Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160160 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budiasih
"Tesis ini menjelaskan bagaimana variabel fiskal (pajak/tax) dan moneter (tingkat bunga rill/real interest rate) mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam suatu sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate). Disamping itu, tesis ini mengulas bagaimana perubahan variabel-variabel seperti : real exchange rate yang ditunjukan oleh rasio antara indeks harga luar negeri dikali dengan nilai tukar, dengan indeks harga domestik (QF*E/CPI), serta besarnya tingkat bunga rill (RI), besarnya impor dunia (MWR), defisit anggaran pemerintah (G-T), obligasi pemerintah (L) clan output perekonomian domestik setahun lalu (Y(-1)), akan mempengaruhi perubahan pada output (Y) tahun berjalan. Data yang digunakan adalah data tahunan periode 1969-1997. Perangkat ilmiah yang digunakan adalah ekonometrika, menggunakan sistem persamaan simultan clan merupakan penerapan dari teori IS-LM dalam perekonomian kecil dan terbuka dengan sistem nilai biker tetap. Secara spesifik, model ini merupakan model Mundell-Fleming. Semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini menggunalkan harga konstan 1993 (serous dalam nilai riil). Untuk simulasi output periode 1998-2003, diasumsikan bahwa pemerintah menerapkan paket kebijakan makro (fiskal dan moneter) pads tahun 1998. Ada 9 skenario yang diaplikasikan yaitu : skenario pertains, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal dan moneter, keduanya bersifat longgar; skenario kedua, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal bersifat longgar dan kebijakan moneter bersifat netral; skenario ketiga, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal bersifat longgar namun kebijakan moneter bersifat ketat; skenario keempat, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal bersifat netral dan kebijakan moneter bersifat longgar, skenario kelima, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal manpun moneter bersifat netral; skenario keenam, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal netral dan moneter bersifat ketat; skenario ketujuh, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ketat namun kebijakan-moneter bersifat longgar, skenario kedelapan, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ketat dan kebijakan moneter bersifat netral; sedangkan skenario kesembilan, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal maupun moneter yang bersifat ketat Dari basil simulasi dapat disimpulkan bahwa secara umum kebijakan fiskal lebih efektif di dalam mendorong kegiatan ekonomi. Selanjutnya, dengan asumsi tingkat pertnmbuhan harga konstan, kebijakan fiskal dan moneter yang longgar akan memberikan tingkat pertumbuhan ekonomi yang maksimal."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T20591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidik Budiono
"Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran performance yang sangat penting suatu bangsa. Penelitian ini membuktikan peranan investasi modal manusia, modal fisik, dan beberapa variabel demograli dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data yang digunakan adalah data pada tingkat propinsi dan hasil estimasinya (koefisienkoefisien) merupakan hasil estimasi nasional.
Model pertumbuhan yang digunakan adalah Model Kubo-Lee dan Model Denison. Kedua model menitikberatkan peranan modal manusia dan modal fisik. Hasil-hasil penelitian dengan Model Kubo-Lee adalah sebagai berikut : Panama, rate of return tiap tahun untuk tenaga kerja tingkat sekolah dasar cukup tinggi. Secara empiris, kemungkinan pada pendidikan tingkat dasar bagi tenaga kerja ada loncatan drastis rate of return antara lama sekali tidak dapat membaca dan menulis (no schooling) dengan keadaan tenaga kerja dapat membaca dan menulis sehingga tenaga kerja pada level tersebut lebih mudah menyerap informasi dan menerapkan teknologi yang lebilt baik. Kedua, rate of return untuk sekolah menengah lebih rendah daripada tingkat sekolah dasar. Ketiga rate of return pendidikan. tinggi lebih tinggi daripada rate of return pendidikan menengah. Keempat, pendapatan perkapita awal periode mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kelima, pertumbuhan penduduk memang merupakan beban bagi pertumbuhan ekonomi. Keenam, penulis memasukkau variabel prosentase penduduk urban telah membuktikan bahwa ada dugaan keterkaitan antara 3 unsur pertumbuhan ekonomi yaitu ekspansi pendidikan, kecenderungan yang besar tenaga kerja bertempat tinggal di daerah urban dan akumulasi Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB). Taman selanjutnya bahwa ekspansi pendidikan di Indonesia tidak mengikuti hukum ekonomi "The Law of Diminishing Returns", hal ini mendukung hasil-hasil temuan beberapa penelitilekonom sebelumnya. Terakhir Hasil estimasi dengan Model Denison membuktikan bahwa tenaga kerja efektif dan akumulasi modal fisik mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Jadi, Model Kubo-Lee dan Model Denison dapat diterapkam
Implikasi kebijakan dari hasil penelitian ini adalah prioritas kebijakan investasi
somber daya manusia pada pendidikan dasar, menengah dan tinggi dilakukan di daerahdaerah dan sekaligus membuka lapangan kerja barn. Dengan demikian masalah kepadatan, polusi, kebutuhan-kebutuhan pokok di daerah urban dapat di-eliminasi. Juga pemerintah perlu membangun fasilitas infrastruktur daerah rural untuk menunjang kegiatan-kegiatan ekonomi dan lapangan kerja bare. Pada akhimya kebijakan kebijakan tersebut tidak hanya mempercepat pertumbuhan ekonomi tetapi juga mengatasi ketimpangan-ketimpangan. "
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T20639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahira Damayanti Harahap
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan model pertumbuhan ekonomi dan diestimasi dengan menggunakan ordinary least square. Hasil penelitian menunjukkan variabel ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah pendapatan per kapita dan rasio investasi. Sedangkan semua variabel sosial mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Semua variabel agama, khususnya Islam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan dan mempunyai korelasi yang positif dengan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut menunjukkan pemeluk agama Islam bukan merupakan fak tor penghambat pertumbuhan ekonomi.

