Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163810 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leni Kurniati
"Prinsip-prinsip dasar yang harus menjadi landasan setiap keputusan dan kebijakan pemerlntah dalam bidang pembangunan ekonomi dan sosial dimasa depan, yaitu berupa pertimbangan implikasi Ilngkungan. Apapun model pembangunan harus selalu mengintegrasi faktor-faktor lingkungan.
Dalam sepuluh tahun terakhir telah terladi perubahan yang cukup berarti atas berbagai parameter lingkungan. Tidak ada yang lebih dibutuhkan manusia untuk sehat kecuali udara dan air yang bersih. Tetapi, Jakarta ternyata memberikan kepada warganya udara yang menyesakkan nafas dan air yang beracun.
Kualitas udara Jakarta dapat dilihat dari data pencemaran udara di Jakarta yang dikeluarkan oleh Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup pada tahun 1992 dan data dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Jakarta tahun 1999. Data ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi debu, sulfur dioksida (SO2), oksigen nitrogen (NOr), hidrokarbon (HC), dan karbon monoksida (CO) masing-masing sebesar 68%, 88%, 39%, 26%, dan 19% dalam waktu tersebut. Sementara itu, timbal yang juga dikenal sebagai timah hitam merupakan indikator utama bagi pencemaran udara dari aktivitas transportasi telah melampaui nilai baku mutu udara ambein masional sebesar 1,0 µg/m3. Data resmi yang dikeluarkan oleh Bapedal menunjukkan bahwa selama periode 1994-1998 konsentrasi timbal di Jakarta berkisar antara 0,2-1,8 µg/m3.
Memburuknya kondlsi lingkungan hidup ini dapat menjadi hambatan dalam membanguri perekonomian DKI Jakarta khususnya untuk menciptakan sebuah pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Berdasarkan data BPS Propinsi DKI Jakarta dalam tahun 2000 pertumbuhan ekonomi tumbuh sebesar 4,33 persen sedangkan tahun 2001 sekitar 3,64 persen. Namun demikian angka inflasi Jakarta yang mencapal 3,70 persen lebih tinggi dibandingkan angka inflasi nasional pada periode yang sama, sebesar 2,86 persen, sangat meruglkan masyarakat yang berpenghasllan rendah, sehingga penduduk miskin bertambah besar, pengangguran bertambah dan pendapatan masyarakat menurun.
Lapangan usaha industri merupakan salah satu pilaf perekonomian DKI Jakarta, karena lapangan usaha ini memberikan kontribusi terbesar ketiga setelah usaha perdagangan dan keuangan. Kebijakan pengembangan lapangan usaha industri di DKI Jakarta diarahkan kepada terwujudnya industri yang mempunyai daya saing tinggi yang bertumpu pada SDM yang kuat dan dilakukan secara hatihati karena sedikit berbeda dengan daerah lain. Permasalahannya terletak pada luas lahan yang sangat terbatas serta daya dukung lingkungan perkotaan yang sudah tidak memadai lagi. Dalam hal ini termasuk juga sumber daya air dan polusi udara yang sudah melebihi ambang batas.
Digunakannya metode Input-Output (JO) Iingkungan sebagal pengembangan dari metode Input-Output (I0) dasar, dengan tujuan untuk mengetahui interaksi transaksi barang dan jasa antar sektor dan kualitas lingkungan dengan melihat seberapa besar peranan tiap-tiap industri dalam aktivitas produksinya menghasilkan output berupa produk dan pencemar di dalam suatu perekonomian daerah, dalam hal ini DKI Jakarta.
Kesimpulan yang dihasilkan diterjemahkan dalam beberapa rekomendasi kebijakan. Antara lain adanya kebijakan dari pemerintah untuk mengembangkan suatu program khusus dalam peningkatan kualitas udara dan air sungai untuk mengurangi polusi udara dan air sungai yang bersumber dari berbagai industri pengolahan.
Untuk program penurunan polusi udara dan air sungai yang berasal dari industri diusulkan dua kebijakan' yang dapat dilakukan oleh pemerintah, yaitu program pembersihan dan pencegahan polusi. Program Pembersihan polusi berorientasi untuk mengurangi polusi yang ada scat ini ke level yang rendah. Adapun program pencegahan polusi adalah program yang berorientasi mencegah peningkatan polusi dimasa yang akan datang, terutama sekali yang disebabkan oleh kenaikan tingkat aktivitas produksi. .
