Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128859 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pasaribu, Ernawati
"Tesis ini berusaha untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam menentukan beberapa daerah sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) dengan observasinya pada Kawasan Timur Indonesia (KTI). Penetapan sebuah Kapet pada dasarnya sudah ditentukan dalam Pasal 1 Keputusan Presiden RI No. 150 Tahun 2000, seperti (1) memiliki potensi untuk cepat tumbuh dan atau (2) mempunyal sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya dan atau (3) memiliki potensi pengembalian investasi yang besar.
Dengan menggunakan Binary Logistic Regression dan Location Quotient, ditunjukkan bahwa pertimbangan penetapan Kapet di KTI hanya mengacu pada laju pertumbuhan dan subsektor unggulan. Pendapatan per kapita dan spesialisasi daerah ternyata tidak menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan Kapet di KTI.
Analisis Tipologi Klassen menunjukkan, dari dua belas propinsi yang memiliki kapet di KTI, sebagian besar menunjukkan ketidaktepatan penetapan daerah tersebut sebagai Kapet dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu persyaratan penetapannya. Hanya Kapet Batulicin di Kalimantan Selatan dan Kapet Manado-Bitung di Sulawesi Utara sudah menunjukkan tepatnya penetapan Kapet.
Hasil analisis spesialisasi regional menunjukkan bahwa kemampuan sebagian besar Kapet di KTI sebagai daerah yang memiliki keterkaitan perekonomian (sektoral) dengan daerah di dalam propinsinya masing-masing masih lemah. Hal ini menunjukkan kurang tepatnya penetapan Kapet di KTI berdasarkan kaitannya dengan daerah sekitar. Hanya Kapet Sasamba di Propinsi Kalimantan Timur dan Kapet Biak di Propinsi Papua yang memiliki keterkaitan perekonomian yang kuat dengan daerah di dalam propinsinya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Anshar
Depok: Rajawali Press, 2022
711.3 MUH p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Efrimeiriza
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Peran Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) dalam Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) Sabang, termasuk hambatan-hambatan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasinya. Keluarnya kebijakan ini pada mulanya dijadikan sebagai alat politik dari pemerintah pusat untuk dapat meredam gejolak konflik bersenjata yang terus saja melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kota Sabang khususnya. Pengembangan terhadap Kawasan Sabang harus lebih difokuskan kepada berjalannya berbagai aktifitas dalam bidang-bidang Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) sebagaimana telah diatur dan digariskan sebelumnya di dalam Undang-undang Nomor 37 Tabun 2000.
Penelitian ini dilakukan di Kota Sabang, melalui penetapan Undang-undang Nomor 37 Tabun 2000, yang telah mengembalikan status Sabang menjadi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport). Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan metodi kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang melalui proses studi lapangan, wawancara dengan informan, dan juga pengamatan secara langsung di lapangan. Sementara itu terhadap pemilihan informan dilakukan secara Snowball Sampling, dengan Iingkup informan yang mencakup Walikota Sabang, Ketua Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), tokoh masyarakat setempat dan juga masyarakat sendiri yang berada dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) Sabang.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan Kawasan Sabang terus dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah Kota Sabang dan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang dan instansi-instansi terkait di Kota Sabang. Namun pengembangan Kawasan Sabang ternyata menghadapi kendala-kendala dalam pelaksanaannya, dan bila hal ini tidak dengan segera dicari jalan keluarnya akan menghambat pengembangan Kawasan Sabang dimasa yang akan datang. Pengembangan Kawasan Sabang tentunya harus disesuaikan dengan alokasi anggaran APBD Kota Sabang yang telah ditetapkan, hal ini karena keterbatasan dana yang dimiliki. Jika tetap dipaksakan, nantinya akan dapat mengganggu alokasi anggaran yang telah ditetapkan bagi kepentingan-kepentingan lainnya, serta berdampak kepada makin terhambat jalannya program pembangunan di Sabang. Hal ini dilakukan dengan berbagai pertimbangan peningkatan kualitas dan kuantitas berbagai fasilitas tersebut memang dirasakan untuk diperbaiki dan dibangun. Terlebih lagi sejak Kawasan Sabang dibukanya kembali sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport), maka akan semakin banyak saja para wisatawan yang akan datang ke Kawasan Sabang.
Sejak diresmikan kembali menjadi Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas, dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 37 Tabun 2000, wilayah Kota Sabang perlahan namun pasti kini mulai menggeliat dan kembali bergairah. Sabang kembali menemukan "rohnya" yang sejak lama hilang ditelan oleh silih-bergantinya berbagai kepentingan kekuasaan pemerintah pusat di Jakarta. Periahan-lahan namun pasti, keseharian hidup dari masyarakat Kota Sabang juga tampak semakin bergairah. Pemandangan ini menonjol di hampir seluruh sudut Pulau Weh-daratan kecil d' ujung paling barat Pulau Sumatera di mana Kota Sabang berdiri tegak. Hal ini tentunya akan berakibat kepada peningkatan kesejahteraan dan perekonomian sebahagian besar masyarakat yang tinggal di Kawasan Sabang.