This study examines the effects of economics, social and religious variables on economic growth in Indonesia. In order to investigate the effects of variables, a standard model of economic growth is used The regression equation is estimated using ordinary least square. The results show that variables of per capita income and investment share are statiscally significant. All social variables are significant correlated with economic growth. Religious variables, Islam in particular, are significant and positively assosiated with economic growth. This results suggest that Islam it is not inimical to growth."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2007
T20790
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Zulfachri
"Pada masa awal Orde Baru tahun 1969-1973, perencanaan ekonomi Indonesia masih sangat percaya bahwa trickle down effect akan terjadi. Oleh karena itu strategi pembangunan yang diterapkan oleh pemerintah pada awal periode Orde Baru hingga akhir tahun 70-an terpusatkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun setelah sepuluh tahun sejak Pelita I fakta memperlihatkan bahwa efek yang diinginkan tidak tercapai, malah menimbulkan ketimpangan ekonomi di mana pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak diikuti oleh pertumbuhan kesempatan kerja yang tinggi pula dari tingkat kemiskinan tidak berkurang secara signifikan. Mulai Pelita III tahun 1979/80-1983/84 strategi pembangunan mulai diubah, tidak hanya pertumbuhan ekonomi akan tetapi berorientasi kesejahteraan rakyat. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 1976-2004 terus mengalami penurunan yang signifikan dari sebesar 54,2 juta jiwa menjadi sebesar 36,15 juta jiwa. Dan jika dilihat antara jumlah penduduk miskin di pedesaan dan di perkotaan temyata, jumlah penduduk miskin di pedesaan lebih banyak dari pada jumlah penduduk miskin di perkotaan. Hal ini dikarenakan lebih dari 60 persen jumlah penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan yang sebagian besar bekerja disektor pertanian. Dengan menggunakan metoda analisis regresi berganda ingin diketahui bagaimana kondisi ketidakmerataan pendapatan antara penduduk di pedesaan dan perkotaan, dan pengaruh perubahan pangsa pendapatan tertimbang di pedesaan dan di perkotaan serta bagaimana peranan PDB sektoral terhadap laju pertumbuhan kemiskinan.
Hasil penelitian memberikan masukkan bahwa; Peningkatan pendapatan per kapita mendorong perlambatan laju pertumbuhan kemiskinan, sebaliknya ketidakmerataan pendapatan akan meningkatkan laju pertumbuhan penduduk miskin. Ketimpangan pendapatan mempercepat laju pertumbuhan kezniskinan, ini dapat dilihat dari pangsa pendapatan perkotaan yang berpengaruh positif terhadap peningkatan jumlah penduduk miskin. Sektor primer, yang merupakan sektor yang paling besar distribusi pendapatannya, berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin secara nasional. Sektor sekunder dan sektor tersier memberikan pengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin. Temuan ini mengindikasikan masyarakat miskin di Indonesia sebagian besar bukan bekerja di sektor ini, akan tetapi bekerja di sektor primer dan di pedesaan, sedangkan sektor skunder dan tersier sangat berkembang pesat di perkotaan. Dengan pelaksanaan sistem desentralisasi memberikan dampak akan penurunan jumlah penduduk miskin.
Dengan demikian perlunya pemberdayaan masyarakat pedesaan dengan diciptakannya lapangan pekerjaan yang padat karya dengan upah diatas standar minimum akan mengurangi pengangguran sehingga jumlah penduduk miskin pun berkurang. Ini didukung dengan infrastruktur yang baik pula seperti tersedianya fasiltas pendidikan, kesehatan, dan transportasi yang baik. Dengan perhatian yang sangat serius di sektor pertanian, seperti pengembangan sistem dan teknik pertanian, mendirikan industri agrobisnis, dan pengembangan Iembaga keuangan yang mendorong percepatan perkonomian di pedesaan. Yang perlu mendapat perhatian adalah pertumbuhan ekonomi tanpa disertai kemerataan pendapatan belum tentu dapat mengurangi jumlah penduduk miskin, untuk itu peningkatan pertumbuhan ekonomi seharusnya disertai dengan pengurangan ketidakmerataan, sehingga hasil pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17932
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervin Septian Firdaus
"[ABSTRACT
This paper investigated whether fiscal policy, especially government investment
expenditure in Indonesia, depends on changes in the economic business cycle and
whether its impact is significant on economic growth. This paper analyzed the
relationship between government investment expenditure and output gap using an
ordinary least squares (OLS) regression covering three periods of study (1980?
1996, 2001?2014, and 1980?2014). In general, the result showed government
investment expenditure tended to be acyclical. This study also evaluated the
impact of the changes in government investment expenditure on gross domestic
product (GDP) using a vector autoregression (VAR) approach. The results
revealed government investment expenditure did not have a significant impact on
economic growth.

ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk menganalisis apakah arah kebijakan fiskal, khususnya
pengeluaran pemerintah, dipengaruhi perubahan siklus ekonomi dan berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi atau tidak. Studi ini membahas
hubungan antara pengeluaran investasi pemerintah dan output gap menggunakan
model regresi ordinary least squares (OLS) yang meliputi tiga periode observasi
(1980?1996, 2001, dan 1980?2014). Secara umum, hasil analisis menunjukkan
bahwa pengeluaran investasi pemerintah cenderung mengarah acyclical (netral).
Selain itu, paper ini juga menganalisis dampak perubahan pengeluaran investasi
pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menggunakan model vector
autoregression (VAR). Hasilnya menunjukkan bahwa pengeluaran investasi
pemerintah tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi;Tesis ini bertujuan untuk menganalisis apakah arah kebijakan fiskal, khususnya
pengeluaran pemerintah, dipengaruhi perubahan siklus ekonomi dan berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi atau tidak. Studi ini membahas
hubungan antara pengeluaran investasi pemerintah dan output gap menggunakan
model regresi ordinary least squares (OLS) yang meliputi tiga periode observasi
(1980?1996, 2001, dan 1980?2014). Secara umum, hasil analisis menunjukkan
bahwa pengeluaran investasi pemerintah cenderung mengarah acyclical (netral).
Selain itu, paper ini juga menganalisis dampak perubahan pengeluaran investasi
pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menggunakan model vector
autoregression (VAR). Hasilnya menunjukkan bahwa pengeluaran investasi
pemerintah tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi;Tesis ini bertujuan untuk menganalisis apakah arah kebijakan fiskal, khususnya
pengeluaran pemerintah, dipengaruhi perubahan siklus ekonomi dan berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi atau tidak. Studi ini membahas
hubungan antara pengeluaran investasi pemerintah dan output gap menggunakan
model regresi ordinary least squares (OLS) yang meliputi tiga periode observasi
(1980?1996, 2001, dan 1980?2014). Secara umum, hasil analisis menunjukkan
bahwa pengeluaran investasi pemerintah cenderung mengarah acyclical (netral).
Selain itu, paper ini juga menganalisis dampak perubahan pengeluaran investasi
pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menggunakan model vector
autoregression (VAR). Hasilnya menunjukkan bahwa pengeluaran investasi
pemerintah tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi;Tesis ini bertujuan untuk menganalisis apakah arah kebijakan fiskal, khususnya
pengeluaran pemerintah, dipengaruhi perubahan siklus ekonomi dan berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi atau tidak. Studi ini membahas
hubungan antara pengeluaran investasi pemerintah dan output gap menggunakan
model regresi ordinary least squares (OLS) yang meliputi tiga periode observasi
(1980?1996, 2001, dan 1980?2014). Secara umum, hasil analisis menunjukkan
bahwa pengeluaran investasi pemerintah cenderung mengarah acyclical (netral).
Selain itu, paper ini juga menganalisis dampak perubahan pengeluaran investasi
pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menggunakan model vector
autoregression (VAR). Hasilnya menunjukkan bahwa pengeluaran investasi
pemerintah tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, Tesis ini bertujuan untuk menganalisis apakah arah kebijakan fiskal, khususnya
pengeluaran pemerintah, dipengaruhi perubahan siklus ekonomi dan berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi atau tidak. Studi ini membahas
hubungan antara pengeluaran investasi pemerintah dan output gap menggunakan
model regresi ordinary least squares (OLS) yang meliputi tiga periode observasi
(1980–1996, 2001, dan 1980–2014). Secara umum, hasil analisis menunjukkan
bahwa pengeluaran investasi pemerintah cenderung mengarah acyclical (netral).
Selain itu, paper ini juga menganalisis dampak perubahan pengeluaran investasi
pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menggunakan model vector
autoregression (VAR). Hasilnya menunjukkan bahwa pengeluaran investasi
pemerintah tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi]"
2015
T42732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Arsyad
"Pelaksanaan otonomi daerah yang berdasarkan pada UU nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, membawa implikasi pada pelimpahan kewenangan antara pusat dan daerah dalam pelbagai bidang. Dengan adanya oronomi daerah maka terjadi desentralisasi yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah, perencanaan ekonomi (termasuk menyusul program-program pembangunan daerah) dan perencanaan lainnya yang dilimpahkan dari pusat ke daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang luas dalam mengatur sumberdaya yang ada untuk meningkatkan kemajuan dan kemakmuran masyarakatnya.
Esensi dari UU No. 2211999 adalah pembagian kewenangan dan fungsi (power sharing) antara pemerintah pusat dan daerah. Sementara UU No. 25/1999 mengatur pembagian sumber-sumber daya keuangan (financial sharing) antara pusat-daerah sebagai konsekuensi dari adanya pembagian kewenangan tersebut. UU No. 25 Tahun 1999 yang berisi tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah didesain dengan menggunakan prinsip money follows fine/ion atau "uang mengikuti kewenangan". Artinya, jika kewenangan dilimpahkan ke daerah, maka uang untuk mengelola kewenangan itu pun harus dilimpahkan ke daerah.