Sektor-sektor yang direkomendasikan untuk pembersihan dan pencegahan polusi, yaitu sektor-sektor yang menempati peringkat prioritas tinggi, memiliki sensitivitas tinggi tetapi memiliki biaya kesempatan (dalam hal ini, pertumbuhan output dan orientasi ekspor) yang rendah.
Sektor yang masuk dalam rekomendasi kebijakan untuk pembersihan polusi air sektor barang-barang cetakan dan penerbitan, untuk pencegahan polusi udara sektor bahan bakar minyak dan gas, dan untuk pencegahan polusi air sektor barang-barang dari karat dan plastik. Sedangkan untuk pembersihan polusi udara tidak ada sektor yang masuk daiam rekomendasi kebijakan."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20147
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoni Hartono
"During the development of any transormation will put the services while leaving the primary and diminishing share. Using Input-Output model, we analyse the possibilities of making DKI Jakarta as services town. Based on total forward, total backward linkage and other analysis output, we conform the highest role of services sector in this province. We also find that the final demand for services sector is higher than its intermediate demand, showing this product of this sector is mainly used for direct consumption."
2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Endrati Fariani
"Tidak ditemukan abstrak"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
15-19-888115205
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bustami
"Pendahuluan
Latar BelakangPermasalahan
Sejak menggunakan konsep Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), yang dimulai dengan Repelita I pada tahun 1969, pembangunan nasional telah menunjukkan banyak kemajuan yang dicapai, terutama bila dilihat dari pembangunan di bidang ekonomi. Sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi tersebut dapat dilihat dari segi peningkatan pendapatan per kapita masyarakat dan pencapaian laju pertumbuhan ekonomi. Dilihat dari segi pendapatan per kapita masyarakat, pembangunan nasional telah berhasil meningkatkyn pendapatan per kapita masyarakat dari berkisar ± US $ 70 sebelum Repelita I menjadi ± US $ 800 pada tahun 1994 (lihat Prijono Tjiptoherijanto,1997). Sedangkan bila dilihat dari pencapaian laju pertumbuhan ekonomi, maka pembangunan nasional menunjukkan keadaan yang mengagumkan, dimana pertumbuhan ekonomi selama kurun waktu ± 30 tahun mencapai ± 7% per tahun. Karena laju pertumbuhan ekonomi tersebut, maka tidak mengherankan bila Indonesia mendapat pujian dari berbagai lembaga internasional.
Kemajuan pembangunan di bidang ekonomi juga telah membawa dampak pada perubahan struktur perekonomian nasional, yaitu dengan semakin meningkatnya kontribusi sektor industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PD B). Kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB sebesar 11,6% pada tahun 1980, meningkat menjadi 23,9% pada tahun 1994 (lihat Moh. Arsyad Anwar, 1995)."
Lengkap +
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fairy Soedarsono
"Harga minyak bumi dunia yang fluktuatif menyebabkan ketergantungan yang tinggi kepada sektor tersebut dapat menghambat pembangunan ekonomi Indonesia. Melihat kepada harga komoditi yang dihasilkan oleh sektor kehutanan relatif lebih stabil dan luas potensi hutan di Indonesia yang luas, maka agaknya perlu adanya perhatian terhadap sektor kehutanan untuk mendukung pembangunan ekonomi Indonesia.
Untuk itu dibentuk suatu model input-output yang dapat digunakan untuk melihat peranan dan dampak dari pembangunan sektor kehutanan pada periode yang lalu, yaitu selama periode kebijakan substitusi impor dan periode kebijakan orientasi ekspor, untuk merumuskan strategi pembangunan di sektor kehutanan pada masa mendatang.
Dari hasil penelitian, terlihat adanya peningkatan peran sektor kehutanan dalam perekonomian Indonesia dan di dalam sektor kehutanan sendiri terjadi pergeseran struktur produksi dari barang primer menjadi barang sekunder.
