Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139403 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erwin Arsyad
"Pelaksanaan otonomi daerah yang berdasarkan pada UU nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, membawa implikasi pada pelimpahan kewenangan antara pusat dan daerah dalam pelbagai bidang. Dengan adanya oronomi daerah maka terjadi desentralisasi yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah, perencanaan ekonomi (termasuk menyusul program-program pembangunan daerah) dan perencanaan lainnya yang dilimpahkan dari pusat ke daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang luas dalam mengatur sumberdaya yang ada untuk meningkatkan kemajuan dan kemakmuran masyarakatnya.
Esensi dari UU No. 2211999 adalah pembagian kewenangan dan fungsi (power sharing) antara pemerintah pusat dan daerah. Sementara UU No. 25/1999 mengatur pembagian sumber-sumber daya keuangan (financial sharing) antara pusat-daerah sebagai konsekuensi dari adanya pembagian kewenangan tersebut. UU No. 25 Tahun 1999 yang berisi tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah didesain dengan menggunakan prinsip money follows fine/ion atau "uang mengikuti kewenangan". Artinya, jika kewenangan dilimpahkan ke daerah, maka uang untuk mengelola kewenangan itu pun harus dilimpahkan ke daerah.
Diterapkannya UU No. 25/1999 memiliki dampak atau implikasi yang cukup besar terhadap perekonomian daerah pada umumnya. Banyak hal-hal baru yang diatur dalam UU No.25/1999 yaitu mengenai Dana Perimbangan sebagai penerimaan daerah yang merupakan transfer dari pusat kedaerah. Dana Perimbangan ini meliputi : Partama, Dana Bagi Hasil Pajak (Tax Revenue Sharing) yang meliputi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan bagi hasil pajak penghasilan (PPh). Kedua, Dana Bagi Hasil Sumberdaya Alam (Natural Resources Revenue Sharing). Ketiga, Dana Alokasi Umum (DAU). Keempat, Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum merapakan bentuk lain dari SDO (Subsidi Daerah Otonom) dan Dana INPRES pada jaman sebelum otonomi daerah. Melalui kebijakan bagi hasil Sumberdaya alam diharapkan daerah dan masyarakat setempat dapat lebih merasakan hasil dari sumberdaya alam yang dimiliki, Karena selama ini basil sumberdaya alam lebih banyak dinikmati oleh pemerintah pusat dibandingkan masyarakat setempat.
Dengan adanya desentralisasi fiskal, kemampuan daerah dalam pengelolaan dana secara mandiri menjadi tuntutan yang nyata, sehingga seluruh potensi dapat dioptimalisasikan melalui mekanisme perencanaan secara tepat. Hal ini menjadi tantangan bagi seluruh wilayah otonom di Indonesia. termasuk propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Setiap upaya pembangunan daerah di propinsi NTB, dimana pemerintah daerah propinsi NTB dan masyarakatnya hams secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah propinsi NTB beserta partisipasi masyarakatnya dengan mengunakan sumberdaya-sumberdaya unruk menggali sumber-sumber asli daerah dalam rangka peningkatan penerimaan total pemerintah, sehingga propinsi NTB mampu mengoptimalisasikan potensi dari sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan didalam merancang dan membanglin perekonomian di daerahnya.
Berdasarkan pada data keuangan daerah propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dimana ketergantungan propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sangat besar dari dana transfer untuk menutupi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), sehingga perlu penerapan kebijakan-kebijakan didalam menggali sumber-sumber asli daerah dalam rangka peningkatan penerimaan total pemerintah daerah, karena memang behun optimainya propinsi NTB didalam menggali sumberdaya alam seperti, tambang emas, budi daya ikan, budi daya mutiara, sumberdaya hutan dan sumber-sumber daya lainnya yang semestinya masih dapat ditingkatkan lagi, sehingga diharapkan dengan berlakunya desentralisasi fiskal melalui optimalisasi sumberdaya-sumberdaya yang ada dengan perencanaan yang tepat akan membawa dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Propinsi NTB.
Hasil simulasi kebijakan untuk melihat dampak dari desentralisasi fiskal diketahui bahwa seluruh komponen dana perimbangan merniliki dampak positif terhadap PDRB di NTB, baik di tingkat propinsi maupun di tingkat kabupaten.
