Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129759 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adi Wijaya
"Latar belakang
Depresi sering timbul pada pasien sakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis, namun masih sedikit perhatian praktisi kesehatan terhadap depresi. Depresi dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien sakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Kualitas hidup yang rendah akan meningkatkan angka rawat inap dan mortalitas pada pasien sakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis
Tujuan
Mengetahui gambaran kualitas hidup pasien sakit ginjal yang menjalani hemodialisis kronik dan mengalami depresi dan mengetahui gambaran karakteristik sosio-demografik pasien sakit ginjal yang menjalani hemodialisis kronik dan mengalami depresi.
Metode
Penelitian deskriptif studi potong lintang pada pasien sakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSCM Jakarta dan RS PGI Cikini Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi. Pada Subyek yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan uji sating :dengan menggunakan kuesioner BDI. Subyek digolongkan menjadi 2 golongan yaitu depresi dan tidak depresi, kemudian dilakukan penilaian kualitas hidupnya dan dibandingkan. Dilakukan juga uji Kai-Kuadrat dan tiji korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antara depresi dengan kualitas hidup.
Hasil
Subyek penelitian terdiri dari 27 laki-laki (44.3%) dan 34 wanita (55.7%). Usia rata-rata 44.4 ± 11.2 tahun. Nilai rerata Iamanya pasien menjalani hemodialisis 27.6 bulan (SB 17.9). Skor rerata kualitas hidup untuk komponen kesehatan fisik sebesar 52.7 (SB 18.8 ; IK 95% 48.0 - 57.4), komponen kesehatan mental sebesar 55.2 (SB 18.2; IK 95% 50.6 --59.8) dan tingkat kesehatan secara umum 57.5 (SB 18.4; IK 95% 52.8 -- 62.1). angka prevalensi depresi pada pasien sakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sebesar 31.1% dengan skor BDI rerata 20.6. Kualitas hidup pasien depresi mengalami penurunan dibandingkan dengan pasien tanpa depresi. Depresi berpengaruh secara bermakna terhadap kualitas hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis. Semakin tinggi derajat depresi pasien makin buruk kualitas hidupnya. Penghasilan merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap depresi (OR 6,90 ; p = 0,008) diikuti oleh tingkat pendidikan (OR 5,87 ; p = 0,016).
Kesimpulan
Prevalensi depresi pada pasien sakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sebesar 31.1%. Sebagian besar komponen kualitas hidup pasien yang mengalami depresi lebih rendah dibandingkan dengan pasien sakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis tanpa mengalami depresi.

Background
Depression is frequently found in patients with chronic kidney disease (CKD) on hemodialysis (HD) treatment. Depression may influence quality of life. Low quality of life could increase rate of hospitalization and mortality in patients with CKD on HD treatment.
Objective
To describe quality of life in patients with CKD on HD treatment and have depression. To investigate sociodemographie characteristic of patients with CKD on HD treatment and having depression.
Methods
A descriptive study was conducted in patients with CKD on HD treatment in I-ID unit of RSCM and Renal unit in RS PG1 Cikini who fulfilled inclusion criteria. Subject who had fulfilled inclusion criteria was screened for depression by using SDI questionnaire. Subjects with BDI score > 10 was interviewed to confirm diagnosis of depression based on DSM-IV. Subjects were categorized into 2 groups. One group consisted of subjects who had depression and the others who had no depression. Further, we evaluated the quality of life of both groups and did the comparison between them,
Results
The result showed that the prevalence of depression in patients with CKD on l-ID treatment was 31.1%. In details, severe depression was found 8.2%; moderate depression 9.8% and mild depression was 13.9% among patients with CKD on HD treatment with mean BDI score was 20.6. After we have done Mann-Whitney Rank test, the' study showed decreased quality of life in patients with CKD on HD treatment who had depression compared those who had no depression. Depression can influence the quality of life significantly. More higher depression level more lower quality of life the patients. After bivariat analysis from several risk factors such as gender, age, marital status, education level, occupation, income, funding source of HD treatment, we found that income was the most significant factor which influenced depression (OR 6.90; p=0.O8) on patients followed by education level (OR 5.87; p-0.016).