Selama periode kebijakan orientasi ekspor, pertumbuhan di sektor kehutanan relatif lebih daripada selama periode kebijakan orientasi ekspor. Demikian pula halnya dengan keterkaitan sektor kehutanan dengan sektor-sektor lainnya serta efek pengganda dari pertumbuhan sektor kehutanan terhadap perluasan lapangan pekerjaan.
Untuk lebih mengembangkan sektor kehutanan pada masa yang mendatang, penulis menyarankan perlunya perhatian terhadap investasi di sektor kehutanan, pengelolaan lingkungan hutan yang terpadu untuk menjaga kelestarian hutan dan penggunaan teknologi produksi yang lebih efisien di dalam industri-industri pengolahan hasil hutan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku yang berasal dari lingkungan hutan."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18595
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariq Muhammad Sulthan
"Proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung, atau Whoosh, merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional yang bertujuan untuk mentransformasi moda transportasi umum di wilayah Jawa. Studi ini mengevaluasi signifikansi dari proyek tersebut terhadap industri regional, memahami bahwa terdapat dampak yang timbul terhadap berbagai indikator ekonomi seperti nilai tambah bruto, pendapatan, lapangan kerja dan emisi. Memanfaatkan tabel Interregional Input-Output Indonesia tahun 2016, studi penelitian ini mampu menguantifikasi dampak proyek pembangunan Whoosh dengan total peningkatan sebesar 69,38 triliun rupiah dalam nilai tambah bruto, 27,39 triliun rupiah dalam pendapatan rumah tangga, 353 645 dalam jumlah tenaga kerja, dan 14,18 juta ton CO2e dalam tingkat emisi.

The Jakarta-Bandung high-speed rail, or Whoosh, construction project is part of the National Strategic Project meant to transform public transportation in the Java region. This study assesses the project’s significance towards regional industries, understanding it can have overarching impact on various economic indicators such as gross value added, income, employment and emission. Using Indonesia’s 2016 Interregional Input-Output table, this research study is able to quantify the project’s impact to a total increase of 69.38 trillion rupiahs in gross value added, 27.39 trillion rupiahs in household income, 353 645 in labor/employment level, and 14.18 million tons of CO2e in emission level."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyawan Warsono Adi
"Propinsi Jawa Barat, sebagai daerah yang memiliki sumber daya alam yang cukup banyak dan letaknya yang cukup strategis dekat dengan ibukota negara serta memiliki kegiatan usaha yang strategis, telah menjadikan peranan Jawa Barat dalam ekonomi nasional sangat besar. Hasil analisis perekonomian yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsl Jawa Barat (1999) menunjukkan bahwa Jawa Barat memberikan kontribusi sebesar 16,36% pada tahun 1993 dan sebesar 14,27% pada tahun 1999. Dari sisi PDRB berdasarkan penggunaan, tingkat konsumsi Jawa Barat terhadap konsumsi nasional rata-rata sebesar 16,9% selama periode 1993-1999. Sementara pengeluaran pemerintah memberikan kontribusi rata-rata sebesar 13,4% terhadap pengeluaran pemerintah total. Investasi yang terbentuk memberikan proporsi rata-rata 14,5% terhadap pembentukan investasi nasional. Sebagian besar dari kontribusi tersebut berasal dari sektor industri pengolahan yaitu sebesar 21,68% pada tahun 1993 dan sebesar 19,25% pada tahun 1999. Bagi Propinsi Jawa Barat sendiri sektor industri pengolahan, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi nilai tambah sebesar 23,20% pada tahun 1993 dan 30,80% 2000 sementara kontribusi terhadap ekspor sebesar 48,86% pada tahun 1993 dan 64,06% 2000.
Namun demikian, pembangunan sektor industri pengolahan di Jawa Barat telah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan berupa pencemaran air dan udara. Berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat (2001) sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terhadap pencemaran udara sebesar 93% dan beban pencemaran air sungai 43%. Sementara hasil pemantauan Program Kali Bersih (PROKASIH) menunjukkan bahwa sektor tersebut memberikan kontribusi terhadap pencemaran air sungai sebesar 25% - 50% dari total beban pencemaran.
Dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut maka melalui penelitian ini akan diidentifikasi sektor industri pengolahan yang mana yang merupakan sektor unggulan dan bagaimana kontribusi sektor unggulan tersebut terhadap peningkatan PDRB dan peningkatan pencemaran air dan udara. Dengan demikian dapat diketahui sektor industri pengolahan yang mana yang dapat mendorong pertumbuhan perekonomian Jawa Barat dan mempunyai kontribusi kecil terhadap peningkatan pencemaran.
Model analisis yang dipilih dalam penelitian ini adalah Model Analisis Input-Output karena model ini mampu menggambarkan peran suatu sektor dalam suatu perekonomian pada periode waktu tertentu sehingga dengan mudah dapat diidentifikasi sektor industri pengolahan sesuai dengan tujuan penelitian ini. Variabel pencemaran yang digunakan dalam analisis ini adalah variabel pencemaran air dan udara serta variabel biaya pembersihan lingkungan sehingga dalam analisisnya dapat diidentifikasi sektor industri pengolahan mana yang mempunyai kontribusi kecil terhadap pencemaran air dan udara serta biaya pembersihan lingkungan. Analisis yang dilakukan terhadap variabel pencemaran tersebut dianalogkan dengan analisis yang dilakukan terhadap variabel tenaga kerja sehingga dalam penelitian ini tidak membangun tabel input-output baru yang memasukkan variabel pencemaran ke dalam strukturnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan yang teridentifikasi menjadi sektor unggulan dalam pertumbuhan perekonomian Jawa Barat adalah industri tekstil; industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri mesin dan perlengkapannya; industri alas kaki dan barang dari kulit; industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia; industri barang dari karet dan plastik; industri pengilangan minyak dan gas bumi; industri pupuk dan pestisida. Sektor industri lainnya yang berpotensi untuk menjadi sektor unggulan adalah industri makanan; industri pakaian jadi, kecuali untuk alas kaki; industri semen; industri barang dari logam; industri minuman; industri barang mineral bukan logam; industri alat angkutan. Namun dilihat dari kontribusi sektor unggulan tersebut terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat, ternyata sektor tersebut tidak seluruhnya memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB. Sektor unggulan yang memiliki kontribusi relatif besar terhadap PDRB adalah industri mesin dan perlengkapannya sebesar 6,57%, dan industri alas kaki dan barang dari kulit sebesar 5,17%, dan industri tekstil sebesar 3,52% dari total kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB. Namun berdasarkan hasil anallsis yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa sektor industri pengolahan yang diusulkan dalam penelitian ini untuk menjadi sektor unggulan ternyata merupakan sektor-sektor yang perlu dikendalikan tingkat pencemarannya. Untuk pencemaran air, sektorsektor tersebut adalah sektor industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri pupuk dan pestisida; industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia; industri barang dari karet dan plastik; industri alas kaki dan barang dari kulit; dan industri tekstil. Sementara untuk pencemaran udara adalah sektor industri pupuk dan pestisida; industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia; industri pengilangan minyak dan gas bumi; industri barang dari karet dan plastik; industri tekstil. Kondisi demikian menjadi dilematis karena di satu sisi sektor tersebut merupakan sektor yang diunggulkan untuk mendorong pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat namun di sisi lain secara sosial memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.
Rekomendasi kebijakan yang diusulkan melalui penelitian ini adalah bahwa untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di sektor industri pengolahan, pemerintah daerah harus mengambil kebijakan pembangunan ekonomi yang lebih diarahkan pada peningkatan sektor-sektor industri pengolahan di luar sektor unggulan. Sektor-sektor tersebut adalah industri makanan; industri pakaian jadi kecuali untuk alas kaki; industri semen; industri barang dari logam. Meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi relatif kecil namun tingkat pencemarannya dapat dikendalikan sehingga dalam jangka panjang diharapkan perekonomian dapat berjalan secara stabil. Sementara, jika kebijakan pemerintah daerah tetap diarahkan pada pembangunan sektor industri pengolahan unggulan maka harus ada upaya-upaya pengendalian pencemaran secara tegas terhadap kegiatan produksi dari sektor industri unggulan tersebut.
