombolisis sangat bergantung waktu pemberian. Salah satu faktor yang memengaruhi luaran trombolisis pada stroke iskemik akut adalah waktu door to needle. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari faktor-faktor yang memengaruhi waktu DTN pada penderita yang mendapat terapi trombolisis. Metode: Penelitian berupa potong lintang untuk melihat faktor klinis dan logistik yang memengaruhi waktu DTN pada penderita stroke iskemik yang mendapat terapi trombolisis periode November 2014 hingga Oktober 2018 di rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Hasil: Total 94 subjek didapatkan proporsi waktu DTN > 60 menit sebanyak 68(71,3%). Faktor yang secara dependen berpengaruh terhadap waktu DTN adalah: nilai NIHSS awal (OR: 0,29; CI: 0,091-0,938), penggunaan antitrombotik (OR: 0,128; IK: 0,024-0,692), dan lokasi CT scanner (OR: 0,168; IK: 0,046-0,611). Simpulan : Nilai NIHSS awal, penggunaan antirombotik, dan lokasi CT scan berhubungan terhadap waktu DTN.

Thrombolysis is the definitive therapy in ischemic stroke to date. The effectiveness of thrombolysis is very time-dependent. One of the factors that influence the outcome of thrombolysis in acute ischemic stroke is the door to needle time. The aims of this study was to look for factors that influence DTN times in patients receiving thrombolysis therapy. Methods: A cross-sectional study to look at clinical and logistical factors that influence DTN times in patients with acute ischemic stroke who received thrombolysis therapy from November 2014 to October 2018 at Cipto Mangunkusumo Hospital. Results: A total of 94 subjects obtained a proportion of DTN time > 60 minutes of 68 (71.3%). Factors that are dependent on DTN times are: initial NIHSS (OR: 0.29; CI: 0.091-0.938), antithrombotic use (OR: 0.128; CI: 0.024-0.692), and CT scanner location (OR: 0.168; CI: 0.046-0.611). Conclusions: Initial NIHSS, antithrombotic use, and CT scan location are associated to DTN times."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>