Diterapkannya UU No. 25/1999 memiliki dampak atau implikasi yang cukup besar terhadap perekonomian daerah pada umumnya. Banyak hal-hal baru yang diatur dalam UU No.25/1999 yaitu mengenai Dana Perimbangan sebagai penerimaan daerah yang merupakan transfer dari pusat kedaerah. Dana Perimbangan ini meliputi : Partama, Dana Bagi Hasil Pajak (Tax Revenue Sharing) yang meliputi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan bagi hasil pajak penghasilan (PPh). Kedua, Dana Bagi Hasil Sumberdaya Alam (Natural Resources Revenue Sharing). Ketiga, Dana Alokasi Umum (DAU). Keempat, Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum merapakan bentuk lain dari SDO (Subsidi Daerah Otonom) dan Dana INPRES pada jaman sebelum otonomi daerah. Melalui kebijakan bagi hasil Sumberdaya alam diharapkan daerah dan masyarakat setempat dapat lebih merasakan hasil dari sumberdaya alam yang dimiliki, Karena selama ini basil sumberdaya alam lebih banyak dinikmati oleh pemerintah pusat dibandingkan masyarakat setempat.
Dengan adanya desentralisasi fiskal, kemampuan daerah dalam pengelolaan dana secara mandiri menjadi tuntutan yang nyata, sehingga seluruh potensi dapat dioptimalisasikan melalui mekanisme perencanaan secara tepat. Hal ini menjadi tantangan bagi seluruh wilayah otonom di Indonesia. termasuk propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Setiap upaya pembangunan daerah di propinsi NTB, dimana pemerintah daerah propinsi NTB dan masyarakatnya hams secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah propinsi NTB beserta partisipasi masyarakatnya dengan mengunakan sumberdaya-sumberdaya unruk menggali sumber-sumber asli daerah dalam rangka peningkatan penerimaan total pemerintah, sehingga propinsi NTB mampu mengoptimalisasikan potensi dari sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan didalam merancang dan membanglin perekonomian di daerahnya.
Berdasarkan pada data keuangan daerah propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dimana ketergantungan propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sangat besar dari dana transfer untuk menutupi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), sehingga perlu penerapan kebijakan-kebijakan didalam menggali sumber-sumber asli daerah dalam rangka peningkatan penerimaan total pemerintah daerah, karena memang behun optimainya propinsi NTB didalam menggali sumberdaya alam seperti, tambang emas, budi daya ikan, budi daya mutiara, sumberdaya hutan dan sumber-sumber daya lainnya yang semestinya masih dapat ditingkatkan lagi, sehingga diharapkan dengan berlakunya desentralisasi fiskal melalui optimalisasi sumberdaya-sumberdaya yang ada dengan perencanaan yang tepat akan membawa dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Propinsi NTB.
Hasil simulasi kebijakan untuk melihat dampak dari desentralisasi fiskal diketahui bahwa seluruh komponen dana perimbangan merniliki dampak positif terhadap PDRB di NTB, baik di tingkat propinsi maupun di tingkat kabupaten.
Hasil simulasi pada tingkat propinsi, dana transfer menghasilkan dampak peningkatan PDRB yang lebih besar dari komponen bagi hasil lainnya. Sementara itu hasil simulasi untuk kabupaten di NTS menunjukkan bahwa peranan bagi hasil pajak terhadap pertumbuhan PDRB di seluruh kabupaten membawa dampak positif, dimana kabupaten Sumbawa menjadi kabupaten yang memiliki kontribusi bagi hasil pajak paling besar terhadap pertumbuhan PDRB. Di sisi lain simulasi terhadap bagi hasil sumber daya a]arn membawa dampak bagi pertumbuhan PDRB paling besar di kabupaten Lombok Barat, Sedangkan dana transfer paling berrnanfaat bagi kabupaten Sumbawa.
Simulasi terhadap keseluruhan variabel endogen menunjukkan bahwa seluruh kabupaten di NTB sangat tergantung pada dana transfer dibanding variabel dana perimbangan lainnya.
Dari hasil analisis disparitas diketahui bahwa kesenjangan antar kabupaten dapat dikurangi dengan adanya bagi basil pajak, bagi basil sumberdaya alam, sedangkan dana transfer akan menyebabkan kurang dapat mengatasi kesenjangan antar kabupaten."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Widyana
"Penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan apakah ada hubungan (pengaruh) kondisi ekonomi negara-negara mitra dagang dan faktorfaktor pertumbuhan ekonomi di dalam negeri terhadap pertumbuhan ekonomi di indonesia? Dengan negara-negara mitra dagang mana saja, pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan terus meningkat? Penelitian menggunakan data panel: 20 negara mitra dagang, yaitu jumlah ekspor terbesar ke negara tujuan (Australia, Belgia, Kanada, Cina, Perancis, Jerman, Hong Kong, India, Italia, Jepang, Korea, Malaysia, Belanda, Filipina, Saudi Arabia, Singapura, Spanyol, Thailand, Inggris, dan Amerika Serikat sebagai mitra dagang utama) pada periode waktu 30 tahun (1974-2003).
Regresi data panel dengan menggabungkan (pooling) data cross-section dan time series, menggunakan variabel dummy (least square dummy variable) dan variabel lag dependen (YP(-1)); serta dikombinasikan dengan model kuadratik ( YPPxYPP, TRDIxTRDJ dan YPRxYPR) adalah serupa dengan estimasi data panel dengan fixed efects.