Conclusion
The prevalence of depression among patients with CKD on HD treatment was 31.1%. Most of the quality of life components in patients with CKD on HD treatment who had depression were low compare those who had no depression."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21408
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melody Febriana Andardewi
"Latar Belakang: Pruritus menjadi salah satu gejala yang dialami oleh pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK). Pruritus yang berasosiasi dengan PGK mayoritas terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis (HD) dan dapat terjadi pada resipien transplantasi ginjal (RTG). Gejala pruritus yang tidak ditangani dengan baik dapat memberikan dampak terhadap kualitas hidup. Belum terdapat penelitian yang membandingkan proporsi derajat keparahan pruritus, kualitas hidup, dan korelasi berbagai faktor biokimia antara pasien HD dengan RTG di Indonesia. Tujuan: Membandingkan derajat keparahan pruritus, kualitas hidup, serta korelasi kadar hs-CRP, kalsium, fosfat, dan e-GFR antara pasien PGK yang menjalani HD dengan RTG. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang. Setiap SP dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium. Skala gatal 5 dimensi (5-D) digunakan untuk evaluasi derajat keparahan pruritus dan Indeks Kualitas Hidup Dermatologi (IKHD) digunakan dalam menilai kualitas hidup. Analisis statistik yang sesuai dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian dengan nilai kemaknaan yang digunakan adalah p <0,05. Hasil: Dari 30 SP di masing-masing kelompok, proporsi pruritus derajat sedang-berat sebesar 76,7% pada kelompok HD sedangkan pada kelompok RTG sebanyak 83,3% mengalami pruritus derajat ringan (RR = 4,6; IK 95% = 2,02–10,5; p <0,001). Median skor IKHD pada kelompok HD adalah sebesar 5 (3–6) sedangkan pada kelompok RTG sebesar 3 (2–4) (p <0,001). Terdapat korelasi positif yang bermakna antara hs-CRP dengan skor skala gatal 5-D pada kelompok HD (r = 0,443; p <0,05). Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara e-GFR dengan skor skala gatal 5-D pada RTG (r = -0,424; p <0,05). Tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara kadar kalsium dan fosfat dengan skor skala gatal 5-D pada kedua kelompok. Kesimpulan: Pasien HD lebih banyak mengalami pruritus derajat sedang-berat dibandingkan pada RTG. Pruritus pada kelompok HD berdampak ringan hingga sedang terhadap kualitas hidup sedangkan pada kelompok RTG pruritus berpengaruh ringan terhadap kualitas hidup. Pada pasien HD, semakin tinggi kadar hs-CRP maka semakin meningkat skor skala gatal 5-D. Pada pasien RTG, semakin menurun nilai e-GFR maka semakin meningkat skor skala gatal 5-D.