Kendala-kendala yang dihadapi dengan dibukanya Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) Sabang, dapat dijadikan sebagai tolak ukur bagi pengembangan Kawasan Sabang dimasa yang akan datang. Dari berbagai kendalakendala tersebut akan dapat diketahui berbagai kelebihan dan kekurangan yang ada selama Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) Sabang kembali dibuka. Sehingga dapat dijadikan sebagai cerminan dalam rangka melakukan perbaikanperbaikan terhadap jalannya kebijakan tersebut ke arah yang lebih baik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suyono Hendarsin
"ABSTRAK
Sesudah Pulau Greenland, pulau Irian adalah merupakan pulau kedua terbesar di dunia. Ia berbentuk sebagai seekor naga, kepalanya menghadap ke arah Barat tepat di bawah garis Khatulistiwa. Badan serta ekornya terletak di sebelah Utara dari setengah bagian Timur benua Australia.
Tetapi ada pula yang menggambarkan pulau yang letaknya di ujung Timur Indonesia ini sebagai seekor burung raksasa.
Pada saat ini pulau Irian dipisahkan oleh garis perbatasan yaitu 141° Bujur Timur yang membagi pulau itu menjadi dua ialah :
a. Sebelah Timur, bermula adalah daerah perwalian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diserahkan administrasinya kepada Australia kemudian pada tahun 1975 menjadi sebuah negara merdeka dengan nama Papua New Guinea (PNG).
b. Sebelah Barat yang mula-mula bernama Irian Barat karena terletak di sebelah Barat, kemudian Irian Barat merupakan suatu propinsi sendiri dengan nama baru Irian Jaya.
Garis perbatasan 141º yang berlaku sekarang ini baru diadakan pada tanggal 16 Mei 1895 di Graven hage, negeri Belanda pada waktu pemerintah Belanda dan pemerintah Inggris merasa perlu menetapkan perbatasan antara wilayah kekuasaan masing-masing di pulau Irian. Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya terletak antara 0°Garis Khatulistiwa-9° Lintang Selatan, 130° Bujur Timur -141° Bujur Timur dengan jarak terjauh dari Barat ke Timur sekitar 1.221 km dan jarak terjauh dari Utara ke Selatan sekitar 999 km merupakan propinsi yang termuda setelah Propinsi Tingkat I Timor Timur. Tanggal 1 Mei 1986 genap sudah usia Propinsi Irian Jaya 23 tahun sejak kembalinya ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Walaupun telah berusia 23 tahun keadaan Propinsi Irian Jaya pada umumnya masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan Propinsi Daerah Tingkat I lainnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kondisi ini disebabkan pemerintah jajahan Hindia Belanda dahulu tidak pernah menaruh perhatian terhadap pulau Irian ini, seperti diungkapkan oleh R.C. Bone dalam bukunya "The Dynamics of the Western New Guinea (Irian Barat) Problem" yang dikutip oleh Ross Garnaut-Chris Manning, menyebutkan :
"Irian jajahan Belanda sebagai anak tiriHindia Belanda, daerah terlupa yang hanya berguna sebagai benteng terhadap gangguan asing, suatu tempat tamasya untuk hukuman tugas bagi pegawai- pegawai sipil yang melanggar disiplin dan sebagai tempat pengasingan untuk pejuang-pejuang kemerdekaan".
Di samping faktor tidak diperhatikannya Pulau Irian oleh penjajah Hindia Belanda dahulu faktor-faktor lainnya adalah:
a. Faktor geografis yang sangat luas (diperkirakan sekitar 410.660 km2 atau 3,5 x pulau Jawa) dengan topografinya yang sangat bervariasi.
b. Faktor penduduk yang sangat langka dibandingkan luasnya dengan jumlah hanya sekitar 1,2 juta jiwa hidupnya terpencar-pencar dengan isolasi alam yang masih sulit dijangkau dengan komunikasi dan transportasi."
1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gidion P. Adirinekso
"Tujuan dari studi adalah: pertama, mengetahui dan menganalisis taktor-faktor apa yang mendorong optimasi pertumbuhan ekonomi daerah; kedua, mengetahui dan menganalisis besarnya alokasi pengeluaran pemerintah pusat untuk daerah dan pengeluaran daerah yang mengoptimalkan pertumbuhan ekonominya; ketiga, mengetahui dan menganalisis tingkat desentralisasi yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi daerah.
Studi ini didasarkan pada studi Tao Zang dan Heng-fu Zou dari Bank Dunia, dengan kasus China. Masalah pokok yang hendak dikaji adalah apakah desentralisasi mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, dan seberapa besar pengeluaran pemerintah pusat ke daerah dan pengeluaran pemerintah daerah yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi daerah serta berapa tingkat desentralisasi yang optimal.