Hal ini dapat dilakukan karena berdasarkan hasil analisis teridentifikasi bahwa sektor industri pengolahan unggulan tersebut memiliki biaya pembersihan lingkungan relatif kecil."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17070
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isma Nurlaksana Natanegara
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
S17951
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawati Negara
"Penelitian ini berangkat dari permasalahan keterbatasan informasi dan data menyangkut peranan sektor kehutanan yang lebih bersifat sektoral dan hanya mencakup sub sektor kehutanan primer saja, dan tidak mencakup sub sektor industri pengolahan kayu sehingga belum memberikan gambaran yang jelas tentang peran sektor kehutanan secara riil dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu penulis ingin menganalisis peranan sektor kehutanan dalam penciptaan output, nilai tambah bruto dan penyerapan tenaga kerja, keterkaitannya dengan sektor ekonomi lain, dampak pengganda serta posisi sektor kehutanan dalam jangka waktu 1995-2008, serta melihat perubahan struktur perekonomian (economic landscape) yang terjadi dalam kurun waktu 1995 - 2008. Model yang digunakan adalah model input output dengan memanfaatkan tabel Input Output Nasional tahun 1995, 2000 dan 2008 (updating) yang disusun BPS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi sektor kehutanan dalam penciptaan output, nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja nasional relatif kecil dan trennya menurun dalam jangka waktu 1995-2008, dengan sub sektor industri kayu memberikan sumbangan lebih besar daripada sub sektor kehutanan primer. Berdasarkan indeks keterkaitan ke depan dan ke belakang, sektor kehutanan bukan merupakan sektor unggulan dengan besaran indeks yang cenderung menurun, namun sub sektor kehutanan memiliki kemampuan dalam mendorong sektor-sektor hilirnya yang menggunakan output produksi sub sektor kehutanan primer, sementara sub sektor industri kayu memiliki kemampuan untuk menarik sektor hulunya dengan menggunakan outputnya sebagai input produksi.
Dari hasil analisis pengganda dan analisis dampak, diperoleh kesimpulan bahwa sektor kehutanan termasuk dalam sektor yang memilik dampak pengganda yang besar terhadap perekonomian nasional, hal ini berarti bahwa untuk setiap kenaikan permintaan akhir sektor kehutanan sebesar Rp 1 juta akan menyebabkan kenaikan pada output, pendapatan dan penyerapan tenaga kerja terhadap perekonomian secara keseluruhan. Berdasarkan analisis Multiplier Product Matrix (MPM) diketahui dalam jangka waktu 1995 - 2008 economic landscape Indonesia telah bergeser dari sektor primer yang berbasis sumber daya alam menuju sektor sekunder (industri) dan sektor tersier (perdagangan dan jasa).

Development of the forestry sector played important role in Indonesia economy, but limited information and data on the role of the forestry sector, which is have a sectoral character and not yet include linkages with other economic sectors. The research was conducted to identify the role of forestry sector in output creation, the linkages of forestry sector with other economic sectors, and also identify the output, income and labour multiplier of forestry sector in production process involving other sectors. The model used is the National Input Output tables 1995, 2000 and 2008 (update) made by the Central Bureau of Statistics (BPS).
The results showed that the contribution of the forestry sector in the output creation, value added and employment is relatively small and the trend decline in the period 1995-2008, with sub-sector, timber industry contributes more than primary forestry sub-sectors. Based on the index of forward linkage and backward linkages, the forestry sector is not the dominant sector with mass index tended to decrease, but forestry subsector has the ability to encourage intermediate sectors that use the output of primary production forestry subsector while the sub-sector, timber industry has the ability to attract top sector using the output as an input to production.