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan (pengaruh) kondisi ekonomi negara-negara mitra dagang dengan pertumbuhan ekonomi di indonesia. Peningkatan US$ 1 pdb per kapita riil negara mitra dagang (YPP) menyebabkan peningkatan US$ 0.039771 tingkat PDB per kapita rill indonesia (YP) (signifikan). Pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan terus meningkat dengan negara-negara mitra dagang yang mempunyai nilai rasio pdb per kapita rill terhadap PDB per kapita rill negara mitra dagang (ypr) lebih kecil dari nilai ypr optimal 3.102024 dengan prioritas dalam hubungan kerjasama perdagangan, yaitu Jepang, Amerika Serikat, Belanda, Perancis, Belgia, Hong Kong, Kanada, Inggris, Australia, Singapura, Italia, Spanyol, Saudi Arabia, Jerman, Korea, Malaysia, Thailand, Filipina, Cina, dan India. pertumbuhan ekonomi akan meningkat dengan negara-negara mitra dagang yang mempunyai tingkat PDB per kapita riil (YPP) yang besar.
Ada hubungan (pengaruh) faktor-faktor pertumbuhan di dalam negeri terhadap pertumbuhan ekonomi. peningkatan US$ 1 PDB per kapita rill inisial indonesia (LYP) menyebabkan penurunan US$ 0.029591 tingkat PDB per kapita rill Indonesia (signifikan); pertambahan 1 orang pertumbuhan penduduk Indonesia (PI) menyebabkan penurunan US$ 1832.987 tingkat PDB per kapita riil Indonesia (signifikan); peningkatan 1 persen investasi/PDB rill Indonesia (invi) menyebabkan peningkatan US$ 4.033363 tingkat PDB per kapita riil Indonesia (signifikan); peningkatan 1 poin angka inflasi Indonesia (inft) menyebabkan peningkatan US$ 804.2352 tingkat PDB per kapita riil Indonesia (signifikan); peningkatan 1 poin secondary enrollment ratio (SER) Indonesia (SCHI) menyebabkan penurunan US$ 12.65101 tingkat PDB per kapita rill Indonesia (signifikan); peningkatan US$ 1 trade/PDB rill Indonesia (TRDI) menyebabkan peningkatan US$ 689.5339 tingkat PDB per kapita riil Indonesia (signifikan); peningkatan 1 poin YPR menyebabkan peningkatan US$ 246.6701 tingkat PDB per kapita rill Indonesia (signifikan); peningkatan US$ 1 pola interaksi PDB per kapita riil negara mitra dagang dengan trade/PDB riil indonesia (YPPxTRDI) menyebabkan penurunan US$ 0.009320 tingkat PDB per kapita rill Indonesia (signifikan).
Keterbukaan (openness) tidak selalu akan memberikan manfaat yang lebih (more benefit) dengan pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan impor bahan baku yang iebih tinggi daripada laju pertumbuhan ekspor barang modal seperti mesin-mesin industri menunjukkan bahwa tingkat kapitalisasi (capital intensive) proses perekonomian di dalam negeri masih rendah.
Dari hasil penelitian ini, saran untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi adalah pemerintah kembali menggiatkan program keluarga berencana (KB) untuk mengurangi laju peningkatan jumlah penduduk; investasi diarahkan untuk menghasilkan produk-produk antara (intermediate goods) guna mengurangi laju impor barang-barang dasar sehingga share of trade meningkat, menyebabkan pdb per kapita meningkat; jaminan kepastian di dalam negeri, yaitu stabilisasi harga untuk mencegah peningkatan inflasi walaupun sebenamya diperlukan untuk rangsangan investasi; kebijakan pemerintah terhadap peningkatan SDM lulusan sekolah menengah, contoh pemberian training (tenaga kerja siap pakai) dan penyediaan lapangan pekerjaan yang sesuai untuk tenaga menengah; peningkatan kerjasama perdagangan dengan negara-negara mitra dagang yang mempunyai YPR iebih kecil dari YPR optimal 3.102024 dengan prioritas dalam hubungan kerjasama perdagangan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T 17092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djabaruddin Ahmad
"Berakhirnya pemerintahan Orde Baru, memberi kesempatan untuk memperbaiki kemandirian daerah, dengan pelaksanaan UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25/1999 tentang Nubungan Keuangan Pusat dan Daerah, yang mulai dilaksanaan sejak Januari 2001. Harapan yang digantungkan dari pelaksanaan kedua undang-undang tersebut perbaikan pelayanan publik, kepada masyarakat lokal, yang bermuara kepada peningkatan kinerja perekonomian daerah. Pada akhirnya pelaksanaan kedua undang-undang tersebut, akan meningkatkan kesejahteraan rakyat terutama yang tinggal di daerah. Dengan kata lain, ada keyakinan bahwa otonomi daerah, khususnya.desentralisasi fiskal akan meningkatkan kinerja perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Uraian di atas, membangkitkan pertanyaan, apakah desentralisasi fiskal yang lebih besar, dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas anggaran? Pertanyaan itulah yang dicoba dijawab oleh studi ini, dengan mengambil studi kasus perekonomian Sumatera periode 1993-2003. Studi lebih difokuskan pada nisbah desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi, baik pada tingkat kabupateri/kota maupun provinsi. Studi ini, juga ingin melihat secara khusus, apakah pelaksanaan UU No.22/1999 dan UU No.25/1999 telah memberikan perubahan yang baik, sekalipun masih dalam tahap awal pelaksanaan.