Studi terhadap Indonesia dilakukan dengan mengambil periode 1986-1996 dan mencakup 27 propinsi di Indonesia. Studi ini akan 1). mengestimasi faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan 2). mengestimasi besarnya pengeluaran pemerintah pusat ke daerah dan pengeluaran pemerintah daerah yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi daerah. 3) mengestimasi tingkat desentralisasi yang optimal.
Beberapa faktor yang diperkirakan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia mencakup 3 faktor besar, yaitu Sumber Daya, Keterbukaan daerah dan Kebijakan. Faktor sumber daya mencakup sumber daya alam, keuangan daerah dan sumber daya manusia, Sedangkan faktor kebijakan terdiri dari Upah dan Desentralisasi. Estimasi dilakukan dengan menggunakan teknik panel data.
Dalam menyelesaikan model optimasi pertumbuhan, akan digunakan model optimasi pertumbuhan ekonomi neoklasik. Untuk itu perlu diestimasi terlebih dahulu besarnya stok modal swasta dengan menggunakan Perpetual Inventory Method (PIM). Spesifikasi fungsi produksi diestimasi dengan teknik panel data.
Hasil estimasi terhadap faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi daerah menunjukkan bahwa faktor sumber daya alam, sumber daya keuangan, keterbukaan suatu daerah, upah dan desentralisasi fiskal mendorong perturnbuhan ekonomi daerah secara signifikan. Faktor sumber daya manusia tidak signifikan secara statistik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Faktor Desentralisasi secara umum mendorong pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia. Desentralisasi akan semakin sensitif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, khususnya untuk daerah di Iuar Pulau Jawa dan Sumatera, daerah dengan tingkat pendapatan rendah, daerah dengan tingkat pendapatan dan penduduk rendah, serta daerah dengan kesenjangan pendapatan rendah.
Nilai konsumsi optimal (c*), stok modal swasta optimal (k*), Pengeluaran pemerintah pusat ke daerah optimal (s*) dan pengeluaran pemerintah daerah optimal (p*) membentuk pola yang sama. Pada periode 1986-1996, ternyata besarnya stok modal swasta, pengeluaran pemerintah pusat ke daerah dan pengeluaran pemerintah daerah masih dibawah tingkat optimalnya pada saat kondisi "steady state", terlebih pada saat kondisi "Golden Rule" tercapai.
Tingkat desentralisasi optimal untuk mencapai pertumbuhan yang mengoptimalkan konsumsi masyarakatnya ternyata lebih tinggi dibandingkan tingkat desentralisasi aktualnya. Ini menunjukkan bahwa tingkat desentralisasi yang terjadi pada periode yang diamati belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah mencapai kondisi yang mengoptimalkan konsumsi masyarakatnya. Implikasinya, bagaimana pemerintah pusat dan daerah dapat meningkatkan kapabilitasnya dalam menarik investor ke daerah sehingga terjadi peningkatan permintaan (konsumsi) masyarakat dan menggali sumber-sumber penerimaan daerah yang lebih besar untuk pertumbuhan.
Dari studi ini setidaknya masih bisa dilakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan dua hal. Pertama, proksi yang dipakai untuk mengukur sumber daya manusia, mungkin bisa mempergunakan rasio Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Kedua, berkenaan dengan fungsi produksi, meskipun dalam studi ini akhirnya menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang lebih sesuai dibandingkan fungsi produksi CES, mungkin perlu dilakukan pengujian khusus atas kedua fungsi tersebut dalam kaitannya dengan masalah pertumbuhan ekonomi."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T20628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muis Sudarmadi
"Penelitian ini bermaksud mengevaluasi pelaksanaan program perencanaan pembangunan di wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Dalam penelitian ini ditunjukkan sebuah proses transisi dalam pelaksanaan program perencanaan pembangunan yang semula lebih banyak diperankan oleh pemerintah (top down); sekarang, sejak tahun 2002, peran tersebut Iebih banyak diberikan kepada masyarakat sendiri (bottom up). Proses transisi yang demikian itu tergambar dengan jelas pada pelaksanaan program Forum Pengkajian Perencanaan Pembangunan Jakarta Timur.
Penelitian tentang topik tersebut didisain berdasarkan pendekatan evaluasi program dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Melalui teknik pengamatan terlibat, wawancara mendalam (berpedoman), dan studi dokumen, penelitian ini berusaha menggali data dan informasi seobyektif mungkin untuk mengetahui tingkat
keabsahan program tersebut dilihat dari aspek legalitas hukum/kebijakannya, tingkat kesesuaian antara hasil pelaksanaan program dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam petunjuk pelaksanaan program, dan untuk mengetahui sejauhmana manfaat yang diberikan oleh program perencanaan pembangunan tersebut. Data dan informasi mengenai hal di atas akan digali secara mendalam pada tingkat persiapan, tingkat pelaksanaan dan tingkat pelaporan program Forum Pengkajian Perencanaan Pembangunan Jakarta Timur, khususnya pada pelaksanaan tahun 2003.