Background: Pruritus is one of the symptoms experienced by patients with chronic kidney disease (CKD). Most patients with chronic kidney disease-associated pruritus (CKD-aP) occur in dialysis patients and could also happen in kidney transplant (KT) recipients. Inappropriate management of pruritus could impact the quality of life (QoL). No studies have compared the severity of pruritus, QoL, and the correlation of various biochemical factors between hemodialysis (HD) and KT recipients in Indonesia. Objective: To compare the severity of pruritus, QoL, and the correlation of hs-CRP, calcium, phosphate, and e-GFR levels between HD and KT recipients. Methods: This is a cross-sectional analytic observational study. Medical history, physical examination, and laboratory examination were conducted on each subject. The 5-dimensional (5-D) itch scale was used to evaluate the severity of pruritus. Dermatology Life Quality Index (DLQI) was used to assess the QoL. Appropriate statistical analysis was conducted to prove the research hypothesis with a significance value of p <0.05. Results: Out of 30 subjects in each group, the proportion of moderate to severe pruritus was 76.7% in the HD group. In the KT group, 83.3% experienced mild pruritus (RR = 4.6; CI 95% = 2.02– 10.5; p <0.001). The median DLQI score in the HD group was 5 (3–6), while in the KT group was 3 (2–4) (p <0.001). There was a significant positive correlation between hs-CRP and the 5-D itch scale in the HD group (r = 0.443; p <0.05). The KT group had a significant negative correlation between e-GFR and the 5-D itch scale (r = -0.424; p <0.05). Both groups had no statistically significant correlation between calcium and phosphate levels and the 5-D itch scale. Conclusion: Moderate-to-severe pruritus was more common in HD patients than in KT recipients. Pruritus in HD patients had a mild to moderate effect on QoL, whereas pruritus in KT recipients had a mild impact on QoL. A higher level of hs-CRP in HD patients results in a higher 5-D itch scale. In KT recipients, the lower the e-GFR value, the higher the 5-D itch scale."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Wijaya
"Latar Belakang: Dengan adanya hemodialisis, angka harapan hidup pasien penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) meningkat. Akan tetapi, kualitas hidupnya semakin lama semakin menurun. Kualitas hidup pasien PGK dinilai dengan KDQOL SF-36 yang memiliki 3 komponen, yaitu PCS (fisik), MCS (mental), dan KDCS (berhubungan dengan penyakit ginjalnya). Status nutrisi merupakan salah satu faktor penentu kualitas hidup. Belum jelas apakah massa otot atau massa lemak yang berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup pasien PGTA.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara persentase massa bebas lemak (FFM) dengan kualitas hidup pasien PGTA.
Metode. Studi potong lintang ini dilakukan di Unit Hemodialisis, Divisi Ginjal hipertensi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan Juni-Juli 2018. Sebanyak 102 pasien diteliti pada studi ini. Sampel darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium. Persentase massa bebas lemak dihitung menggunakan Bioimpedance Analysis (BIA). Kualitas hidup dievaluasi menggunakan kuesioner KDQOL SF-36 versi 1.3. Analisis statistik dilakukan menggunakan uji korelasi Pearson. Analisis kualitas hidup berdasarkan klasifikasi persentase lemak dilakukan dengan uji Anova.
Hasil. Pada penelitian ini, rerata skor KDQOL keseluruhan adalah 47,86+6,56, dengan rerata skor PCS 40,97+9,66, median skor MCS 46,6 (22,05-59,95), dan KDCS 55,98+9,02. Persentase FFM subjek 74,21+1% dengan rerata massa 43,06+8,16 kg. Hasil uji korelasi Pearson antara skor keseluruhan KDQOL dan persentase FFM mendapatkan nilai r 0,032 dan p 0,750. Hasil signifikan didapatkan antara subkomponen PCS dengan FFM (r 0,223, p 0,024). Persentase massa otot didapatkan berhubungan dengan KDCS (r 0.23, p 0.041) dengan usia sebagai faktor perancu dalam hubungan persentase massa otot dan KDCS.
Kesimpulan. Terdapat hubungan positif lemah antara FFM (dalam kg) dengan kualitas fisik pasien PGTA. Terdapat hubungan positif lemah antara persentase massa otot dengan komponen KDCS pada pasien PGTA .

Background. Due to the occurrence of hemodialysis, the life expectancy of end stage renal disease (ESRD) patients are lengthening. However, their quality of life (QoL) are decreasing. The QoL of ESRD patients are composed of physical (PCS), mental (MCS), and kidney-related (KDCS) components. Nutritional status is one of the influencing factors of QoL. It is not clear whether free fat mass (FFM) or fat mass that contribute to the increase of QoL of ESRD patients.
Objectives. This study aims to identify the correlation of FFM percentage and quality of life of ESRD patients.