Hasil simulasi pada tingkat propinsi, dana transfer menghasilkan dampak peningkatan PDRB yang lebih besar dari komponen bagi hasil lainnya. Sementara itu hasil simulasi untuk kabupaten di NTS menunjukkan bahwa peranan bagi hasil pajak terhadap pertumbuhan PDRB di seluruh kabupaten membawa dampak positif, dimana kabupaten Sumbawa menjadi kabupaten yang memiliki kontribusi bagi hasil pajak paling besar terhadap pertumbuhan PDRB. Di sisi lain simulasi terhadap bagi hasil sumber daya a]arn membawa dampak bagi pertumbuhan PDRB paling besar di kabupaten Lombok Barat, Sedangkan dana transfer paling berrnanfaat bagi kabupaten Sumbawa.
Simulasi terhadap keseluruhan variabel endogen menunjukkan bahwa seluruh kabupaten di NTB sangat tergantung pada dana transfer dibanding variabel dana perimbangan lainnya.
Dari hasil analisis disparitas diketahui bahwa kesenjangan antar kabupaten dapat dikurangi dengan adanya bagi basil pajak, bagi basil sumberdaya alam, sedangkan dana transfer akan menyebabkan kurang dapat mengatasi kesenjangan antar kabupaten."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djabaruddin Ahmad
"Berakhirnya pemerintahan Orde Baru, memberi kesempatan untuk memperbaiki kemandirian daerah, dengan pelaksanaan UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25/1999 tentang Nubungan Keuangan Pusat dan Daerah, yang mulai dilaksanaan sejak Januari 2001. Harapan yang digantungkan dari pelaksanaan kedua undang-undang tersebut perbaikan pelayanan publik, kepada masyarakat lokal, yang bermuara kepada peningkatan kinerja perekonomian daerah. Pada akhirnya pelaksanaan kedua undang-undang tersebut, akan meningkatkan kesejahteraan rakyat terutama yang tinggal di daerah. Dengan kata lain, ada keyakinan bahwa otonomi daerah, khususnya.desentralisasi fiskal akan meningkatkan kinerja perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Uraian di atas, membangkitkan pertanyaan, apakah desentralisasi fiskal yang lebih besar, dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas anggaran? Pertanyaan itulah yang dicoba dijawab oleh studi ini, dengan mengambil studi kasus perekonomian Sumatera periode 1993-2003. Studi lebih difokuskan pada nisbah desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi, baik pada tingkat kabupateri/kota maupun provinsi. Studi ini, juga ingin melihat secara khusus, apakah pelaksanaan UU No.22/1999 dan UU No.25/1999 telah memberikan perubahan yang baik, sekalipun masih dalam tahap awal pelaksanaan.
Hasil studi menunjukkan bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal belum memberikan dampak siginifikan atau besar terhadap pertumbuhan ekonomi. ini disebabkan belum berubahnya komitmen pemberdayaan rakyat. Struktur pengeluaran sejak dilaksanakan UL' No.22/1999 dan UU No.25/1999 masih sama seperti periode sebelumnya. Pengeluaran APBD masih didominasi pengeluaran rutin. Sedangkan pengeluaran pembangunan masih didominasi untuk pengeluaran pembangunan infrastruktur. Kedua undang-undang tersebut hanya memperbesar keleluasaan daerah mengatur pengeluaran, tetapi tidak memperbaiki komitmen pemberdayaan. Di sisi penerimaan, terjadi hal yang berkebalikan, karena struktur penerimaan APBD yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), masih sangat kecil, sama seperti sebelum pelaksanaan UU No.22/1999 dan UU No.15/1999. Hal disebabkan pemerintah pusat, masih memegang kontrol untuk sumbersumber penerimaan pajak yang besar. Riga sudah terlihat distorsi peiaksanaan desentralisasi fiskal, yang disebabkan tidak adanya panduan pelaksanaan yang mencakup aspek hukum, ekonomi dan manajemen pengelolaan anggaran. ]uqa belum tersedia perangkat hukum, yang menjamin peiaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran.