Dalam penelitian ini ditemukan beberapa hal. Pertama, bahwa pelaksanaan Forum Pengkajian Perencanaan Pembangunan Jakarta Timur telah memiliki landasan hukum yang cukup kuat, apabila ditinjau dari sumber hukum Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Keputusan Gubernur, Surat Edaran Menteri dan Surat Edaran Gubernur terkait. Tetapi program tersebut dapat dinilai lemah, karena tidak memiliki landasan hukum yang pasti pada tingkat kotamadya.
Kedua, bahwa sebagian besar basil yang dicapai dari pelaksanaan Forum Pengkajian Perencanaan Pembangunan Jakarta Timur tahun 2003 telah sesuai dengan output yang diharapkan program. Pada Forum Perencanaan Tingkat Kelurahan telah berhasil mengidentifikasi permasalahan dan menyepakati usulan kegiatan mikro dan usulan makro berikut skala prioritasnya. Pada Forum Konsoiidasi Tingkat Kecamatan telah berhasil menggali permasalahan dan menyepakati usulan program pembangunan yang telah disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Renstra, Repetada, dan arah kebijakan pembangunan kecamatan setempat. Dan pada Forum Pengkajian Tingkat Kotamadya telah berhasil menggali permasalahan pembangunan yang dihadapi Kotamadya Jakarta Timur, dan juga telah berhasil merumuskan program pembangunan di wilayah Jakarta Timur berikut rumusan skala prioritas programnya untuk tahun anggaran 2004.
Ketiga, bahwa Forum Pengkajian Perencanaan Pembangunan Jakarta Timur yang dilaksanakan pada tahun 2003 telah memberikan manfaat yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat kelurahan. Salah satu contoh untuk menunjukkan bahwa forum tersebut telah membawa manfaat bagi -kehidupan masyarakat kelurahan dan sekaligus sebagai bukti bahwa forum tersebut menjadi efektif adalah dengan terealisasinya Program Pernberdayaan Masyarakat Ke/urahan (PPMK) pada tahun 2004."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Arliansah
"Pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah upaya terencana dalam mengelola sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator yang biasa digunakan untuk mengukur perkembangan pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah adalah pertumbuhan ekonomi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah diantaranya adalah pengembangan wilayah pada pusat-pusat pertumbuhan dengan investasi padat modal. Ia diharapkan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya merangsang kegiatan pembangunan wilayah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat aksesibilitas kecamatan sebagai hinterland terhadap pusat pertumbuhan, mengetahui arah pengembangan kegiatan ekonomi dan mengetahui keterkaitan antar sektor perekonomian serta pengaruh nilai location quotient (LQ), nilai total aksesibilitas, dan belanja pembangunan terhadap perkembangan ekonomi daerah.
Analisis dilakukan menggunakan data sekunder tahun 2001-2003 pada 17 kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir. Alat analisis yang digunakan adalah model gravitasi, LQ dan pendekatan ekonometrika. Dengan model gravitasi didapat bahwa sebagian besar kecamatan mempunyai tingkat aksesibilitas yang kuat terhadap pusat pertumbuhan Tembilahan. Berdasarkan kekuatan aksesibilitas dapat di kelompokkan hinterland-nya setiap pusat pertumbuhan. Dengan formula LQ Kecamatan Reteh yang memiliki sektor/sub sektor unggulan terbanyak (8 kegiatan unggulan). Penyebaran sektor/sub sektor juga tidak merata di setiap daerah. Dengan pendekatan ekonometrika model persamaan simultan, dapat diketahui keterkaitan antar sektor perekonomian dan variabel lainnya. Sektor bangungan/konstruksi (S5) berpengaruh positif terhadap perkembangan sektor pertambangan dan penggalian (S7). Sektor perdagangan, restoran dan hotel (S6) berpengaruh positif terhadap perkembangan sektor listrik, gas dan air bersih (S4); sektor transportasi dan komunikasi (57); dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (S8). Variabel belanja pembangunan hanya berpengaruh langsung dan signifikan terhadap perkembangan sektor pertanian (S1); sektor listrik, gas dan air bersih (S4); dan sektor bangunan/konstruksi (S7). Variabel aksesibilitas berpengaruh secara signifikan terhadap sektor bangunan/konstruksi (S5); sektor transportasi dan komunikasi (S7); dan sektor jasa-jasa.(S9). Sedangkan nilai LQ masing-masing sektor berpengaruh signifikan terhadap sektornya, kecuali sektor transportasi dan komunikasi (S7); dan sektor jasa-jasa (S9). Nilai LQ sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (S8) mempunyai elastisitas lebih tinggi dibandingkan dengan nilai LQ sektor lainnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Sarifuddin
"Proses pembangunan hendaknya dimaksudkan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat, dimana kekuatan masyarakat dalam pengambilan keputusan pembangunan lebih dominan dan dalam pelaksanaanya peranan atau partisipasi masyarakat lebih diutamakan. Salah satu program pembangunan yang didesain dengan menitikberatkan pemberdayaan masyarakat adalah program P2D yang dalam pelaksanaanya diupayakan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan prasarana yang dibangun.