Method. This cross-sectional study was conducted in Hemodialysis Unit, Division of Kidney and Hypertension Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta from June-July 2018. 102 subjects were included in this study. Blood samples were collected for laboratory examination. FFM percentage was measured using bioimpedance analysis (BIA). Meanwhile, QoL was evaluated using KDQOL SF-36 version 1.3. Statistical analysis was done using Pearson correlation test. Analysis of QoL based on fat percentage was done using Anova test.
Result. In this study, the overall KDQOL score was 47,86+6,56 with PCS 40,97+9,66, MCS 46,6 (22,05-59,95), and KDCS 55,98+9,02. FFM percentage was 74,21+1% with mean mass of 43,06+8,16 kg. Statistical analysis showed no correlation between FFM percentage and overall KDQOL score (r 0,032, p 0,750). However, there was a significant correlation between PCS and FFM (r 0,223, p 0,024). Muscle mass percentage also shows a positive correlation with KDCS (r 0.23, p 0.041) with age as confounding factor between this two variables.
Conclusion. There is a weak positive correlation between FFM in kg and physical quality of ESRD patients. There is also a weak positive correlation between muscle mass percentage and KDCS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nadya Rachmayani
"Kualitas tidur yang baik merupakan salah satu faktor kualitas hidup yang baik. Stres emosional seperti depresi menjadi penyebab kualitas tidur buruk. Depresi dan kualitas tidur secara tidak langsung dapat mempengaruhi kejadian morbiditas dan mortalitas penyakit gagal ginjal terminal. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas tidur pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi dengan metode cross sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 92 responden dengan teknik purposive sampling. Dengan analisis bivariat menggunakan uji spearman, korelasi antara tingkat depresi dengan kualitas tidur tidak bermakna dengan nilai p 0,332. Penelitian ini menyimpulkan bahwa mayoritas responden tidak memiliki tanda klinis depresi dan kualitas tidur baik. sehingga perlu dikembangkan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas tidurnya.

Good sleep quality is one of the factors of quality of life. Emotional stress such as depression causes poor sleep quality. Depression and sleep quality indirectly may affect the incidence of morbidity and mortality of end stage renal disease. The purpose of this study was to identify the relation between depression and sleep quality in patients on end stage renal disease with hemodialysis. This research is was descriptive and correlation design with cross sectional study. There were 92 respondents that were selected by purposive sampling method. The study result shows correlation between depression and sleep quality not significant with p value 0,332 that were analysed by bivariate analysis and spearman test. The study conclude that the majority of respondents had no clinical signs of depression and good sleep quality. Therefore, it is recommended to develop nursing interventions that can improve sleep quality.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofiana Nurchayati
"ABSTRAK
Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) memerlukan hemodialisis akibat mengalami gangguan fungsi endokrin, metabolic, cairan elektrolit serta asam basa. Tindakan hemodialisis tersebut dapat berdampak terhadap kualitas hidup responden. Berbagai faktor yang diduga berhubungan dengan kualitas hidup pada responden hemodialisis diantaranya faktor demografi, lama menjalani hemodialisis, kadar hemoglobin, tekanan darah, adekuasi hemodialisis dan akses vaskuler.
Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi dan menjelaskan faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pada responden yang menjalani hemodialisis.Desain penelitian cross sectional deskriptif korelasi dengan jumlah sampel 95 orang yang menjalani hemodialisis di RSI Fatimah Cilacap dan RSUD Banyumas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berkualitas hidup baik (52.6%) dengan rata-rata usia 44.82±11.57 tahun. Tidak ditemukan hubungan antara kualitas hidup dengan faktor demografi, kadar hemoglobin, akses vaskuler, dan adekuasi hemodialisis. Kualitas hidup memiliki hubungan dengan tekanan darah (hipertensi) dengan p value 0.02 ; OR: 4.5 , dan lama waktu menjalani hemodialisis (≥11 bulan) dengan p value 0.035; OR:2.6. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tekanan darah dan lama menjalani hemodialisis merupakan faktor independen yang berhubungan dengan kualitas hidup. Pada penelitian selanjutnya diharapkan meneliti tentang adekuasi nutrisi, kontrol Calcium & Phospat. Diperlukan konseling tentang nutrisi, farmakologi dan exercise untuk responden hemodialisis.

