Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68101 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lidwina Dian Pratiwi
"Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Artinya sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lain, maka yang berwenang membuatnya adalah notaris sebagai pejabat umum. Pembuatan akta otentik diharuskan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa bagi para pihak akta otentik memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Koperasi merupakan badan usaha dan gerakan ekonomi rakyat yang bertujuan memajukan kesejahteraan anggota-anggotanya dan seluruh masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Agar koperasi dapat melaksanakan fungsi dan peranannya secara efektif, serta menciptakan kepastian hukum bagi kegiatan usaha yang dilakukannya, koperasi memerlukan landasan hukum yang kuat, yaitu dengan membuat akta-akta koperasi dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh dan/atau dihadapan notaris sebagai pejabat umum.
Tesis ini membahas mengenai kewenangan notaris sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta-akta koperasi serta mengapa diperlukan pembekalan dan pengangkatan notaris untuk membuat akta-akta koperasi. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Notaris sebagai pejabat umum diberi kewenangan untuk membuat akta otentik, termasuk didalamnya akta-akta koperasi, dimana undang-undang tidak mengecualikannya. Pembekalan mengenai koperasi diperlukan karena masih banyak notaris yang kurang memahami mengenai koperasi yang memiliki karakteristik berbeda bila dibandingkan dengan badan hukum lain. Namun pembekalan ini tidak boleh membatasi ataupun menghilangkan kewenangan notaris selaku pejabat umum satu-satunya yang berwenang membuat akta otentik. Pemerintah perlu melakukan perubahan terhadap undang-undang koperasi sehingga memuat ketentuan yang mengatur mengenai kewenangan notaris selaku pejabat umum dalam membuat akta-akta koperasi.

Law Number 30/2004 on Public Notary said that notary is a public officer with authorities to make authentic deeds. It means that if certain authentic deeds are not specially empowered to the other public officers, the authority will be on the notary as a public officer. An authentic deed is required for the parties and others to avoid uncertainty, regularity and law protection. Indonesian Civil Code said, an authentic deed giving a full evidence of its contents for the parties. Cooperation is a corporate body and a public economic movement that will increase its member?s prosperity and public in general, and to develop national economic system to reach a prosperous society in justice according to Pancasila and 1945 Constitution. To do its function effectively, and its activities protected by the law, the cooperation needs an authentic deeds which is made by or before the notary as a public officer.
This thesis reviews the authority of a notary as a public officer in order to make cooperation deeds. And why a notary should be enhanced and elected to be able to appoint to make cooperation deeds. This thesis used literatures examination which describes normatively yuridis. Notary as a public officer having the authority to make authentic deeds, including cooperation deeds, that is not expected by law. Enhancement about cooperation still needs because most notaries did not have enough knowledge about cooperation that has so many different characteristic, compare with the other corporate bodies. But this enhancement should not border or losing notary authority as the only one public officer that has an authority to make authentic deeds. The government needs to change the cooperation law so it denotes rules about notary authority as a public officer in making cooperation deeds.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gaspersz, Patrick Louis H.
"Tesis ini membahas pelanggaran Jabatan yang dilakukan oleh Notaris dalam pembuatan akta otentik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis Normatif. Hasil dari Penelitian ini adalah Notaris selaku pejabat umum yang diberikan kewenangan dan kepercayaan dari Negara dalam pembuatan akta otentik, Notaris hendaknya memegang amanah tersebut sehingga segala tindakan yang dilakukan tidak merugikan orang atau pihak yang berkepentingan, terkait adanya pelanggaran jabatan yang dilakukan oleh Notaris, sehingga dalam menjalankan tugas dan jabatannya haruslah sesuai dengan koridor kewenangan dan kewajibannya seperti apa yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Sebagai seorang Notaris Pelanggaran terjadi disebabkan karena Notaris tidak bertindak seksama dan cermat dalam pembuatan akta otentik. Dimana otensitas suatu Akta harus terpenuhi agar akta yang dibuat oleh Notaris tidak terdegradasi atau menjadi batal Demi Hukum, sehingga Notaris telah melanggar ketentuan Undang- Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik, hal seperti ini akan merugikan pihak yang berkepentingan dalam pembuatan Akta tersebut dan lembaga Notaris sehingga dapat menurunkan kualitas serta pelayanan seorang Notaris sehingga tidak dapat mempertahankan harkat dan martabat sebagai profesi notaris sendiri.