Tesis ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan program P2D di Nagori Dalig Raya ditinjau dari karakteristik input, proses dan output dad program tersebut sehingga dapat diketahui hasil (outcomes) dari pemberdayaan yang telah dilaksanakan dan dapat dibuat penilaian tentang program. Serta untuk memperoleh gambaran mengenai hal-hal yang menjadi kelemahan dan kekuatan dalam pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan program P2D tersebut.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan penelitian evaluatif sumatif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengambilan sampel informan menggunakan teknik purposive sampling untuk menentukan informan yang memahami topik penelitian yaitu SPM Dirjen PMD, Camat Raya, Pokja Kecamatan. Pimbagpro, tenaga pendamping dari tim konsultan (Tim Teknis Lapangan), tenaga pendamping dari Fasilitator Desa, Pangulu Nagori dan Maujana Nagori (BPD), serta Masyarakat yang semuanya berjumlah 28 informan. Lokasi Penelitian yaitu di Nagori Dalig Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun.
Hasil pemberdayaan masyarakat yang diharapkan dalam pelaksanaan program P2D meliputi tiga bidang yaitu pemberdayaan dalam bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Dari temuan lapangan menunjukkan bahwa upaya untuk mewujudkan hasil pemberdayaan tersebut telah mulai tampak pada setiap tahapan pelaksanaan P2D, mulai dari sosialisasi, perencanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan. Telah terjadi transfer daya (transfer of power) kepada masyarakat baik berupa pengetahuan maupun keterampilan sehingga self-sustain capacity mulai meningkat. Sistem perencanaan yang bersifat bottom up juga telah diterapkan sehingga masyarakat mempunyai peranan yang besar dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi pemberdayaan tersebut belum sepenuhnya dapat menjangkau masyarakat pada strata terendah. Hal ini karena tidak semua masyarakat ikut aktif dalam kegiatan dan tidak semua masyarakat merupakan anggota OMS pelaksana kegiatan pembangunan prasarana. Demikian juga kegiatan sosialisasi, perencanaan, dan pelatihan lapangan belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh masyarakat yang Nadir dengan baik.
Berdasarkan keseluruhan evaluasi yang dilaksanakan dapat dibuat penilaian tentang pencapaian program dan penilaian tentang desain program. Dimana kelemahan dalam upaya pemberdayaan masyarakat diantaranya berasal dari masyarakat dan dari pemerintah. Keadaan tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, tingkat ekonomi yang masih rendah, serta dukungan dan keterlibatan masyarakat yang masih rendah dalam organisasi kemasyarakatan menyebabkan sikap kurang mendukung terhadap program-program pembangunan yang digulirkan oleh pemerintah. Sehingga yang mengalami proses pemberdayaan hanya orang-orang tertentu saja atau bisa dikatakan golongan elit masyarakat saja (KDS, OMS, KPP dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya). Untuk itu baik KDS. OMS, KPP dan pemerintah harus berupaya mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan dan mengoptimalkan keterlibatan masyarakat dalam organisasi yang ada. Kelemahan lain yaitu dalam upaya pelestarian dan pengembangan prasarana masih terhambat karena masalah dana. Untuk itu harus ada kejelasan dukungan pemerintah kabupaten terutama dengan memperjelas pos-pos pendapatan desa, sehingga desa mempunyai sumber dana yang pasti dan tetap untuk dapat digunakan dalam kegiatan pengembangan prasarana lebih lanjut.
Selanjutnya berdasarkan keseluruhan informasi tentang input, proses. output dan outcomes pemberdayaan melalui pelaksanaan program P2D dapat dibuat penilaian terhadap muatan desain program P2D yang mendukung terhadap upaya pemberdayaan yang meliputi 1) program P2D sebagai sarana atau wadah belajar, 2) mekanisme P2D sebagai alternatif proses pembangunan partisipatif, dan 3) penyertaan petugas pendamping dalam setiap tahapan program P2D. Ketiga aspek tersebut merupakan masukan yang perlu dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang program pembangunan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Puguh Wibowo
"Dalam perspektif pembangunan di Indonesia, pulau-pulau kecil yang sebagian besar tersebar di Kawasan Timur Indonesia (KTI) kurang mendapat perhatian yang cukup berarti. Selama ini pembangunan dititikberatkan pada pulau besar yang cenderung bersifat ekstraktif dan mempunyai resiko lingkungan cukup besar. Disisi lain kawasan pulau kecil mempunyai potensi lingkungan besar, karena ekosistem dan lingkungan laut disekitar kawasan mempunyai keragaman dan produktivitas hayati yang tinggi.
Pulau Wawonii merupakan salah satu pulau di Kabupaten Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara dan secara geografis berhadapan dengan perairan Laut Banda. Berdasarkan kedudukannya Pulau tersebut mempunyai potensi perikanan yang cukup besar, demikian pula kawasan pantai di sekelilingnya mempunyai peluang untuk pengembangan budidaya dan jasa wisata. Hal ini mendorong Pemerintah Proipinsi Sulawesi Tenggara untuk mengembangkan kawasan tersebut sebagai kawasan perikanan terpadu.
