Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159618 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Syarifah Thurayyah
"Tesis ini membahas bagaimana konsep diri Aparatur Sipil Negara ASN atau Pegawai Negeri Sipil PNS yang terbentuk dari komunikasi dan interaksi dengan prajurit Tentara Nasional Indonesia TNI yang ditempatkan di Instansi Pemerintah Pusat. Penempatan prajurit TNI di Instansi Pemerintah Pusat Instansi Sipil merupakan kebijakan Pemerintah sejak pemerintahan orde baru dimana militer sangat mendominasi, dan masih berlangsung hingga era demokrasi saat ini. Terdapat 10 Kementerian/Lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Melalui teori interaksionisme simbolik yang memiliki tiga premis mind, self, and society, penelitian difokuskan kepada bagaimana konsep diri self seseorang terbentuk melalui interaksi dengan society yaitu lingkungan kerja, dan rekan kerja sebagai significant other. Penelitian ini menggunakan paradigma interpretif dengan pendekatan deskriptif kualitatif melalui studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumentasi dan wawancara mendalam kepada enam orang informan yang dipilih melalui purposeful sampling. Dari hasil penelitian, terlihat konsep diri ASN/PNS dalam 4 sudut pandang: penilaian dan persepsi ASN/PNS mengenai dirinya sendiri; rasa diri ASN/PNS tentang prajurit TNI dan akomodasi ASN/PNS terhadap peran dan kontribusi prajurit TNI dalam situasi bekerja; kesan ASN/PNS tentang penghargaan atau anggapan prajurit TNI terhadap ASN/PNS; kesan ASN/PNS tentang prajurit TNI dalam melihat dirinya sendiri. Penelitian menunjukkan perubahan konsep diri ASN/PNS sehingga terbentuk konsep diri yang baru. ASN/PNS merasakan adanya dominasi militer dan mempunyai keinginan untuk pindah dari instansi. Peneliti merekomendasikan agar penelitian ini dikembangkan menggunakan pendekatan kualitatif dengan sampling dari 10 Kementerian/Lembaga yang dapat diisi prajurit TNI, untuk melihat secara lebih rinci faktor-faktor yang membentuk konsep diri ASN/PNS, serta pengaruh konsep diri dengan kinerja ASN/PNS.

This thesis discusses how the self concept of State Civil Apparatus ASN or Civil Servants PNS which is formed through communication and interaction with the Indonesian Armed Forces TNI soldiers stationed in the Central Government Institution. Placement of soldiers in the Civil Agencies is a government policy since the New Order where the military dominates the government, and has continued until the current democratic era. There are 10 Ministries Agencies that can be filled by active military officers. Through symbolic interaction theory that has three premises of mind, self, and society, the study focused on how one 39 s self is formed through interaction with society is the work environment, and co workers as a significant other. This study uses an interpretive paradigm with a qualitative descriptive approach through case studies. Data collected through in depth interviews and documentation to six informants were selected through purposeful sampling. From the research, it appears the self concept of ASN PNS within four points of view assessment and perception of ASN PNS about himself ASN PNS sense of self on TNI soldier and ASN PNS accommodation to the role and contribution of TNI soldier in work situations impression of PNS ASN about the award or the assumption of TNI soldier against ASN PNS impression ASN PNS concerning TNI soldier in view of himself. Research shows changes in ASN PNS self concept, and form a new self concept. ASN PNS feel the military domination and has a desire to move away from the institution. Researchers recommend that this study was developed using a qualitative approach with random sampling from 10 Ministries Institutions that can be filled by military personnel, to look in more detail about the factors that shape the ASN PNS self concept, as well as the effects of self concept to the performance of ASN PNS."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Nanda Eka Dewi
"Konstitusi Indonesia sudah mengatur tentang sistem ketatanegaraan sebagai dasar dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Sistem pemerintahan presidensial mengonstruksikan adanya saling kontribusi yang dilekatkan pada lembaga eksekutif dan lembaga legislatif, salah satunya dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan. Sistem Presidensial membawa konsekuensi bahwa kekuasaan Presiden tidak hanya berada dalam wilayah kekuasaan eksekutif saja tetapi juga menyentuh ranah di bidang peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan sejatinya menjadi perihal penting sebagai instrumen untuk membangun kesejahteraan ekonomi dan masyarakat. Yang menyita atensi saat ini tren pembentukan peraturan perundang-undangan menemui beragam persoalan. Akar permasalahan yang ditemukan adalah ketiadaan suatu kelembagaan khusus untuk mengelola peraturan secara menyeluruh. Untuk itu, banyak bermunculan gagasan untuk mengatasi permasalahan peraturan perundang-undangan dengan membentuk kelembagaan khusus, dimana hal ini juga tertuang dalam ketentuan Pasal 99A Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 yang mengakomodir pembentukan kementerian atau lembaga di bidang peraturan perundang-undangan. Metode penelitian dalam penulisan tesis ini yaitu penelitian hukum doktrinal dengan metode pengumpulan data studi kepustakaan untuk menjawab permasalahan yang kemudian hasilnya akan diharapkan bertujuan memberikan jalan keluar atau saran untuk mengatasi permasalahan. Berangkat dari pembahasan, kebutuhan pembentukan kementerian di bidang peraturan perundang-undangan untuk menguatkan kelembagaan dan mensentralkan fungsi peraturan perundang-undangan secara satu pintu yang dikontrol langsung oleh Presiden. Solusi yang ditawarkan ialah membentuk Kementerian Koordinator Peraturan Perundang-Undangan sebagai bagian dari kabinet pemerintahan dengan fungsi pengendalian yang melekat kepadanya untuk membantu Presiden melaksanakan kekuasaan di bidang peraturan perundang-undangan melalui koordinasi secara fungsional.