This thesis discusses about the abuse of Notary incumbency as public official in making of authentic Deed. This thesis uses a juridical normative analysis method. The results of this research are the Notary as a public official is given the authority and the trust of the Nation in making the authentic deed, The notary should hold the mandate so that all acts committed not to harm people or interested parties, related to offenders the Office undertaken by the notary, so that in the exercise of his duties and must comply with its obligations as a corridor authority and what has been stated in the Act of Notary and ethical code. As a notary public Violations occurred because the Notary does not act carefully and meticulously authentic certificate creation. Where otensitas a Deed must be fulfilled in order for the deed by the notary is not degraded or be annulled by law, making it Notarized had violated provisions of the Act of notary and ethical code, things like this will be detrimental to the parties concerned in making the Deed and Notarial institutions so that it can lower the quality and services of a notary public and therefore cannot defend the dignity and the dignity of the profession of notary public."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulia Azhar
"Landasan filosofis dibentuknya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum,ketertiban dan perlindungan hukum yang berdasarkan kebenaran dan keadilan. Notaris adalah pejabat umum dengan tugas utama membuat akta otentik. Dalam menjalani jabatannya Notaris wajib untuk merahasiakan, tidak hanya apa yang dicantumkan dalam akta-aktanya, akan tetapi juga semua apa yang diberitahukan atau disampaikan kepadanya dalam kedudukannya sebagai Notaris, sekalipun itu tidak dicantumkan dalam akta-aktanya. Notaris merupakan jabatan kepercayaan karena itu undang-undang memberikan hak ingkar (verschoningsrecht). Hak ingkar dari para Notaris tidak hanya merupakan hak (verschoningsrecht), akan tetapi merupakan kewajiban (verschoningsrecht). Perlindungan hukum bagi Notaris dalam menjalankan rahasia jabatan adalah membebaskan Notaris dari kewajiban memberikan kesaksian, sepanjang yang menyangkut isi aktanya, karena kesaksian Notaris ada pada akta itu sendiri. Untuk meneliti perlindungan hukum Notaris dalam menjalankan rahasia jabatan, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan, yang bersifat normatif didukung dengan penelitian lapangan melalui wawancara. Notaris diharapkan memiliki moral dan integritas yang baik dalam menjalankan jabatannya serta melaksanakan pekerjaannya sesuai amanah agar tetap menjaga dan menjunjung tinggi kehormatan profesinya dimata masyarakat.

Philosophical ground of formation of Act Number 30 Year 2004 on Office of Notary Public is the realization of security on legal certainty, legal order and protection based on the truth and justice. Notary Public is a public officer under the main duty to draw up authentical deed. In performing his function, Notary Public shall keep secret not only something inserted in his deeds, but also everything notified or put forward to him in his capacity as Notary Public although it is not inserted in his deeds. Notary Public is an office of trust that the laws give the right to refuse to give evidence. The right to refuse to give evidence of Notaries Public is not only the right, but also an obligation. The legal protection for Notary Public in maintaining the secret of office shall exempt the Notary Public from the obligation to give testimony insofar as it is relating to the content of his deed because the tertimony of Notary Public is set forth in the deed itself. In order to observe the legal protection for Notary Public in maintaining the secret of office, writer uses the method of normative library research supported by field research by means of interview. Notary Public is expected to have good morals and integrity in performing his function and performing his job in accordance with the message to safeguard and to revere the honour of his profession in the eye of the public.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25793
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edward Suharjo
"Kenyataan bahwa dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tertanggal 6 Oktober 2004, Lembaran Negara Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4432, telah menggantikan kedudukan Peraturan Jabatan Notaris yang telah berlaku selama 144 tahun di Indonesia dimulai sejak tahun 1860 dengan Staatsblad 1860 Nomor 3. Adapun pembahasan dalam penelitian ini dititikberatkan mengenai kewenangan notaris dalam membuat akta di bidang pertanahan sehubungan dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tersebut, di mana pengaturan dari pasal 15 ayat (2) huruf f Undang-undang tersebut menimbulkan pertanyaan-pertanyaan hukum di kalangan akademis maupun para notaris sendiri, yaitu pengertian notaris dan pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah, serta kewenangan notaris dalam pembuatan akta-akta berkaitan dengan masalah pertanahan.
Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan, penulis akan memaparkan dalam tesis mengenai sejarah munculnya profesi notaris, pengertian notaris, pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah, serta sejauh mana kewenangan notaris dalam membuat akta di bidang pertanahan menurut Peraturan Jabatan Notaris, peraturan di bidang pertanahan dan Undang-undang Jabatan Notaris. Sebagai penutup, penulis menyimpulkan mengenai eksistensi serta kewenangan dari notaris untuk membuat akta pertanahan serta memberikan sumbang saran untuk mencari jalan keluar dari ketentuan mengenai pembuatan akta pertanahan yang diatur Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16376
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Pramono
"Alat bukti dalam proses perkara perdata sangat penting gunanya dalam rangka memenangkan suatu perkara dimuka hakim. Dalam proses persidangan di Pengadilan dengan alat-alat bukti tersebut hakim bebas untuk menilainya. Suatu akta otentik dapat saja menjadi sebab dikalahkannya seseorang dalam perkara pengadilan karena akta tersebut dibuat tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kesalahan atau kelalaian dalam pembuatannya dapat mengakibatkan akta otentik berubah menjadi akta dibawah tangan yang tidak memiliki kekuatan eksekutorial.
Dengan metode penelitian yuridis normatif dan bersifat eksplanatoris penelitian ini memberikan analisa terhadap masalah kekuatan pembuktian akta notaris menurut hukum acara perdata. Bagaimana kekuatan pembuktian akta notaris sebagai alat bukti, apa akibat hukum dan tanggung jawab notaris terhadap akta notaris yang dianggap tidak sah atau cacat hukum. Alat bukti berupa akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian sempurna selama akta tersebut dibuat tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kepatutan dan kesusilaan. Notaris bertanggung jawab atas seluruh akta yang dibuatnya dan dapat diminta pertanggungjawabannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Patricia Habigael
"Tesis ini membahas mengenai seorang notaris yang cuti karena menjabat sebagai pejabat negara, dan membuat akta jual beli atas jabatannya selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Apakah pembuatan Akta Jual Beli oleh PPAT dalam masa cuti Notaris sah kekuatan pembuktian hukumnya dan apakah perbuatan Notaris/ PPAT tersebut termasuk pelanggaran Jabatan? Dan bagaimana penerapan sanksi terhadap perbuatan Notaris/PPAT dalam hal ini? Akta yang dibuat dalam hal ini tergolong Akta Partij, yaitu akta yang dibuat oleh Notaris/ PPAT berdasarkan keterangan para pihak yang mana para pihak menjamin apa yang dinyatakan adalah benar dan tidak ada penipuan di dalamnya. Apabila di kemudian waktu ternyata ada pihak yang merasa dirugikan atas pembuatan akta tersebut, maka Notaris/PPAT tidak dapat dimintakan tanggung jawab atas akta tersebut.