Masalah penelitian dibatasi pada analisis kebijakan untuk mengembangkan Pulau Wawonii dengan fokus analisis tentang keterlibatan pelaku (stakeholders), skenario pengembangan, masalah pengembangan serta langkah kebijakan yang diperlukan guna mengatasi berbagai kendala dalam implementasi skenario pengembangan. Tujuan penelitian adalah untuk menyusun kebijakan pengembangan Pulau Wawonii, dengan fokus menetapkan skenario pengembangan, analisis keterlibatan pelaku, masalah yang dihadapi dalam pengembangan dan alternatif kebijakan pengembangan. Penelitian ini merupakan penelitian kebijakan melalui pendekatan metode Diskriptif dengan jenis Studi Kasus dan metode kualitatif. Untuk analisis data digunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan menggunakan alat bantu Expert Choice Version 9.
Dalam penelitian ini skenario yang diajukan sebagai dasar pengembangan adalah rumusan skenario hasil studi Penyusunan Agromarine yang dilakukan Puslitbang Transmigrasi sebagai berikut : (1) Skenario I adalah menekankan kegiatan utama pada penangkapan yang didukung dengan kegiatan budidaya pantai dan kegiatan pertanian, (2) Skenario II menekankan pada kegiatan utama adalah budidaya pantai dan didukung dengan kegiatan penangkapan dan kegiatan pertanian, (3) Skenario III menekankan kegiatan wisata bahari sebagai kegiatan utama yang didukung dengan kegiatan penangkapan, budidaya pantai dan pertanian.
Hasil analisis dengan pendekatan AHP yang merupakan persepsi seluruh pihak yang berkepntingan menunjukkan, bahwa Skenario I dengan nilai bobot yaitu 0.592 merupakan prioritas utama sebagai dasar untuk pengembangan Pulau Wawonii. Skenario I ini mempunyai nilai bobot lebih tinggi dibandingkan dengan Skenario II (0.278) maupun Skenario III (0.131). Dengan menggunakan Skenario I sebagai dasar pengembangan maka akan mempunyai beberapa implikasi berikut : (a) mempunyai resiko lingkungan relatif kecil, (b) mempunyai multiplier efek yang relatif besar terhadap peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan, (c) menjamin keberlanjutan usaha, (d) mempercepat proses pertumbuhan kawasan, dibandingkan dengan ke dua skenario lainnya.
Berdasarkan hasil analisis proses ke depan (Forward Process) menunjukkan, bahwa dari ke empat pelaku yang terlibat, secara hirarkhi Pemerintah Daerah (Pemda) mempunyai nilai-nilai bobot paling tinggi 0.418, Swasta (0.250), Masyarakat (0.223) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mempunyai nilai bobot paling rendah (0.110). Dari hasil proses balik (Backward Process) menunjukkan bahwa masalah utama yang menjadi kendala pengembangan adalah koordinasi pengelolaan dengan nilai bobot yaitu 0.395. Selanjutnya masalah dalam pengembangan yang perlu mendapat perhatian, secara hirarkhi adalah keterbatasan modal (0.278), lingkungan dan masalah SDM mempunyai nilai yang sama (0.163). Dari hasil perhitungan terhadap masalah pengembangan juga menunjukkan bahwa instansi yang mempunyai peran dan bertanggung jawab mengatasi masalah koordinasi adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP).
Dari hasil perhitungan dan analisis terhadap kebijakan yang perlu ditempuh seluruh pelaku untuk mengatasi masalah, prioritas utama adalah meningkatkan koordinasi pengelolaan dengan nilai bobot yaitu 0.296. Kebijakan penting lainnya yang perlu dijalankan secara hirarkhi adalah pelatihan (0.212), pembangunan sarana dan prasarana (0.210), perijinan dan fiskal (0.154), penataan ruang (0.068), dan melakukan wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terhadap seluruh kegiatan dengan nilai 0.060.
Berdasarkan analisis terhadap potensi dan analisis kebijakan maka pola pengembangan yang diusulkan adalah : (1) Skenario kebijakan pengembangan adalah Skenario I, (2) Pengembangan usaha dilakukan melalui pendekatan agribisnis dan kemitraan dengan pola Inti - Plasma dan swasta berperan sebagai Pembina, (3) pemanfaatan ruang dengan alokasi adalah : bagian barat sebagai kawasan industri dan pelabuhan, pantai timur sebagai kawasan budidaya pantai dan darat, bagian tengah dan utara sebagai kawasan konservasi.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Untuk mengembangkan Pulau Wawonii Skenario I merupakan skenario yang diharapkan oleh seluruh pelaku, dengan pertimbangan skenario ini mempunyai resiko lingkungan relatif kecil, mempunyai efek ganda relatif besar terhadap perluasan kesempatan kerja dan pendapatan. (2) Terdapat empat pelaku yang berperan dalam pengembangan Pulau Wawonii, sedangkan pelaku yang mempunyai peran penting adalah Pemerintah Daerah. (3) Dari hasil proses balik (backward process) menunjukkan bahwa masalah utama yang dihadapi adalah terkait dengan kelembagaan yaitu lemahnya koordinasi antar pelaku-pelaku. (4) Kebijakan penting yang diperlukan untuk mengatasi masalah secara prioritas adalah meningkatkan koordinasi pengelolaan antar pelaku.