Berdasarkan hasil studi ini, direkomendasikan bahwa memang benar, UU No.22/1999 dan UU No.25/1999, sebaiknya direvisi, sejak dini, sebelum pelaksanaannya semakin terdistorsi. Selain itu pemerintah harus segera mempersiapkan petunjuk pelaksanaan yang mengandung dimensi hukum, ekonomi dan manajemen, yang seimbang dan saling melengkapi yang merupakan acuan pemerintah daerah daiam mengelola APBD."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonnie Permana Negara
"Dengan menggunakan data panel 505 kabupaten/kota di Indonesia selama periode pelaksanaan desentralisasi dari tahun 2001-2017, penelitian ini bertujuan untuk menguji tentang indikasi konvergensi perekonomian antar daerah di Indonesia dan untuk mengetahui pengaruh kebijakan desentralisasi fiskal terhadap konvergensi pendapatan perkapita antar daerah di Indonesia. Indikator desentralisasi fiskal menggunakan indikator pendapatan dan indikator belanja daerah. Indikator pendapatan daerah terdiri dari pendapatatan asli daerah, dana bagi hasil, dan dana transfer. Indikator belanja daerah fokus pada belanja sektor pendidikan, sektor kesehatan, dan sektor infrastruktur. Menggunakan analisa konvergensi statis, penelitian ini menemukan bukti bahwa terjadi konvergensi pendapatan perkapita antar kabupaten/kota di Indonesia. Analisa konvergensi dinamis dengan model absolute convergence dan conditional convergence. Hasil estimasi model absolute convergence menunjukkan terjadinya konvergensi pendapatan perkapita antar kabupaten/kota di Indonesia dengan tingkat konvergensi sebesar 7 persen. Sedangkan hasil estimasi model conditional convergence menghasilkan tingkat konvergensi sebesar 19 persen ketika tenaga kerja, investasi, angka partisipasi pendidikan, dan indikator desentralisasi fiskal disertakan dalam model."
Jakarta: Direktorat Jenderal Pembendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2021
336 ITR 6:1 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Klarawidya Puspita
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tujuan pembangunan yaitu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan distribusi pendapatan. Kedua hal tersebut sama-sama penting namun sulit diwujudkan secara bersamaan. Hai ini dapat terjadi karena strategi pembangunan pada awal masa orde baru lebih menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan pada pemerataan distribusi pendapatan. Tesis ini meneliti pengaruh distribusi pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi propinsi di Indonesia. Selain dari itu, akan diteliti juga pengaruh indikator pembangunan seperti inflasi dan tingkat pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi propinsi.
Pertumbuhan ekonomi propinsi dihitung berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto per kapita, sedangkan distribusi pendapatan berdasarkan kriteria Bank Dunia yang terdiri dari persentase pendapatan 40 % penduduk berpendapatan rendah, 40 % penduduk berpendapatan menengah dan 20 % penduduk berpendapatan tinggi. Inflasi yang dipakai adalah inflasi regional rata-rata selama 1 tahun dan tingkat penddikan yang digunakan adalah persentase penduduk yang pendidikan tertinggi ditamatkan setingkat SMP.
Pengolahan data dilakukan dengan penggunaan model analisis data panel, yaitu metode fixed effect dengan pembobotan cross section weight. Variabel dummy digunakan untuk melihat perbedaan antar propinsi dan juga untuk melihat perbedaan pertumbuhan ekonomi antar sebelum krisis dan sesudah krisis ekonomi.
Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh distribusi pendapatan secara positif, pada semua kelompok penduduk. Akan tetapi pengaruh persentase kenaikan pendapatan 40 % penduduk berpendapatan rendah lebih tinggi dari pada persentase kenaikan pendapatan 40 % penduduk berpendapatan menengah dan persentase kenaikan pendapatan 20 % penduduk berpendapatan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan penduduk telah berkurang dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi propinsi. Tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan tingkat pendidikan penduduk yaitu persentase penduduk yang pendidikan tertinggi ditamatkan setingkat SMP berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Rekomendasi dari penelitian ini adalah pemerintah di propinsi diharapkan untuk lebih memperhatikan pemerataan distribusi pendapatan karena akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu pemerintah daerah diharapkan mampu mempertahankan tingkat inflasi yang rendah karena semakin tinggi inflasi pertumbuhan ekonomi akan berkurang. Dan juga pemerintah daerah diharapkan memberikan kesempatan seluas-luasnya agar penduduknya dapat memperoleh pendidikan yang setinggi-tingginya yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T25794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervin Septian Firdaus
"[ABSTRACT
This paper investigated whether fiscal policy, especially government investment
expenditure in Indonesia, depends on changes in the economic business cycle and
whether its impact is significant on economic growth. This paper analyzed the
relationship between government investment expenditure and output gap using an
ordinary least squares (OLS) regression covering three periods of study (1980?