This thesis discusses about a notary who take leave because serving as a state officer, and made deed of sale and purchase as a Land Deed Official (Pejabat Pembuat Akta Tanah/ "PPAT"). Is the making of deed of sale and purchase by PPAT during leave period as a Notary have legal probative force and whether the action of the Notary/PPAT may include as a violation of occupation? And how is the application of sanctions against such acts by Notary/PPAT in this case? In such event, would the deed be considered as Deed of Partij, which is a deed made by Notary/PPAT based on the statements of the parties where the parties guarantee what is stated is true and there is no fraud in it. And if in the future there are parties who feel disadvantaged by the making of the deed, then the Notary/PPAT shall not be responsible for the deed."
Salemba: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vitanova Saputri
"Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004 (UUJN) merupakan penyempurnaan undang-undang peninggalan jaman kolonial dan unifikasi sebagian besar undang-undang yang mengatur mengenai kenotariatan yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Pasal 1 UUJN menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan Pasal 15 ayat (2) huruf (g) menyatakan bahwa Notaris berwenang pula membuat akta risalah lelang yang berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUHperdata merupakan Akta Otentik. Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Jabatan Notaris (RUUJN) Nomor 30 Tahun 2004 menyiratkan perubahan yang meliputi ketentuan tentang persyaratan dan kewajiban Notaris serta menghilangkan pasal tentang tugas dan kewenangan Notaris terutama berkaitan dengan pembuat akta pada bidang pertanahan dan pembuatan Akta Risalah Lelang.
Perubahan yang diusulkan dalam RUUJN terutama tentang hilangnya kewenangan Notaris membuat Akta Risalah Lelang menarik untuk penulis bahas karena hilangnya pasal tersebut sedikit banyak mengundang persepsi bahwa RUUJN mempersempit ruang lingkup kewenangan Notaris sebagai Pejabat Umum yang mana diketahui bahwa Akta Risalah Lelang adalah Akta Otentik dan Notaris berwenang untuk membuatnya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penulis mencoba meneliti dari berbagai sumber serta melakukan wawancara dengan narasumber yang berkompeten di bidang lelang dan kenotariatan dan juga dengan informan untuk mengetahui bagaimana dampaknya RUUJN bagi kewenangan Notaris.
Kesimpulan yang penulis dapatkan, untuk membuat Akta Risalah Lelang harus terlebih dahulu menjadi Pejabat Lelang. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dalam Pasal 8 disebutkan bahwa Pejabat Lelang hanya terdiri dari Pejabat Lelang Kelas I dan II tidak disebutkan secara spesifik seorang Notaris adalah Pejabat Lelang dan berhak membuat Akta Risalah Lelang, sehingga terdapat disharmonisasi antara Pasal 15 ayat (2) huruf (g) dengan Pasal 8 PMK. Namun dihilangkannya pasal dalam RUUJN tersebut tidak serta merta membuat Notaris kehilangan kesempatan untuk menjadi Pejabat Lelang dan tidak berhak membuat Akta Risalah Lelang, kewenangan tersebut tetap ada selama Notaris memenuhi persyaratan dan ketentuan yang telah ditentukan dalam perundang-undangan untuk diangkat menjadi Pejabat Lelang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf (a) RUUJN.

The Notary Act No. 30 of 2004 (UUJN) is a refinement and a unification of most of the colonial laws governing the notary which is no longer compatible with the development of laws and the needs of the community. In Indonesia, UUJN Article 1 states that the notary is a public official who is authorized to make authentic deeds and Article 15 paragraph (2) letter (g) states that the Notary is also authorized to make auction deeds namely "Risalah Lelang" which under the provisions of Article 1868 Civil Code is an authentic deeds.
Draft Law on Amendments to the Notary Act No. 30 of 2004 (RUUJN) implies changes that include on the requirements and obligations of Notaries and removes provision on the duties and authorities of the Notary primarily with regard deeds in relation to lands and auction. The proposed changes of RUUJN especially about removal of authority on auction deeds and this thesis is focussed on this matter. I’m interested in, analyzing the removal of the article on auction deeds which removes notary’s authorities to write auction deeds because it may narrow the scope of authorities of the notary. By using juridical normative research methods, I examined this matter from various sources and did some interviews to determine the impact of RUUJN to Notary authorities.