Saran dari penelitian ini adalah: (1) Untuk menjalankan kegiatan pada Skenario I perlu dilakukan melalui pendekatan agribisinis dan pola kemitraan dengan model Inti-Plasma yang meliibatkan unsur pemerintah, swasta, dan masyarakat. (2) Perlu dilakukan penataan ruang untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan antar pelaku maupun guna mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. (3) Perlu dibentuk organisasi pengelola pengembangan dengan menetapkan BAPPEDA bertugas sebagai kordinator perencanaan dan DKP sebagai penanggung jawab pelaksana kegiatan pembangunan.

The Policy Study of Small Islands Development (Case Study on Development Polities of Wawonii Island at Kendari District the Province of Southeast SulawesiIn the process of development of Indonesia, small islands mostly located in eastern part of Indonesia are lack of attention. So far the development centered on big islands and tended to extractive sector with high environmental risk. The small islands are about to be neglected in the development process despite they are actually having high environmental potential due to their virgin ecosystem and biodiversities.
The Wawonii Island is one of the small islands in Kendari distric, the province of Southeast Sulawesi, located in facing with Banda Ocean. The island has very high potential fisheries, and so with the coastal areas around the island. Those potential could be developed as cultivation areas as well as tourism services. This condition actually had encouraged the local government to develop the areas as an integrated fisheries development.
This research and thesis is restricted just to analyses some policies concerning with the development of Wawonii Island, especially focused on the analyses of stakeholder involvement, development scenario, implementation problems, needed strategies and stages to solve the problems and obstacles. This research is aimed to compose the policy of development of Wawonii Island covering the alternative scenario of development, stakeholders involvement, the problems emerge, and the alternative strategy of development. The research would use descriptive and qualitative method with case study approach. To analyses the primary data, the instrument of Analytical Hierarchy Process (AHP will be used with other supplementary tools of Expert Choice Version 9.
This research proposed development scenario as a base of developing Wawonii Island through agro marine system. Those scenarios are ass follows: (1) Scenario I, is stressing the main development activities on catchments by the support of coastal cultivation and agriculture activities. (2) Scenario II, is stressing the main development activities on coastal land cultivation by the support of catchments agriculture activities. (3) Scenario III, is stressing the main development activities an oceanic tourism by the support of catchments, land coastal cultivation and agriculture activities.
The research result by using of AHP approach pointed out that the scenario I (with total value of 0.592) is the main priority and becoming alternative scenario that enable the Wawonii Island to develop. This scenario is having more score value than the others indicating respectively (scenario II 0.278, and scenario III 0.131). So the main priority of development scenario for Wawonii Island is the scenario I, that is the implementation of catchments by the support of coastal land cultivation and other agricultural activities.
By using the scenario I as a base of development, the consequences emerge are; a. high rate of environmental risk b. high rate of multiplier effect for work opportunities and income rising, c. ensure the sustainable business, d. fastening the growth areas, compared with the two other scenarios.
Base on the forward process analyses, it was known that from the four stakeholders of involvement, the local government have hierarchical highest value score of 0.418, while the other stakeholders indicate that private sector 0,250, societies 0,223, and the non-government sector (NGO) having the lowest score of 0.110.
Based on the backward process analyses, it was known that that main problem becoming obstacles for development process is the coordination relationship among stakeholders, with total value score of 0.395. It was caused by something that so far there was no government instance to take in place, especially in planning and implementing the Wawonii development activities.
The problems of development, then, need to be attended hierarchically is the limit of capital which having total value score of 0.278. While the environment and human resources having value score of 0.163. From the other analyses it was known that the government instances having important role and responsibilities to solve coordination obstacles are BAPPEDA / Badan Perencanaan Pembangunan Daerah - (Regional Planning Bureau) as well as Dinas Kelautan dan Perikanan / DKP(Marine and Fisheries Sector).
Based on the analyses of what policies should be taken by the stakeholder to solve the problems, it was known that that main priority is to increase the coordination process, having value score of 0.296. Therefore the roles of Bappeda need to be improved as planning bureau. So do the Marine and Fisheries Sector as an institution responsible for the executing of the project. The other policies should be taken hierarchically are training (0.212 score), infrastructure development (0.210), permit and fiscal (0.154), spatial plan (0.068), and environmental risk assessment (0.060).