1996, 2001?2014, and 1980?2014). In general, the result showed government
investment expenditure tended to be acyclical. This study also evaluated the
impact of the changes in government investment expenditure on gross domestic
product (GDP) using a vector autoregression (VAR) approach. The results
revealed government investment expenditure did not have a significant impact on
economic growth.

ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk menganalisis apakah arah kebijakan fiskal, khususnya
pengeluaran pemerintah, dipengaruhi perubahan siklus ekonomi dan berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi atau tidak. Studi ini membahas
hubungan antara pengeluaran investasi pemerintah dan output gap menggunakan
model regresi ordinary least squares (OLS) yang meliputi tiga periode observasi
(1980?1996, 2001, dan 1980?2014). Secara umum, hasil analisis menunjukkan
bahwa pengeluaran investasi pemerintah cenderung mengarah acyclical (netral).
Selain itu, paper ini juga menganalisis dampak perubahan pengeluaran investasi
pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menggunakan model vector
autoregression (VAR). Hasilnya menunjukkan bahwa pengeluaran investasi
pemerintah tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi;Tesis ini bertujuan untuk menganalisis apakah arah kebijakan fiskal, khususnya
pengeluaran pemerintah, dipengaruhi perubahan siklus ekonomi dan berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi atau tidak. Studi ini membahas
hubungan antara pengeluaran investasi pemerintah dan output gap menggunakan
model regresi ordinary least squares (OLS) yang meliputi tiga periode observasi
(1980?1996, 2001, dan 1980?2014). Secara umum, hasil analisis menunjukkan
bahwa pengeluaran investasi pemerintah cenderung mengarah acyclical (netral).
Selain itu, paper ini juga menganalisis dampak perubahan pengeluaran investasi
pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menggunakan model vector
autoregression (VAR). Hasilnya menunjukkan bahwa pengeluaran investasi
pemerintah tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi;Tesis ini bertujuan untuk menganalisis apakah arah kebijakan fiskal, khususnya
pengeluaran pemerintah, dipengaruhi perubahan siklus ekonomi dan berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi atau tidak. Studi ini membahas
hubungan antara pengeluaran investasi pemerintah dan output gap menggunakan
model regresi ordinary least squares (OLS) yang meliputi tiga periode observasi
(1980?1996, 2001, dan 1980?2014). Secara umum, hasil analisis menunjukkan
bahwa pengeluaran investasi pemerintah cenderung mengarah acyclical (netral).
Selain itu, paper ini juga menganalisis dampak perubahan pengeluaran investasi
pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menggunakan model vector
autoregression (VAR). Hasilnya menunjukkan bahwa pengeluaran investasi
pemerintah tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi;Tesis ini bertujuan untuk menganalisis apakah arah kebijakan fiskal, khususnya
pengeluaran pemerintah, dipengaruhi perubahan siklus ekonomi dan berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi atau tidak. Studi ini membahas
hubungan antara pengeluaran investasi pemerintah dan output gap menggunakan
model regresi ordinary least squares (OLS) yang meliputi tiga periode observasi
(1980?1996, 2001, dan 1980?2014). Secara umum, hasil analisis menunjukkan
bahwa pengeluaran investasi pemerintah cenderung mengarah acyclical (netral).
Selain itu, paper ini juga menganalisis dampak perubahan pengeluaran investasi
pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menggunakan model vector
autoregression (VAR). Hasilnya menunjukkan bahwa pengeluaran investasi
pemerintah tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, Tesis ini bertujuan untuk menganalisis apakah arah kebijakan fiskal, khususnya
pengeluaran pemerintah, dipengaruhi perubahan siklus ekonomi dan berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi atau tidak. Studi ini membahas
hubungan antara pengeluaran investasi pemerintah dan output gap menggunakan
model regresi ordinary least squares (OLS) yang meliputi tiga periode observasi
(1980–1996, 2001, dan 1980–2014). Secara umum, hasil analisis menunjukkan
bahwa pengeluaran investasi pemerintah cenderung mengarah acyclical (netral).