I conclude that, as stipulated in the Regulation of the Minister of Finance No. 93/PMK.06/2010 on Implementation Guidelines of Auction, Article 8 states that, auction deeds divided into first class auctioneer and second class auctioneer. This article does not specifically mention that notary is an auctioneer and automatically entitle’s to make auction deeds. So, there is disharmony between Article 15 paragraph (2) letter (g) UUJN with Regulation of the Minister of Finance No. 93/PMK.06/2010. However, the omission of the article in the RUUJN does not necessarily make the loss of the opportunity of notary to become an auctioneer and the lost of the authority to write auction deeds. The authorities remain as long as meet the terms and conditions specified in the law to be appointed as auctioneer as stipulated in article 3 letter (a) RUUJN.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hanif Senapi
"Notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan kewenangan dan kekuasaan atas itu secara atributif dengan dilantik oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Notaris sebagai melaksanakan sebagian fungsi publik Negara untuk melayani kepentingan masyarakat umum dalam ruang lingkup hukum perdata. Notaris merupakan sebuah jabatan, bukan profesi, namun dalam menjalankan jabatannya Notaris harus bertindak secara profesional dengan tidak mengesampingkan aturan-aturan yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Notaris merupakan jabatan yang mulia dan mengedapankan moral yang baik dalam pelaksanaan jabatannya sehingga terdapat larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh Notaris, salah satunya diatur dalam Pasal 4 angka 3 Kode Etik Notaris bahwa seorang Notaris dilarang melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik dalam bentuk: a.) Iklan, b.) Ucapan Selamat, c.) Ucapan belasungkawa d.) Ucapan Terimakasih, e.) Kegiatan Pemasaran, f.) Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olahraga. Terdapat konsekuensi akan sanksi yang diberikan kepada Notaris yang melanggar larangan ini. Bentuk larangan publikasi diri ini tidak sepenuhnya mutlak terhadap Notaris, karena pada prakteknya terdapat bentuk-bentuk publikasi yang secara tidak langsung yang dapat menjadi media Notaris untuk mempublikasikan dirinya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan analisis terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris dengan tipe penelitian eksplanatoris. Penelitian ini juga dilakukan untuk pengkajian yang lebih mendalam berkaitan dengan sanksi yang dapat dikenakan bagi Notaris yang melakukan pelanggaran jabatan mempublikasikan dirinya tersebut.

A Notary is a public official who is given the authority and power upon it attributively and is inaugurated by the Minister of Law and Human Rights. A Notary carries out part of state functions to serve the public interest within the scope of civil law. Notary is a position, not a profession, but in carrying out the duties, a Notary must act in a professional manner without ignoring the regulations as stipulated in the Law No. 30 of 2004 regarding Notary Position and Code of Ethics. Notary is a noble position and promotes good morals in the execution of duties, therefore, there are restrictions that should not be done by a notary, one of them is set out in Article 4 paragraph 3 of the Code of Ethics of Notaries that a Notary is prohibited from carrying out any self publication or promotion, either individually or jointly, showing the name and title, using the means of printed and/or electronic media, in form of: a.) Advertisement, b.) Greetings, c.) Condolences d.) Thank-you notes, e.) Marketing activities, f.) Sponsor activities, be it in the field of social, religious, or sports. Notaries who violate the regulation will be sanctioned in its consequences. Form of self publication prohibition is not entirely absolute against Notaries, because in practice there are forms of indirect publicity can be a Notary media to publicize himself. This study uses normative legal research method with the analysis of the Law of Notary Position and Code of Ethics and is an explanatory research. This study was also carried out for a more in-depth assessment relating to the sanctions that can be imposed on a Notary Public who commits malfeasance by doing self publication.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rambing, Romel J.