ABSTRACT
Patients with Chronic Kidney Disease (CKD) requiring hemodialysis due to malfunctioning endocrine, metabolic, electrolyte and acid-base fluids. Hemodialysis may have an impact on respondents quality of life. Various factors are thought to relate to quality of life in hemodialysis respondents include demographic factors, duration undergoing hemodialysis, hemoglobin, blood pressure, adequacy hemodialysis and vascular access.
The aim is to identify and explain factors related to quality of life in respondents who underwent hemodialisis.Desain cross sectional descriptive correlation study with a sample of 95 people who underwent hemodialysis in RSI Fatimah Cilacap and Banyumas Hospital. Results showed that respondents who live good quality (52.6%) with an average age of 44.82 years ± 11:57. No relationship was found between quality of life by demographic factors, levels of hemoglobin, vascular access and hemodialysis adequacy. Quality of life has a relationship with blood pressure (hypertension) with p value 0:02; OR: 4.5, and the length of time undergoing hemodialysis (≥11 months) with a p value of 0035; OR: 2.6. This study concluded that blood pressure and duration of hemodialysis undergo an independent factor associated with quality of life. In further studies are expected to examine the adequacy of nutrition, calcium and phosphate control. Required counseling about nutrition, pharmacology and exercise for the respondent hemodialysis.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sevrima Anggraini
"Penyakit Gagal Ginjal Kronik GGK merupakan suatu keadaan dimana ginjal mengalami kelainan struktural atau gangguan fungsi yang sudah berlangsung lebih dari 3 bulan. Penyakit ginjal kronik bersifat progresif dan irreversible, pada tahap lanjut tidak dapat pulih kembali. Diperlukan terapi pengganti ginjal untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengatur keseimbangan cairan tubuh. Terdapat beberapa risiko yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik seperti hipertensi, diabetes mellitus, pertambahan usia, pernikahan, pekerjaan dan IMT. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui hubungan terapi hemodialis dan peritonial dialisis terhadap ketahanan hidup pasien gagal ginjal kronik di RSCM tahun 2012-2017. Desain studi dalam penelitian ini adalah kohort retrospektif. Jumlah total sampel penelitian ini adalah 110. Dari studi ini diketahui sebanyak 49 pasien yang menjalani hemodialisis meninggal dan 29 pasien yang menjalani CAPD meninggal. Pengaruh jenis terapi terhadap ketahanan hidup pasien GGK setelah dikontrol variabel kovariat didapatkan bahwa variabel umur berinteraksi dengan jenis terapi dimana pasien hemodialis yang berumur ge;60 tahun berisiko untuk lebih cepat meninggal sebesar 4 kali dibandingkan pasien yang menjalani CAPD 95 CI 1,3-13. Disarankan kepada pasien GGK yang berumur ge;60 untuk mempertimbangkan menggunakan CAPD sebagai alternatif dialisis.