Selain itu, paper ini juga menganalisis dampak perubahan pengeluaran investasi
pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menggunakan model vector
autoregression (VAR). Hasilnya menunjukkan bahwa pengeluaran investasi
pemerintah tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi]"
2015
T42732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri
"Penelitian ini mengidentifikasi dampak desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Sumatera, Indonesia. Digunakan tiga model regresi untuk menganalisa data panel lima indikator utama desentralisasi fiskal periode 2007-2013 yaitu: OLS, Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Dtatistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Temuan empiris penelitian ini menunjukkan bahwa tiga indikator berupa pendapatan daerah, pengeluaran daerah dan jumlah penduduk memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sementara tingkat pendidikan dan tingkat serapan tenaga kerja berkorelasi positif terhdap pertumbuhan ekonomi di Sumatera, Indonesia.

This paper analyzes the impact of fiscal decentralization on regional economic growth in Sumatera, Indonesia. Within the framework of an OLS, Fixed Effect Model and Random Effect Model was employed in this thesis on a set of dynamic panel data models with latent variables over a period 2007- 2013. Two indicators of fiscal decentralization, local revenue, and local expenditure were used to measure impact of fiscal decentralization in Sumatera. Data for this study comes from secondary sources; BPS and DJAPK ministry of Finance Republic of Indonesia. The empirical finding of this study suggests that two fiscal decentralization indicators and number of population have a negative significant impact on regional economic growth. However, number of education and employment rate are positively correlated with economic growth. Finally, there is a little consensus on the relationship between fiscal decentralization and economic growth in Sumatera, Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T46158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiasih
"Tesis ini menjelaskan bagaimana variabel fiskal (pajak/tax) dan moneter (tingkat bunga rill/real interest rate) mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam suatu sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate). Disamping itu, tesis ini mengulas bagaimana perubahan variabel-variabel seperti : real exchange rate yang ditunjukan oleh rasio antara indeks harga luar negeri dikali dengan nilai tukar, dengan indeks harga domestik (QF*E/CPI), serta besarnya tingkat bunga rill (RI), besarnya impor dunia (MWR), defisit anggaran pemerintah (G-T), obligasi pemerintah (L) clan output perekonomian domestik setahun lalu (Y(-1)), akan mempengaruhi perubahan pada output (Y) tahun berjalan. Data yang digunakan adalah data tahunan periode 1969-1997. Perangkat ilmiah yang digunakan adalah ekonometrika, menggunakan sistem persamaan simultan clan merupakan penerapan dari teori IS-LM dalam perekonomian kecil dan terbuka dengan sistem nilai biker tetap. Secara spesifik, model ini merupakan model Mundell-Fleming. Semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini menggunalkan harga konstan 1993 (serous dalam nilai riil). Untuk simulasi output periode 1998-2003, diasumsikan bahwa pemerintah menerapkan paket kebijakan makro (fiskal dan moneter) pads tahun 1998. Ada 9 skenario yang diaplikasikan yaitu : skenario pertains, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal dan moneter, keduanya bersifat longgar; skenario kedua, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal bersifat longgar dan kebijakan moneter bersifat netral; skenario ketiga, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal bersifat longgar namun kebijakan moneter bersifat ketat; skenario keempat, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal bersifat netral dan kebijakan moneter bersifat longgar, skenario kelima, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal manpun moneter bersifat netral; skenario keenam, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal netral dan moneter bersifat ketat; skenario ketujuh, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ketat namun kebijakan-moneter bersifat longgar, skenario kedelapan, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ketat dan kebijakan moneter bersifat netral; sedangkan skenario kesembilan, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal maupun moneter yang bersifat ketat Dari basil simulasi dapat disimpulkan bahwa secara umum kebijakan fiskal lebih efektif di dalam mendorong kegiatan ekonomi. Selanjutnya, dengan asumsi tingkat pertnmbuhan harga konstan, kebijakan fiskal dan moneter yang longgar akan memberikan tingkat pertumbuhan ekonomi yang maksimal."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T20591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Mulyadi
"Penelitian ini ditujukan untuk melihat pengaruh pemerintah daerah melalui penerimaan, pengeluaran rutin, dan pengeluaran pembangunan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Metodologi yang digunakan adalah panel data untuk 26 propinsi di Indonesia pada periode 1991-1999. Variabel yang dipakai adalah investasi swasta, tenaga kerja, pengeluaran pembangunan, pengeluaran rutin, dan penerimaan daerah. Regresi dilakukan dengan menggunakan model dari Sung Kim Tai yang pernah dipakai untuk menganalisa sektor pemerintah daerah di Korea.