The Indonesian Constitution has regulated the constitutional system as the basis for exercising the state power. The presidential system of government constructs mutual contributions attached to the executive and legislative institutions, one of which is establishing laws and regulations. The presidential system has the consequence that the power of the President is not only within the area of executive power but also touches the realm of laws and regulations. Laws and regulations have a vital role as instruments in building economic and social welfare. What draws attention is that the present trend in formulating laws and regulations encounters various problems. The core of the problem discovered is the lack of a specialized institution to administer rules in their entirety. Thus, many ideas have emerged to address the issues of laws and regulations by establishing specific institutions, as stated in Article 99A of Law Number 15 of 2019, which accommodates the formation of ministries or institutions in the field of laws and regulations. The research method used to write this thesis is doctrinal legal research with literature study data gathering methods to answer problems, with the expectation that the results will provide solutions or suggestions to address problems. Aside from the discussion, there is a need to establish a ministry in the field of laws and regulations to strengthen the institution and centralize the functions of laws and regulations in a one-stop directly overseen by the President. The solution offered is to establish a Coordinating Ministry for laws and regulations as part of the government cabinet with an inherent control function to assist the President in exercising power in the field of laws and regulations through functional coordination."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Al-Qahthani, Sa`id Ibnu Ali Wahaf
Jakarta: Restu Agung, 2005
297.211 3 AlQ t (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Mencermati terorisme yang terjadi di Indonesia, dapat diidentifikasi bahwa kelompok terorisme berkembang sejak tahun 1999 bukan secara otentik lahir dari pergolakan kepentingan politik di dalam negeri. Terorisme yang dikonotasikan sebagai sebuah kelompok fundamental Islam rekayasa merupakan rekayasa opini global yang dilancarkan oleh negara yang hendak menegakkan hegemoni di dunia melalui strategi yang disebut 'Imperial Grand Strategy'. Karena itu, dalam memahami terorisme yang kini terjadi di Indonesia, perlu bertolak dari pandangan bahwa terorisme, merupakan sebutan pilihan strategis dari benturan kepentingan politik global. Indonesia hanyalah salah satu wilayah operasi yang digunakan untuk membentuk opini global, bukan wilayah tempat tumbuh dan berkembangnya terorisme ….
"
IKI 5 : 28 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ermaya Suradinata
Jakarta: Suara Bebas, 2011
320.1 ERM h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Supriati
"Republik Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial yang menggabungkan fungsi kepala negara dan kepala pemerintahan sekaligus kepada presiden dan wakil presiden. Karena dwi fungsi ini menyebabkan presiden dan wakil presiden tidak terlibat terlalu mendetail dalam urusan-urusan operasional pemerintahan sehari-hari. Bahkan untuk kepentingan koordinasi terbukti masih diperlukan Menteri Koordinator. Penelitian ini membahas mengenai kedudukan dan kewenangan Kementerian Koordinator dalam sistem pemerintahan. metode penulisan dalam penelitian ini adalah normatif dengan menggunakan pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan Menteri Koordinator yang ada di Singapura, Republik Demokratik Timor Leste, dan Ekuador yang memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda. Afrika Selatan tidak memiliki Menteri Koordinator tetapi dalam konstitusinya disebutkan bahwa pemerintahan diselenggarakan dengan prinsip cooperative government. Kedudukan dan kewenangan Kementerian Koordinator dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia akan berbeda bila dilihat dari UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, dan Inpres No. 7 Tahun 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah. Hasil tesis ini menyarankan agar kedudukan dan kewenangan Kementerian Koordinator perlu diperkuat mengingat berdasarkan faktor sejarah Kementerian Koordinator sudah ada sejak Tahun 1948 dengan nama Menteri Koordinator Keamanan Dalam Negeri bahkan dalam faktor Kebutuhan Nasional sejak tahun 1962 Kementerian Koordinator tidak pernah dihapuskan.

The Republic of Indonesia adheres to a presidential government system that combines the functions of the head of state and head of government as well as the president and vice president. Because this dual function has caused the president and vice president not to be too involved in the operational matters of daily government. Even for coordination purposes it is proven that a Coordinating Minister is still needed. This study discusses the position and authority of the Coordinating Ministry in the government system. the method of writing in this study is normative using an approach to legislation and a comparative approach of the Coordinating Ministers in Singapore, the Democratic Republic of East Timor, and Ecuador who have different government systems. South Africa does not have a Coordinating Minister, but in its constitution it is stated that governance is carried out with the principle of cooperative government. The position and authority of the Coordinating Ministry in the government system of the Republic of Indonesia will be different if seen from the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, Law No. 39 of 2008 concerning the State Ministry, and Presidential Instruction No. 7 of 2017 concerning Taking, Supervision and Control of Policy Implementation at the Level of State Ministries and Government Agencies. The results of this thesis suggest that the position and authority of the Coordinating Ministry need to be strengthened considering that based on historical factors the Coordinating Ministry has existed since 1948 with the name of the Coordinating Minister for Homeland Security even in the National Needs factor since 1962 The Coordinating Ministry was never abolished."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53947
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 20101
342.041 2 IND a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>