Based on the analyses of potential and supporting policies, it was known that the model of development should be proposed is the model of scenario I. The development should be carried out through (1) agribusiness and partnership approach (like Care-Plasma relationship) in which the private as patron, (2) proper land use where the west coastal side is provided for shore and industrial areas, the east coastal side as land coastal cultivation, while the central and north side as conservation areas.
From the research result, it could be summarized that (1) The Wawonii island is more appropriate to develop as suggested in scenario I. This reason is due to the low rate of the environmental risk, the high multiplier effect of work opportunity as well as the income rise. (2) There are four stakeholders having important role with the local government as main stakeholder. (3) The main problems facing in development process is concerning with the institutional and bureaucratic level, that is the lack of coordination among the executing agencies of development. By those summaries, so the suggestion could be expressed here are: (1) Take the scenario I as development approach for Wawonii island, and the scenario should be carried out through agribusiness and partnership model (core-plasma relationship) by involving the government sector, private, and the societies. (2) Plan the spatial ground areas properly, to minimize conflict and vested interest among the agencies, also for minimizing the environmental degradation. (3) Build the integrated organization executing the development, with deciding the BAPPEDA as coordinator of planning, while Dinas Kelautan dan Perikanan as the institution responsible for the development activities."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 10897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panpan Achmad Fadjri
"Titik fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kondisi ekonomi dan kualitas sumber daya manusia di Propinsi Jawa Barat dalam mempersiapkan dan menentukan skala prioritas pembangunan otonomi daerah.. Secara spesifik diuraikan karakteristik geografis, ranking dan indeks ekonomi dan kualitas sumber daya manusia menurut Kodya/Kabupaten, mengetahui dan memilih lima daerah yang mempunyai ranking dan indeks terendah, mengetahui pengaruh kualitas sumber daya manusia dan ekonomi terhadap kondisi sektor pembangunan dan memberikan alternatif kebijakan.
Penelitian ini didasarkan pada dua literatur utama yaitu Teori Faktor Analisis dan Analisis Multivariate Linier Regression. Teori Analisis Faktor ini mampu memunculkan perbedaan relatif antar wilayah dengan memperhatikan kualitas sumber daya manusia dan ekonomi. Untuk memperkuat analisis maka dipergunakan Analisis Multivariate Linier Regression yang mampu menunjukkan pengaruh variabel bebas terhadap sembilan variabel terikat secara bersama-sama. Sehingga pada penentuan skala prioritas selain diketahui daerah dan sektor mana yang perlu diprioritaskan juga dapat diketahui variabel mana yang berpengaruh terhadap sektor pembangunan secara keseluruhan.
Penelitian ini menggunakan data Susenas 1999, Podes 1999, PDRB 1999 dan Potensi Wilayah. Dari data Susenas diambil data-data yang berkaitan dengan karakteristik rumah tangga seperti Pendidikan, Kesehatan, dan Aktivitas Ekonomi. Dari data Podes diambil data-data yang berkaitan dengan sarana kantor pos, listrik, bank dan pasar. Dan data PDRB diambil data mengenai besarnya sumbangan sektor pembangunan terhadap PDRB. Sedangkan data potensi wilayah yang diambil dari pemerintah setempat berkaitan dengan potensi alam dan produk unggulan yang ada di daerah yang bersangkutan.
Penelitian ini berhasil menguraikan perbedaan relatif antar wilayah. Secara keseluruhan daerah yang mempunyai ranking tertinggi adalah Kotamadya Bekasi dilihat dari kualitas sumber daya manusia dan ekonominya, sedangkan pada tingkat kabupaten yang mempunyai ranking tertinggi adalah kabupaten Bogor. Sedangkan untuk skala prioritas otonomi daerah diperoleh lima daerah yang mempunyai ranking terendah yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Cianjur, Sukabumi dan Garut. Bila diperhatikan berdasarkan sektor maka untuk pendidikan, Kabupaten Lebak mempunyai ranking terendah. Pada sektor kesehatan diperoleh daerah yang mempunyai ranking terendah adalah Kabupaten Garut. Pada sektor aktivitas ekonomi dan sarana perekonomian daerah yang mempunyai ranking terendah adalah Kabupaten Pandeglang. Sedangkan pada sektor pembangunan diperoleh Kabupaten Lebak yang mempunyai ranking terendah.
Adanya Pengaruh dari kondisi kualitas pendidikan, kesehatan dan aktivitas ekonomi terhadap perkembangan sektor pembangunan telah terbukti dari hasil analisis yang telah dilakukan. Namun, pengaruh dan kondisi kualitas pendidikan, kesehatan dan aktivitas ekonomi tidak terjadi secara individual artinya pengaruh yang terjadi karena adanya keterkaitan satu sama lain. Dengan demikian, untuk meningkatkan sektor penyumbang PDRB harus memperhatikan kualitas sumber daya manusia dan kualitas ekonomi secara bersama-sama dengan lebih menekankan pada peningkatan variabel aktivitas ekonomi yang mempunyai pengaruh secara langsung."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T1807
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>