Hasil studi menunjukkan bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal belum memberikan dampak siginifikan atau besar terhadap pertumbuhan ekonomi. ini disebabkan belum berubahnya komitmen pemberdayaan rakyat. Struktur pengeluaran sejak dilaksanakan UL' No.22/1999 dan UU No.25/1999 masih sama seperti periode sebelumnya. Pengeluaran APBD masih didominasi pengeluaran rutin. Sedangkan pengeluaran pembangunan masih didominasi untuk pengeluaran pembangunan infrastruktur. Kedua undang-undang tersebut hanya memperbesar keleluasaan daerah mengatur pengeluaran, tetapi tidak memperbaiki komitmen pemberdayaan. Di sisi penerimaan, terjadi hal yang berkebalikan, karena struktur penerimaan APBD yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), masih sangat kecil, sama seperti sebelum pelaksanaan UU No.22/1999 dan UU No.15/1999. Hal disebabkan pemerintah pusat, masih memegang kontrol untuk sumbersumber penerimaan pajak yang besar. Riga sudah terlihat distorsi peiaksanaan desentralisasi fiskal, yang disebabkan tidak adanya panduan pelaksanaan yang mencakup aspek hukum, ekonomi dan manajemen pengelolaan anggaran. ]uqa belum tersedia perangkat hukum, yang menjamin peiaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran.
Berdasarkan hasil studi ini, direkomendasikan bahwa memang benar, UU No.22/1999 dan UU No.25/1999, sebaiknya direvisi, sejak dini, sebelum pelaksanaannya semakin terdistorsi. Selain itu pemerintah harus segera mempersiapkan petunjuk pelaksanaan yang mengandung dimensi hukum, ekonomi dan manajemen, yang seimbang dan saling melengkapi yang merupakan acuan pemerintah daerah daiam mengelola APBD."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyanto
"Pembahasan dan studi tentang pertumbuhan ekonomi yang dilakukan selama ini, banyak menggunakan kasus data silang .antar negara (cross-country analysis). Di lain pihak, landasan teori yang digunakan banyak mengacu pada model pertumbuhan neo-klasik. Dalam model tersebut perbedaan tingkat pertumbuhan antar negara sebagian besar dijelaskan menggunakan fungsi produksi agregat dengan variabel modal dan tenaga kerja. Perkembangan teori pertumbuhan terakhir yang diintrodusir sekitar tahun 1980-an [dikenal dengan sebutan Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory) atau Teori Pertumbuhan Endogen (Endogenous Growth Theory)]; telah memasukkan berbagai aspek sebagai faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Aspek penentu pertumbuhan ekonomi ini, antara lain meliputi: (i) Aspek Pengembangan Sumber Daya Manusia; (ii) Aspek Sumbangan Sumber Daya Fisik; (iii) Aspek Perdagangan Luar Negeri; (iv) Aspek Kerangka Ekonomi dan Kelembagaan; dan sebagainya. Orientasi studi empirik yang akhir-akhir ini dilakukan juga telah mengarah pada penggunaan data deret waktu (time-series analysis) yang diterapkan untuk kasus negara tertentu.
Berdasar pada permasalahan di atas, maka tujuan dari studi ini, yaitu: (i) Menguji stabilitas data/variabel makro yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia; (ii) Mengindentifikasikan berbagai variabel makro yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia; serta (iii) Mengetahui variabel-variabel makro yang dominan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam studi ini, khususnya yang berkaitan dengan alat analisis data, yaitu Metode Regresi Persamaan Tunggal (Single Equation Regression) yang diestimasi dengan Teknik Kointegrasi (Cointegration Techniques) dan Model Koreksi Kesalahan (ECM: Error Correction Model). Kedua alat analisis ini digunakan dengan pertimbangan bahwa data/variabel makro ekonomi kebanyakan mempunyai kecenderungan atau trend yang tidak stasioner (non-stationary trend), Bila model regresi konvensional dipaksakan terhadap data/variabel makro yang tidak stasioner, akan dihasilkan pola hubungan regresi yang lansung/palsu (spurious regression relationships) dan segala interpretasinya akan menyesatkan. Di samping teknik analisis regresi di atas, juga digunakan model Analisis Angka Pengganda (Multiplier Analysis) untuk memperkirakan besaran angka pengganda dari beberapa variabel makro di Indonesia.