Chronic Kidney Disease CKD is a condition in which the kidneys have structural abnormalities or functional disorders that have lasted more than 3 months. CKD is progressive and irreversible, in the later stages can not be recovered. Kidney replacement therapy is needed to remove metabolic waste products and regulate body fluid balance. There are several risks that can cause CKD such as hypertension, DM, age, , marriage, BMI ,work. The purpose of this study was to determine the relationship between hemodialis therapy and dialysis peritoneal on the survival of patients with CKD at RSCM 2012 2017. The study design in this study was a retrospective cohort. The total sample of this study was 110. From this study it was found that 49 of patients undergoing hemodialysis died and 29 of patients who underwent CAPD died. The effect of this type of therapy on survival of CKD patients after controlled by covariate variables found that the age variable interacted with the type of therapy where hemodialis patients aged ge 60 years are at risk for more rapid death 4 times than patients CAPD 95 CI 1.3 13 . It is recommended to patients aged ge 60 to consider using CAPD as an alternative to dialysis."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vika Endria
"Penyakit tuberkulosis paru dapat menimbulkan penurunan terhadap aspek kualitas hidup pasien TB Paru. Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut adanya depresi dan stigma negatif terhadap penyakit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan depresi dan stigma dengan kualitas hidup pasien tuberkulosis paru yang menjalani pengobatan OAT.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional dan teknik yang digunakan adalah concecutive sampling. Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien tuberkulosis paru yang menjalani pengobatan OAT di poli paru RSUP Persahabatan yang berjumlah 96 responden. Data dianalisis dengan uji analisa univariat dan bivariat, hasil uji bivariat menggunakan pearson menunjukan hasil p = 0,000 p < 0,05. Berdasarkan hasil tersebut menunjukan adanya hubungan antara depresi dan kualitas hidup serta stigma dan kualitas hidup pasien tuberkulosis paru. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menunjukan perlunya deteksi dini depresi dan stigma dilakukan oleh perawat pada saat merawat pasien TB paru.

Treatment pulmonary tuberculosis disease may lead to a decrease in the quality of life of patients with pulmonary tuberculosis. Several factors that affect the existence of depression and negative stigma against the disease.The study aimed to identify relation of depression and stigma and quality of life of patients with tuberculosis who were undergoing anti tuberculosis regimen.
This quantitative study used cross sectional approach and used consecutive sampling technic. Target population of this study was patients with tuberculosis who have undertaking anti tuberculosis medication in polyclinic of pulmonary of RSUP Persahabatan with total sample of 96 respondents.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S69265
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Welas Riyanto
"Penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisis (interdialysis weight gain = IDWG) melebihi standart 1,5 kg dapat berdampak terhadap kualitas hidup pasien CKD. Efek negatif terhadap keadaan pasien, diantaranya hipotensi, kram otot, hipertensi, sesak nafas, mual, muntah, edema perifer, ascites.
Tujuan dari penelitian ini mengetahui hubungan antara penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisis (interdialysis weight gain = IDWG) dan kualitas hidup pasien , baik domain kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.
Metode penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 76 pasien.
Hasil analisis menggunakan one way analysis of variance menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisa dengan kualitas hidup pada semua domain (p = 0,000, ά 0,05). Domain kesehatan fisik 21,62 (SD 5,18) domain psikologis 18,45 (SD 18,45) domain hubungan sosial 9,24 (SD 9,24) dan domain lingkungan 25,67 (SD 25,67). Variabel confounding tidak mempunyai kontribusi terhadap kualitas hidup (p>0,05).
Rekomendasi hasil penelitian lebih lanjut adalah meneliti hubungannya karakteristik adat istiadat, budaya, stress dan kecemasan terhadap kualitas hidup.

Weight gain between the two time of hemodialysis (Interdialysis Weight Gain = IDWG) in excess of 1.5 kg standard can implicate on quality of life to Chronic Kidney Disease (CKD) patient. The negative effect of IDWG on patient conditions, are hypotension, muscle cramps, hypertension, shortness of breath, nausea, vomiting, peripheral edema, ascites.
The objectives of this study is to ascertain the relationship between IDWG and patients quality of life (QoL) in term of physical health domain, psychological, social relationships and environment.
This research method used descriptive correlation with cross sectional approach. Sample of 76 patients.
Analysis outcome used one way analysis of variance indicated that there were any significant relationship between weight gain in between two time hemodialysis with quality of life (QoL) on all domains (p = 0.000, ά 0.05). Physical health domain 21.62 (SD 5.18), Psychological domain 18.45 (SD 18.45) Social relations domain 9.24 (SD 9.24) and Environment domain 25.67 (SD 25.67). The confounding variables did not contribute to the quality of life (p> 0.05).