Berdasarkan hasil estimasi, didapatkan bahwa pengeluaran pembangunan, pengeluaran rutin, dan penerimaan daerah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di 26 propinsi di Indonesia. Pengeluaran pembangunan dan rutin sesuai dengan hipotesa bahwa keduanya mempunyai pengaruh yang positif sedangkan penerimaan daerah tidak sesuai dengan hipotesa yang menyatakan mempunyai pengaruh posilif terhadap pertumbuhan ekonomi regional.
Elastisitas variabel pengeluaran rutin, pengeluaran pembangunan, dan penerimaan pemerintah daerah berada di atas satu persen, elastisitas terbesar adalah pengeluaran rutin kemudian diikuti oleh pengeluaran pembangunan dan penerimaan daerah. Besarnya elastisitas tersebut menunjukan besarnya pengaruh kebijakan pemerintah daerah khususnya kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sibarani, Mauritz H.M.
"Salah satu alternatif pengembangan suatu wilayah adalah investasi pada bidang social-overhead seperti pembangunan jalan, fasilitas kesehatan, pendidikan dan prasarana infrastruktur lainnya. Karna itulah, perlu diketahui apakah pembangunan infrastruktur memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pertumbuhan pendapatan. Selain itu perlu diketahui kontribusi setiap infrastruktur guna mengetahui infrastruktur mana yang memberikan pengaruh terbesar terhadap pertumbuhan pendapatan. Sehingga dapat diketahui apakah kebijakan pemerintah dalam pengembangan infrastruktur sudah tepat sasaran.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah uji regresi panel data untuk 26 propinsi di Indonesia selama perioda 1983 - 1997. Variabel terikat yang digunakan adalah pendapatan per kapita, variabel - variabel bebasnya adalah panjang jalan, produksi listrik, jumlah telpon, investasi dan tingkat pendidikan. Regresi dilakukan dengan menggunaka.n fungsi produksi Cobb Douglas.
Hasil regresi menunjukkan bahwa infrastruktur memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita. Nilai kontribusi yang dihasilkan berbeda untuk setiap jenis infrastruktur dan wilayah. Untuk wilayah yang lebih kecil, nilai kontribusinya lebih besar. Elastisitas setiap variabeI di bawah satu dan secara keseluruhan semua input memberikan decreasing return to scale.
Untuk Indonesia, kontribusi pendidikan lebih besar dibandingkan kontribusi seluruh infrastruktur sedangkan untuk wilayah yang lebih kecil (IBBIIBT dan per pulau) kontribusi infrastruktur secara bersama - sama lebih besar dari pendidikan dan investasi. Untuk IBT dan wilayah yang masuk dalam IBT, seluruh infrastruktur menunjukkan kontribusi yang signifikan dan positif sedangkan untuk EBB dan wilayah yang masuk kedalamnya ada beberapa infrastruktur yang tidak memberikan kontribusi yang positif dan signifikan. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T20110
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Dartanto
"From January 1, 2001, when new autonomy laws were implemented, lndonesia began to move toward decentralization of what had been a highly decentralized. This policy adopts two complimentary laws. Law No.22/1999, which basically the devolution policy, has been accompanied by La No.25/1999, which basically reflect that decentralization policy in Indonesia has adopted the concept of ?money follows function?.
Law No.25/1999 describe the fiscal decentralization process that will create a new intergovernmental transfer scheme between the central government and local government. Some of items in the law were really new ones such as the natural resources revenue sharing, income tax sharing, general allocation fund (OAF) and specifics allocation fund (SAF). The policies oftax and natural resource revenue sharing can result in fiscal imbalance among regions. Tax and natural resources revenue sharing will benefit only to urbanized and natural resources rich regions Because of it, Central Government created General Allocation Funds. This fund has block grant characteristic and will be given to regions by fiscal gap conception. The purpose is to equalize fiscal capacity among regions that in turn also can reduce disparity among them.
The Simultaneous Macro Econometric Model is made for analyzing the fiscal decentralization impact to economic growth and region disparity. The policy simulation in this model used transfer fund from central government such as Tax Revenue Sharing, Natural Resource Revenue Sharing and General Allocation Fund. The simulation is carried out to see the optimality of various possible existing policies. The optimality is measured by evaluating the high rate of economic growth and low disparity."
2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>