Dengan memperhatikan rumusan tujuan seperti yang tersebut di atas, maka kesimpulan yang dapat diambil dari studi yang telah dilakukan, yaitu sebagai berikut: (i) Kebanyakan data/variabel makro ekonomi di Indonesia mempunyai sifatlpola yang tidak stabillstasioner. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya variabel makro perekonomian Indonesia yang tidak signifikan pada pengujian stasioner orde/derajat 0 (nol). Sebagai contoh, kelompok variabel PSDM [Pengembangan Sumber Daya Manusia], hanya variabel Logaritma Angkatan Kerja, Pertumbuhan Angkatan Kerja, Pertumbuhan Anggaran Pendidikan, dan Angka Partisipasi Kasar Jenjang Pendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas) yang stasioner pada orde 0 (nol). Sedang variabel Logaritma Jumlah Penduduk, Logaritma Anggaran Pendidikan, Pertumbuhan Penduduk, Proporsi Anggaran Pendidikan terhadap Produk Domestik Bruto, dan Tingkat Partisipasi Jenjang Pendidikan Tinggi atau Universitas stasioner pada orde I (satu), serta masih ada variabel PSDM yang stasioner pada orde yang lebih tinggi [orde 2 (dua)]. Secara umum dapat disimpulkan bahwa data/variabel makro ekonomi yang stasioner pada orde 0 (nol) adalah variabel-variabel makro dalam bentuk pertumbuhan, sedang yang stasioner pada orde 1 (satu) adalah variabel-variabel makro dalam bentuk proporsinya terhadap Produk Domestik Bruto. Hasil yang demikian mendukung digunakannya Teknik Kointegrasi dan Model Koreksi Kesalahan dalam mengestimasilmembentuk model pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Dari hasil analisis Regresi Kointegrasi ditemukan bahwa variabel-variabel makro ekonomi yang berpengaruh secara positip terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, yaitu: Alokasi Anggaran Sektor Pendidikan, APK [Angka Partisipasi Kasar] Jenjang Pendidikan SMA, APK Jenjang Pendidikan TinggilUniversitas, Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto, Tabungan Domestik dan Nasional Bruto, Pemasukan Modal Luar Negeri, Ekspor, dan Indeks Keterbukaan Perdagangan [Nilai Ekspor-Impor]. Sedang yang berpengaruh secara negatip, yaitu: Nilai Tukar Perdagangan, Strategi Kebijakan Perdagangan, Tingkat Inflasi, Perolehan Pajak, dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah.
Dari hasil Analisis Model Koreksi Kesalahan [ECM] ditemukan bahwa semua variabel makro ekonomi yang digunakan dalam analisis ini, dalam jangka pendek mempunyai pengaruh yang negatip terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedang dalam jangka panjang sifat-sifatnya hampir sama dengan yang dihasilkan dari analisis Regresi Kointegrasi, baik dari hasil ECM yang sebenarnya maupun dari hasil simulasinya. Dari hasil analisis Angka Pengganda ditemukan bahwa besaran angka pengganda untuk beberapa variabel makro, besarnya hampir sama dengan perubahan koefisien elastisitas regresi ECM dari jangka pendek menuju ke jangka panjang.
(iii) Dengan menggunakan parameter elastisitas jangka panjang dari hasil analisis Regresi Kointegrasi dan basil simulasi jangka panjang model ECM, maka beberapa variabel makro yang dominan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia [5(lima) besar dari yang paling dominan, adalah sebagai berikut: (a) Dari basil analisis Regresi Kointegrasi yaitu: APK Jenjang Pendidikan TinggilUniversitas, Tabungan Domestik Bruto, Ekspor, Pemasukan Modal Luar Negeri, serta Tabungan Nasional Bruto. (b) Dari hasil analisis regresi ECM basil simulasi jangka panjang yaitu: Tabungan Domestik Bruto, Tabungan Nasional Bruto, Ekspor, Keterbukaan Perdagangan Internasional, serta Pemasukan Modal Luar Negeri.
Berangkat dari kesimpulan di atas, maka beberapa implikasi kebijakan yang dapat ditempuh yaitu: (i) Berkaitan dengan Variabel Pengembangan Sumber Daya Manusia, diperlukan kebijakan pengendalian jumlah penduduk, peningkatan mutulkualitas angkatan kerja, peningkatan alokasi anggaran pendidikan, peningkatan angka partisipasi sekolah, dan sebagainya. (ii) Berkaitan dengan Variabel Sumbangan Sumber Daya Fisik, diperlukan kebijakan yang mengacu pada peningkatan efisiensi pemanfaatan modal, alokasi investasi pada sektor yang tepat (benar-benar produktif), peningkatan iklim menabung yang disertai dengan peningkatan kesehatan sektor perbankan, pengurangan ketergantungan pada dana dari luar negeri (khususnya yang berupa pinjaman), kebijakan di bidang investasi yang mendorong peningkatan Penanaman Modal Asing, dan sebagainya. (iii) Berkaitan dengan Variabel Perdagangan Luar Negeri, diperlukan kebijakan peningkatan ekspor (khususnya terhadap komoditi ekspor yang membutuhkan komponen impor yang rendah), peningkatan keterbukaan perdagangan (pengaturan tata niaga perdagangan dalam bentuk pengurangan berbagai macam proteksi), pengendalian impor (khususnya terhadap barang-barang konsumsi), peningkatan visi terhadap pengembangan industri yang berdaya saing tinggi dan sebagainya. (iv) Berkaitan dengan Variabel Kerangka Ekonomi dan Kelembagaan, diperlukan kibijakan pengendalian inflasi agar tetap berada pada batas-batas yang wajar bagi perekonomian, kebijakan pengendalian nilai tukar rupiah dan pembiayaan defisit dalam APBN, kebijakan perpajakan yang tidak berdampak pada penurunan kemampuan berproduksi dan berinvestasi bagi produsen, kebijakan pengeluaran pembangunan pemerintah yang ditujukan untuk menyediakan sarana atau infrastruktur yang mendukung kegiatan investasi swasta, dan sebagainya
Sementara itu, beberapa saran untuk pengembangan studi di masa de-pan yaitu: (i) Perlu diadakan pengkajian ulang terhadap hasil studi dengan cara menambah observasi data makro ekonomi. Jangkauan pengamatan dalam studi ini yaitu antara tahun 1967-1995, yang banyak pihak mengatakan bahwa kondisi fondamental makro ekonomi Indonesia cukup baik, sedang perekonomian Indonesia mulai memburuk sejak pertengahan Juli 1997.