The Recommendation of the following of this study outcome are to investigate the relationship of patient life in many characteristics of custom, cultural, stress and anxiety with quality of life."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Imelda
"Pendahuluan. Berbagai panduan menganjurkan hemodialisis HD tiga kali seminggu. Di Indonesia pasien dengan hemodialisis dua kali seminggu lebih banyak ditemukan. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran klinis dan kualitas hidup pada pasien yang menjalani hemodialisis dua kali seminggu dibandingkan tiga kali seminggu.
Metode. Merupakan studi potong lintang pada pasien yang menjalani HD dua dan tiga kali seminggu di RS Cipto Mangunkusumo dan beberapa RS swasta. Dilakukan pemeriksaan laboratorium dan penilaian kualitas hidup dengan menggunakan Kidney Disease Quality of Life KDQOL-SF 36.
Hasil. Didapatkan 80 subjek dengan kelompok usia >50 tahun lebih banyak ditemukan. Secara bermakna lebih tinggi pada kelompok HD dua kali yaitu Interdialytic Weight Gain IDWG 4,91 SB 1,52 dan 3,82 SB 1,28 p=0,002. albumin 4,05 SB 0,26 dan 3,86 SB 0,48 p=0,027, saturasi transferin 25,5 12,0-274,0 dan 21,95 5,8-84,2 p=0,004, kadar fosfat 5,82 SB 1,68 dan 5,82 SB 1,68 p=0,026. Kadar TIBC 235,20 SB 55,72 dan 273,73 SB 58,29 p=0,004 pada kelompok tiga kali HD secara bermakna lebih tinggi. Pada kelompok HD dua kali seminggu 68 mencapai Kt/V>1,8, 93,3 yang HD tiga kali seminggu mencapai Kt/V>1,2. Kualitas hidup antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna baik pada Physical Componet Score PCS p=0,227, Mental Component Score MCS p=0,247 dan Kidney Disease Component Score KDCS p=0,889.
Simpulan. Didapatkan secara bermakna lebih tinggi pada kelompok HD dua kali seminggu pada pemeriksaan IDWG, albumin, saturasi transferin, fosfat, sedangkan TIBC lebih tinggi pada kelompok HD tiga kali seminggu. Kualitas hidup kedua kelompok tidak berbeda bermakna.

Introduction. Many guidelines recommend hemodialysis HD three times a week. In Indonesia there are more patients undergoing hemodialysis twice a week. It is necessary to investigate the clinical features and the quality of life in patients undergoing hemodialysis twice a week.
Method. A cross sectional study in patients undergoing HD two and three times weekly at Cipto Mangunkusumo Hospital and some private hospitals. Laboratory examination and assessment of quality of life by using Kidney Disease Quality of Life KDQOL SF 36.
Results. There were 80 subjects with age group 50 years is more common. Significantly higher in group HD twice a week were Interdialytic Weight Gain IDWG 4.91 SB 1.52 and 3.82 SB 1.28 p 0.002. 4,05 albumin SB 0.26 and 3.86 SB 0.48 p 0.027, transferrin saturation 25.5 12.0 to 274.0 and 21.95 5.8 to 84.2 p 0.004, the phosphate level 5.82 SB 1.68 and 5.82 SB 1.68 p 0.026. The TIBC level 235.20 55.72 SB and 273.73 58.29 SB p 0.004 was significantly higher in group HD thrice a week. In twice a week HD group 68 reached Kt V 1.8, 93.3 of HD thrice a week achieved Kt V 1.2. Quality of life between the two groups was not significant either on Physical Componet Score PCS p 0.227, Mental Component Score MCS p 0.247 and Kidney Disease Component Score KDCS p 0.889.
Conclusion. There were significantly higher in group HD twice a week on examination IDWG, albumin, transferrin saturation and phosphate levels, whereas the TIBC was higher in group HD three times a week. Quality of life of the two groups was not significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>