"Perjanjian lahir dari kesepakatan para pihak yang membuatnya dimana mereka bebas menuangkan isi kesepakatannya tersebut dengan asas kebebasan berkontrak hal tersebut diatur dalam pasal 1320, 1337, pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan sepanjang tidak melanggar hukum, ketertiban umum, moral dan kesusilaan. Dimana perjanjian tersebut dapat dituangkan dalam akta tertulis baik akta otentik maupun akta dibawah tangan. Namun tesis ini hanya mengulas akta perjanjian kesepakatan bersama dalam bentuk akta otentik.
Sesuai dengan pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris dan Ketentuan-ketentuan dalam Kode Etik Notaris maka Notaris selaku pejabat yang berwenang membuat akta otentik harus dapat mempertimbangkan dan menganalisa dengan cermat dalam proses pembuatan akta otentik tersebut sejak para pihak datang menghadapnya dan mengemukakan keterangan-keterangan baik berupa syarat-syarat formil maupun syarat-syarat administrasi yang menjadi dasar pembuatan akta tersebut sampai dengan tanggung jawab notaris terhadap bentuk akta otentik tersebut.
Notaris tidak diperbolehkan untuk menolak membuat akta sesuai dengan kemauan para pihak kerena sudah menjadi kewajiban dan wewenang notaris kecuali ada alasan yang menurut undang-undang untuk menolaknya. Suatu perbuatan yang dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum apabila mengandung unsur-unsur adanya perbuatan, perbuatan yang melawan hukum, adanya kesalahan, adanya kerugian. Bila unsur-unsur tersebut terpenuhi maka seseorang diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul karena perbuatannya.
Tesis membahas perjanjian kesepakatan bersama yang dibuatkan Akta Otentik dihadapan Notaris di Jakarta Timur, Adapun judul aktanya adalah "Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik yang Memuat Perjanjian Kesepakatan bersama." Melalui metode penelitian kepustakaan dan wawancara, penulis akan menguraikan pembahasan permasalahan hukum khususnya yang timbul dari akta tersebut maupun ditinjau dari kewenangan tanggung jawab Notaris terhadap akta perjanjian kesepakatan bersama dalam kasus tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16338
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Harjati Soedewo
"Tugas notaris antara lain adalah membuat akta otentik, mengesahkan serta mendaftarkan akta di bawah tangan. Dalam hukum pembuktian, ketiganya mempunyai kedudukan yang berbeda. Demikian pula, peran dan tanggung jawab notaris dalam ketiganya berbeda. Namun, seringkali para penghadap tidak mengetahui perbedaan antara akta notaris, akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris dan akta di bawah tangan yang di-waarmerking oleh notaris.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif atau kepustakaan. Akta otentik yang dibuat oleh notaris dapat berupa akta partai dan akta pejabat. Notaris harus menciptakan otentisitas pada akta notaris. Apabila akta notaris kehilangan otentisitasnya, maka notaris yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi berupa peneguran, pemecatan sementara, atau pemecatan tetap, dan tuntutan ganti rugi oleh para pihak yang berkepentingan. Selain itu, apabila terjadi pembatalan terhadap akta notaris, maka pihak yang berkepentingan dapat meminta pertanggungjawaban notaris untuk memberikan ganti rugi. Sedangkan, kedudukan akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris serta akta di bawah tangan yang di-waarmerking oleh notaris adalah sebagai akta di bawah tangan.
Dalam legalisasi, notaris harus mengenal (para) penghadap, membacakan dan menjelaskan isi akta di bawah tangan tersebut kepada (para) penghadap, serta memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai peraturan perundang-undangan yang terkait kepada para pihak yang bersangkutan. Dalam hal legalisasi, notaris dapat dituntut untuk memberikan ganti rugi apabila notaris melakukan kesalahan yang menimbulkan kerugian kepada para pihak yang berkepentingan. Sedangkan dalam waarmerking, notaris hanya mengesahan bahwa akta di bawah tangan tersebut telah ada pada tanggal di-waarmerking. Sehingga, terhadap notaris tidak dapat diajukan tuntutan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T14474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>