Accounting multiplier analysis finds out that, the forestry sector, including in the sector have a major multiplier impact on the national economy, this means that for every increase in demand for the end of the forestry sector amounted to Rp. 1 million will cause an increase in output, incomes and employment to the economy as a whole. Based on the analysis Multiplier Product Matrix (MPM) is known in the 1995-2008 period of Indonesia's economic landscape has shifted from resource-based primary sector to secondary sector (industry) and tertiary sector (trade and services)."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T28059
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Diarjo
"Konektifitas infrastruktur Jakarta dengan kota Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi sebagai kota penyangga dapat meningkatkan hubungan keterkaitan antar sektor ekonomi, hal tersebut melatar belakangi KP3EI merumuskan Jabodetabek Metropolitan Priority Area MPA sebagai sarana Program Percepatan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi melalui pembangunan infrastruktur. Berkaitan dengan peran dan fungsinya sebagai ibukota negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 dan posisi strategis dalam penyumbang PDRB Jabodetabek dan PDB Indonesia terbesar, Provinsi DKI Jakarta dituntut terus berbenah diri melalui pembangunan untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan yang kompleks. Struktur perekonomian di DKI Jakarta pada tahun 2011, keterkaitan ke belakang total terbesar terjadi pada sektor 10 industri pupuk, kimia dan barang dari karet sebesar 3,586958; Keterkaitan ke depan total terbesar terjadi pada sektor 10 industri pupuk, kimia dan barang dari karet sebesar 6,5545510; menempatkan sektor 6 makanan, minuman dan tembakau, sektor 9 kertas dan barang cetakan, sektor 10 pupuk, kimia dan barang dari karet, sektor 13 alat angkut, mesin dan peralatannya, sektor 15 listrik menjadi sektor kunci dianalisa menggunakan tabel input output DKI Jakarta 2006 yang sudah di perbaharui menjadi 2011 menggunakan metodologi RAS. Pada tahun tersebut, pengganda output total terbesar adalah sektor 10 industri pupuk, kimia dan barang dari karet sebesar 3,586958048; Pengganda pendapatan total terbesar adalah sektor 10 industri pupuk, kimia dan barang dari karet sebesar 0,9150094; Pengganda lapangan kerja terbesar adalah sektor 26 angkutan udara sebesar 0,0877197; Analisa investasi pembangunan infrastruktur melalui koridor MPA memiliki dampak yang signifikan di Provinsi DKI Jakarta kurun waktu 2012-2020, pada 15 proyek dengan nilai Rp. 110,357 trilyun di shock investasi pada sektor konstruksi, angkutan rel dan jasa penunjang angkutan sehingga terjadi kenaikan output total sebesar Rp. 217,681 trilyun, kenaikan pendapatan total sebesar Rp. 39,743 trilyun, kenaikan lapangan kerja total sebanyak 439.276 orang dalam perekonomian.

Infrastructure connectivity with the city of Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi city as a buffer to improve the relationship between economic sectors, it is the background for formulating KP3EI Greater Jakarta Metropolitan Priority Area MPA as a means of Acceleration Program through the Economic Development Acceleration and Expansion trough infrastructure development. Relating to the role and function as a state capital in accordance with Law No. 29 Year 2007 and a strategic position in Jabodetabek GDP and GDP contributor biggest Indonesian, Jakarta demanded continues to improve itself through the development to be able to cope with complex problems. Structure of the economy in Jakarta in 2011, the largest total backward linkages occur in sector 10 industrial fertilizer, chemical and rubber goods amounted to 3.586958 linkage to the biggest total in 10 sectors industrial fertilizer, chemical and rubber is 6.5545510 put the 6 sectors food, beverages and tobacco, sector 9 paper and printing, sector 10 fertilizer, chemical and rubber products, sector 13 transportation equipment, machinery and tools, sector 15 electrical into sector analyzed using a key input output tables of Jakarta in 2006 which has been updated to 2011 using the RAS methodology. In this year, largest total output multiplier is sectors 10 industrial fertilizer, chemical and rubber goods of 3.586958048 largest total income multiplier is sector 10 industrial fertilizer, chemical and rubber goods of 0.9150094 largest employment multiplier is 26 sectors air transport of 0.0877197. Analysis of infrastructure investments through the corridors MPA had a significant impact in Jakarta period 2012 2020, at 15 projects with a value of Rp. 110,357 trillion shocking investment in sector construction, rail freight, and transport support service resulting in an increase in total output of Rp. 217,681 trillion, an increase in total revenue of Rp. 39,743 trillion, an increase 439.276 in total employment in the economy as much as people."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T47040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>