(ii) Perlu disertakan variabel-variabel lain yang bersifat non-ekonomi, misalnya: tahun-tahun dilaksanakan pembunuhan suara, banyaknya huruhara pada tahun-tahun tertentu, jumlah pembunuhan penduduk dalam satu tahun, dan sebagainya. Model-model pertumbuhan yang mempertimbangkan variabel-variabel non-ekonomi di atas, telah banyak diterapkan dan dilakukan di Iuar Indonesia. (iii) Jenis data dan teknik pengukurannya masih sangat sederhana dan belum digunakan data kuartalan yang menjadikan uji stasioneritas belum begitu valid. Dengan kata lain semakin banyak rangkaian data time series, akan semakin valid tingkat uji stabilitaslstasioneritas dari data makro yang akan dianalisis, khususnya untuk kepentingan pembentukan model Regresi Kointegrasi dan perumusan Model Koreksi Kesalahan (ECM: Error Correction Model). (iv) Dalam perhitunganlanalisis angka pengganda (multiplier analysis) masih digunakan asumsi yang sangat sederhana, yaitu perekonomian 4 (empat) sektor dengan tidak mempertimbangkan keberadaan pasar uang, pasar modal, dan pasar tenaga kerja. Dengan model penurunan angka pengganda yang sangat sederhana ini, maka kesimpulan dan implementasi kebijakan yang dapat diambil juga masih sangat terbatas. (v) Terakhir, pemanfaatan program komputer selain Program Micro-TSP Versi 7.0 (misalnya: Program Shazam, RATS, dan sebagainya), kemungkinan akan dihasilkan variasi yang lebih luas lagi, khususnya untuk pengujian stasioneritas data-data dasar yang akan digunakan untuk pembentukan model-model pertumbuhan ekonomi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T4377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuwat Waluyo
"Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.
Pada tahap awal pembangunan, penggunaan komponen utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan disadari begitu menguntungkan. Sumber pembiayaan luar negeri merupakan salah satu alternatif sumber pembangunan untuk mempercepat proses pembangunan nasional, di mana secara langsung menambah tersedianya dana investasi sehingga mampu mendorong kegiatan produksi dan terciptanya kesempatan kerja. Masuknya modal dari luar negeri juga dianggap sebagai salah satu cara untuk mengatasi hambatan dalam pengelolaan kekayaan alam yang begitu melimpah namun perekonomian dalam negeri belum mampu menyediakan dana untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaari alam.
Meskipun pinjaman diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan namun di lain pihak pinjaman juga menimbulkan biaya. Pada tahun-tahun terakhir ini, biaya tersebut khususnya bagi negara-negara berkembang lebih besar daripada manfaatnya. Biaya terbesar dari semakin besarnya utang adalah cicilan utang (debt servicing). Cicilan utang terdiri dari pembayaran amortisasi (pembayaran utang pokok) dan suku bunga. Apabila utang terus meningkat atau tingkat suku bunganya meningkat maka pembayaran cicilan utang juga akan meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa utang luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan dan perneliharaan infrastruktur fisik akan menunjang kegiatan investasi dan perdagangan, yang pada gilirannya akan meningkatkan PDB. Oleh karenanya, utang luar negeri Indonesia memiliki kontribusi yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian, di mana sumber pembiayaan luar negeri merupakan salah satu alternatif sumber pembangunan untuk mempercepat proses pembangunan nasional yang secara langsung dapat menambah tersedianya dana investasi sehingga mampu mendorong kegiatan produksi. Di sisi lain, besarnya akumulasi jumlah utang telah memberikan tekanan terhadap keuangan negara karena tingginya jumlah kewajiban pembayaran bunga dan cicilan pokok utang yang harus dibayar.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa indikator adanya pertumbuhan ekonomi di Indonesia juga dapat dilihat dari tingkat suku bunga, inflasi, laju pertumbuhan investasi dan term of trade.
Variabel suku bunga dan inflasi akan berpengaruh negatif terhadap tingkat pertumbuhan PDB. Kenaikan tingkat suku bunga membuat biaya investasi menjadi bertambah mahal sehingga akan mengurangi investasi. Faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi perkembangan inflasi di Indonesia antara lain adalah ekspektasi inflasi masyarakat yang cenderung meningkat. Peningkatan ekspektasi inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik yang dilakukan oleh pemerintah.
Variabel investasi mempunyai elastisitas yang paling besar, hal ini menunjukan bahwa setiap kenaikan nilai investasi yang dilakukan di Indonesia akan berpengaruh besar pada tingkat pertumbuhan ekonomi. Sementara itu variabel term of trade pada periode 1999-2004 berpengaruh negatif terhadap tingkat pertumbuhan PDB. Kondisi ini terjadi karena penerimaan ekspor yang melambat. Nilai ekspor tahun 2004 hanya tumbuh sebesar 8,25% dibanding tahun 2003 sementara di satu sisi peningkatan nilai impor justru menunjukan adanya peningkatan sebesar 13,73%."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>